WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Minggu, Juli 29, 2012

SBY Dinilai Masih Belum Sanggup Selesaikan Konflik Agraria

Berarti sama saja dengan membarakan konflik di tengah masyarakat

Penembakan Brimob Polda Sumsel di Cinta Manis, Sumatera Selatan, adalah praktek pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dalam konflik  agraria sehingga harus diselidiki oleh berbagai lapisan penyidik.

Ketua Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS),  Gunawan, menyatakan, hal yang ironis adalah melihat kekerasan terhadap petani, terjadi ketika Indonesia dalam situasi rawan pangan.

Dalam situasi demikian, katanya, seharusnya negara melindungi dan memenuhi hak-hak petani, agar bisa diwujudkan kedaulatan pangan.

Dia menilai kekerasan di Cinta Manis adalah tamparan bagi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), karena terjadi pada periode kedua pemerintahannya. 

Ini berarti ada bukti bahwa meski sudah dua periode, Presiden SBY tetap gagal merealisasikan janjinya, untuk laksanakan pembaruan agraria, yang intinya berisi redistribusi tanah untuk petani.

"Serta pemerintahannya gagal melaksanakan penyelesaian konflik agraria, di mana petani menjadi korban perampasan tanah, pembunuhan, penganiayaan, kriminalisasi," kata Gunawan, di Jakarta, Minggu (29/7).

Anehnya, kata Gunawan, justru kini kepolisian mempraktekan militerisme sehingga mengedapankan cara-cara kekerasan terhadap petani dalam konflik agraria.

Di sisi lain, PTPN gagal mewujudkan BUMN sebagai bagian negara dan rakyat, untuk mengelola kekayaan alam guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Secara terpisah, Koordinator Kontras Haris Azhar menyatakan, aksi kekerasan terhadap masyarakat yang berkonflik dengan PTPN VII itu adalah rangkaian sejak 17 Juli 2012 lalu.

Puluhan warga menjadi korban kriminalisasi, dimana tercatat hingga kini sembilan orang warga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Sumatera Selatan.

"Kami menyayangkan peristiwa ini terjadi hanya dua hari setelah Presiden SBY menyatakan akan membentuk tim penyelesaian sengketa agraria. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan Presiden SBY diabaikan oleh Polisi yang berhadapan dengan masyarakat di Ogan Ilir," tegas Haris.

Dia melanjutkan pihaknya menilai penyelesaian masalah itu tidak bisa hanya diserahkan ke aparat kepolisian, yang berarti sama saja dengan membarakan konflik di tengah masyarakat.

"Kami meminta Pemerintah segera menghentikan penggunaan kekuatan senjata dan cara kriminalisasi  dalam menghadapi masyarakat disengketa sumber daya alam. Kami juga  mendesak Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk segera melakukan investigasi atas rangkaian tindak kekerasan di Ogan Ilir," tandas dia.

Bentrok antara warga desa setempat dan aparat kepolisian, berawal dari laporan perusahaan perkebunan tebu Cinta Manis PTPN VII, yang kehilangan pupuk sebanyak 127 ton di Rayon tiga pada 17 Juli 2012.

Saat personel Polda Sumsel dan Polres Ogan Ilir, mengadakan olah TKP dan patroli serta dialog dengan warga, situasi cukup kondusif.

Namun, saat iring-iringan anggota dari Polres yang terdiri atas  penyidik, intel, sabhara, dan Brimob itu kemudian terlibat bentrok dengan warga.

Akibat bentrokan tersebut, seorang anak bernama Angga Bin Darmawan, 12, tewas di tempat kejadian akibat tertembak di  bagian kepala.

Sementara, empat orang lainnya mengalami luka tembak di bagian bahu dan tangan kiri yakni, Rusman, 36, Yarman, 50, Farida, 46, tertembak di  bagian tangan kanan dan Man, 30, di bagian telinga kiri.



Artikel Terkait:

0 komentar: