Minggu,22 Juli 2012
PALEMBANG, KOMPAS - Konflik PTPN VII Cinta Manis di
Sumatera Selatan mereda setelah kepolisian berjanji akan memproses
permintaan penangguhan penahanan sembilan warga yang ditetapkan sebagai
tersangka. Kini, massa yang mengajukan tuntutan pun mulai kembali
bekerja.
Kepolisian Daerah Sumatera Selatan menyatakan
kesediaannya memproses pengajuan penangguhan penahanan sembilan
tersangka saat massa Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) yang
didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumsel berunjuk rasa
menuntut pembebasan rekan-rekan mereka yang ditahan. Massa yang sempat
merobohkan gerbang Markas Polda Sumsel itu bertahan hingga Jumat (20/7)
malam.
”Kami baru mundur setelah tercapai kesepakatan penangguhan
penahanan. Sembilan orang itu dijanjikan bisa keluar setelah keluarga
mengajukan berkas penangguhan penahanan. Pembebasan dijanjikan paling
lambat Selasa pekan depan,” kata Sekretaris GPPB Dado di Ogan Ilir,
Sabtu.
Sebanyak 12 warga ditangkap pada olah tempat kejadian
perkara pembakaran mes Rayon 3 PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Cinta
Manis, Kamis lalu. Saat itu, tiga orang dibebaskan karena tak terbukti
melanggar hukum. Sembilan orang ditahan di Polres Ogan Ilir karena
melanggar Undang-Undang Darurat, yakni membawa senjata tajam.
Mulai tenang
Saat
ini, kawasan di sekitar PTPN VII Cinta Manis di Ogan Ilir yang sempat
tegang selama sepekan terakhir mulai tenang meskipun kepolisian masih
berjaga di sekitar kompleks PTPN. Namun, posko-posko warga yang
didirikan di lahan PTPN telah ditinggalkan warga. Kompleks PTPN VII
Cinta Manis masih sepi karena sebagian besar karyawan dan pekerja telah
mengungsi.
Menurut Dado, massa GPPB diminta kembali ke desa
masing-masing. Mereka juga diimbau tidak terprovokasi atau melakukan
tindak kekerasan.
Dado menyangkal warga yang tergabung dalam GPPB
telah melakukan perusakan dan pembakaran atau memicu bentrokan dengan
polisi selama konflik memanas. Mereka mencurigai adanya penyusup yang
sengaja melakukan sejumlah tindak kekerasan tersebut guna
mengkriminalisasi GPPB.
Selasa lalu, bentrokan pecah antara massa
bersenjata tajam dan polisi. Bentrokan mengakibatkan tiga polisi terluka
karena senjata tajam dan beberapa warga lebam-lebam setelah ditangkap
polisi tetapi dilepaskan lagi. Pembakaran di PTPN VII Cinta Manis
berlangsung beberapa hari. Namun, belum diketahui identitas pelakunya.
Bentrokan
massa dan polisi nyaris pecah lagi Kamis pekan ini, saat polisi
membongkar salah satu posko warga yang didirikan di lahan PTPN VII Cinta
Manis dan menangkap 12 warga.
Gubernur Sumsel Alex Noerdin yang
berdialog dengan warga berjanji segera menyelesaikan permasalahan ini
dengan melakukan pemetaan ulang. Namun, warga menolak. ”Terlalu lama
Gubernur turun. Masyarakat tak ingin menerima solusi lagi, selain
memiliki lahan,” ujar Dado.
Dado mengatakan, warga akan tetap
melanjutkan penguasaan lahan PTPN VII Cinta Manis dengan cara mulai
menanami lahan yang dituntut itu. Warga mengklaim lahan tersebut diambil
paksa pada 1982 tanpa disertai ganti rugi yang sesuai.
Saat ini,
lahan PTPN VII Cinta Manis seluas lebih kurang 15.000 hektar telah
dipatok warga dan siap ditanami. Luas total lahan PTPN VII Cinta Manis
adalah 20.000 hektar.
Kerugian PTPN
Pejabat
Sementara Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Komisaris Besar Djarod
Padakova mengungkapkan, proses hukum terhadap sembilan warga yang
menjadi tersangka akan tetap berjalan. Pengajuan penangguhan penahanan
akan diproses karena merupakan hak setiap warga yang ditahan.
Selama
aksi tuntutan lahan oleh masyarakat berlangsung tiga bulan terakhir,
pihak PTPN VII Cinta Manis mengklaim kerugian mencapai miliaran rupiah.
Kerugian ini akibat terbakarnya sekitar 1.000 hektar kebun tebu,
sejumlah fasilitas, serta terhentinya produksi.
Pada beberapa pertemuan, pihak
PTPN VII menegaskan tak akan menyerahkan lahan karena lahan tersebut
merupakan aset negara. ”PTPN VII hanya sebagai pengelola dan penjaga,
maka tak punya wewenang menyerahkannya,” kata kuasa hukum PTPN VII,
Bambang Haryanto.
0 komentar:
Posting Komentar