Jurnas.com | SEJUMLAH aktivis lingkungan mendatangi
Mahkamah Agung (MA) untuk mengadukan perilaku hakim di Pengadilan Negeri
(PN) Palembang, Sumatera Selatan yang diduga berlaku tidak adil dan
melakukan kriminalisasi di dalam persidangan. Para aktivis ini datang
dari berbagai elemen, antara lain Wahana Lingkungan Hidup (Walhi),
Indonesian Corruption Watch (ICW), Kontras, KPA, Elsam, HuMa, dan Sawit
Watch.
"Kedatangan kita ini bersamam dengan beberapa koalisi,
seperti Elsam, Sawit Watch, Walhi, dan ICW. Di sini, kita melakukan
audiesi untuk mendorong kepedulian pengadilan terkait dengan berbagai
kasus konflik agraria yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Dalam hal ini, kita mendukung kasus yang menim-pa kawan kita dari Walhi,
Anwar Sadat dan Dede Chaniago yang menjadi korban kriminalisasi ketika
memperjuangkan hak-haknya terkait dengan hak di sektor perkebunan," kata
anggota IWC, Emerson Yhunto, di Gedung MA, Jakarta, Senin (6/5).
Emerson
menjelaskan, saat ini ada 188 orang yang mempertahankan haknya dan kini
sedang menjalani proses hukum di pengadilan. Parahnya, pihak perusahaan
bahkan menggunakan instrumen hukum untuk menghilangkan akses kehidupan
yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat.
"Karenanya, kita tidak
menginginkan proses hukum digunakan oleh pelaku perusak lingkungan,
terutama perusahaan yang melanggar undang-undang agraria dan kehutanan,"
ujarnya.
Direktur Pengacara Koordinator Walhi Sumatera Selatan,
Muhnur Satyahaprabu, mengatakan bentuk ketidakadilan tersebut dilakukan
oleh hakim PN Palembang, atas nama Ahmad Yunus (Hakim Ketua), Arnella
(Hakim Anggota), dan Zahri (Hakim Anggota) yang sangat tampak di dalam
persidangan. Selama persidangan, hakim tidak memberikan kesempatan yang
sama dengan advokad dan hanya membatasi pada tiga orang advokad untuk
berbicara dan menyampaikan kepada saksi.
"Hakim juga selalu
menanyakan dan berulang kali menyayangkan kenapa terdakwa harus
melakukan aksi demo di depan Polda Sumsel," katanya.
Muhnur pun
menilai sikap hakim yang kurang tegas dalam menilai saksi memberatkan,
sebab semua saksi memberatkan keterangannya berbeda-beda dan cenderung
mendapat tekanan dari atasannya. "Parahnya, hakim selalu menolak untuk
menghadirkan barang bukti pokok perkara, misalnya pagar Polda Sumsel,"
ujarnya.
Karenanya, selain beraudiensi dengan MA yang diwakili
oleh Ketua Muda Kamar Pidana, Artijo Alkostar, para aktivis ini
berharap, jika berhadapan dengan konflik agraria, para hakim sebaiknya
menyelesaikan perkara perdata terlebih dahulu sebelum masuk ke ranah
pidana. "Jadi, jangan dicampurkan dong, selesaikan dulu kasus perdatanya
baru selanjutnya ke pidana," kata Muhnur.
Di akhir pertemuan
ini, para aktivis juga menyerahkan 14.280 Petisi pendukung "Bebaskan
Anwar Sadat" kepada pihak Mahkamah Agung (MA), yang diterima oleh hakim
agung Artijo Alkostar. Selanjutnya, kasus ini pun akan dibawah ke Komisi
Yudisial (KY) selaku penjaga marwah hakim.
WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.
Kunjungi Alamat Baru Kami
Senin, Mei 06, 2013
Berlaku Tidak Adil, Hakim PN Palembang Diadukan ke MA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar