Ironis, Majelis Hakim di PN Palembang terhadap Kamaludin petani Ogan
Ilir yang ditangkap oleh polisi, bersamaan dengan penangkapan Anwar
Sadat Direktur Walhi Sumsel dan Dedek Chaniago Staf Walhi Sumsel pada 29
Januari 2013 lalu dipidana penjara 1 tahun 4 bulan. Padahal, Kamal,
sapaannya, menjadi korban tindak kekerasan dan penganiayaan secara
bersama sama oleh Polisi.
Menurut PJS Direktur Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko, berdasarkan fakta-fakta yang ditemui saat kejadian maupun selama proses persidangan, Kamal yang sebenarnya korban. Ini dibuktikan dengan luka robek di kepala yang dialami oleh Kamaludin akibat dibenturkan oleh polisi ke pagar besi Polda sumsel.
"Disisi lain putusan majelis hakim yang diketuai oleh Martahan Pasaribu telah mengabaikan keterangan saksi a de charge, dengan menyatakan saksi a de charge yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum tidak dapat dijadikan alibi," tegasnya.
Majelis hakim juga menyatakan bahwa tidak ada alasan pemaaf dan pembenaran atas tindakan yang dilakukan Kamal, sehingga dapat dijatuhkan pidana.
"Dalam putusan yang dibacakan kemarin (yang salinan putusannya belum diterima oleh penasehat hukum), majelis Hakim menyatakan pidana bukan merupakan tindakan pembalasan, melainkan memberi efek jera kepada terdakwa, dan memberi rasa keadilan baik bagi terdakwa, masyarakat umum dan korban," sambungnya.
Hakim beralasan, vonis ini dilakukan untuk memberi “pelajaran” kepada Kamal agar tidak emosional dan tidak main hakim sendiri.
"Sangat naif lagi, hal memberatkan dalam putusan adalah perbuatan Pak Kamal telah mengakibatkan robohnya pagar Markas Besar Kepolisian Daerah Sumatera Selatan yang dibangun dengan menggunakan uang Negara. Padahal hal demikian sama sekali tidak sekalipun pernah diungkapkan di fakta persidangan Kamaludin bin Imron,” ujarnya lagi.
Hal ini memperlihatkan, bahwa telah terintervensinya pemikiran hakim yang tidak memandang perkara ini secara objektif.
“Apalagi dengan pernyataan majelis hakim yang menyatakan dalam putusannya bahwa petugas kepolisian sedang duduk-duduk di bawah tenda yang berjarak 30 M dari pintu pagar Mapolda, kemudian terdakwa bersama massa aksi mendorong-dorong pintu pagar hingga roboh, dan massa aksi berusaha masuk ke dalam halaman Mapolda. Petugas kepolisian yang berjaga berupaya menghalangi massa aksi tersebut memasuki Mapolda. Hal itu merupakan sebuah fiksi, hanya perkiraan majelis hakim dan bukan fakta yang terungkap di dalam persidangan Kamaluddin bin Imron,” jelasnya
Sangat miris ketika hal-hal yang meringankan Kamal hanyalah bersikap sopan selama menjalani persidangan, sebagai kepala keluarga dan memiliki tanggungan. Sama sekali tidak memberikan keringanan. Bahkan keterangan terdakwa yang dibacakan oleh hakim ketua tampak seolah-olah copy paste dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
"Sidang pembacaan putusan ini juga tidak serius, dimana pada awal sidang dihadiri oleh Jaksa yang bukan merupakan tim JPU kasus Kamaludin bin Imron, bahkan ketua Majelis Hakim sama sekali tidak menanyakan kepada terdakwa atau pun penasehat hukumnya untuk keberatan atau tidak dengan penggantian Jaksa tersebut, barulah di tengah persidangan Jaksa Mashun,SH memasuki ruang sidang di saat ketua Majelis Hakim membacakan putusan tersebut," demikian Hadi Jatmiko
Menurut PJS Direktur Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko, berdasarkan fakta-fakta yang ditemui saat kejadian maupun selama proses persidangan, Kamal yang sebenarnya korban. Ini dibuktikan dengan luka robek di kepala yang dialami oleh Kamaludin akibat dibenturkan oleh polisi ke pagar besi Polda sumsel.
"Disisi lain putusan majelis hakim yang diketuai oleh Martahan Pasaribu telah mengabaikan keterangan saksi a de charge, dengan menyatakan saksi a de charge yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum tidak dapat dijadikan alibi," tegasnya.
Majelis hakim juga menyatakan bahwa tidak ada alasan pemaaf dan pembenaran atas tindakan yang dilakukan Kamal, sehingga dapat dijatuhkan pidana.
"Dalam putusan yang dibacakan kemarin (yang salinan putusannya belum diterima oleh penasehat hukum), majelis Hakim menyatakan pidana bukan merupakan tindakan pembalasan, melainkan memberi efek jera kepada terdakwa, dan memberi rasa keadilan baik bagi terdakwa, masyarakat umum dan korban," sambungnya.
Hakim beralasan, vonis ini dilakukan untuk memberi “pelajaran” kepada Kamal agar tidak emosional dan tidak main hakim sendiri.
"Sangat naif lagi, hal memberatkan dalam putusan adalah perbuatan Pak Kamal telah mengakibatkan robohnya pagar Markas Besar Kepolisian Daerah Sumatera Selatan yang dibangun dengan menggunakan uang Negara. Padahal hal demikian sama sekali tidak sekalipun pernah diungkapkan di fakta persidangan Kamaludin bin Imron,” ujarnya lagi.
Hal ini memperlihatkan, bahwa telah terintervensinya pemikiran hakim yang tidak memandang perkara ini secara objektif.
“Apalagi dengan pernyataan majelis hakim yang menyatakan dalam putusannya bahwa petugas kepolisian sedang duduk-duduk di bawah tenda yang berjarak 30 M dari pintu pagar Mapolda, kemudian terdakwa bersama massa aksi mendorong-dorong pintu pagar hingga roboh, dan massa aksi berusaha masuk ke dalam halaman Mapolda. Petugas kepolisian yang berjaga berupaya menghalangi massa aksi tersebut memasuki Mapolda. Hal itu merupakan sebuah fiksi, hanya perkiraan majelis hakim dan bukan fakta yang terungkap di dalam persidangan Kamaluddin bin Imron,” jelasnya
Sangat miris ketika hal-hal yang meringankan Kamal hanyalah bersikap sopan selama menjalani persidangan, sebagai kepala keluarga dan memiliki tanggungan. Sama sekali tidak memberikan keringanan. Bahkan keterangan terdakwa yang dibacakan oleh hakim ketua tampak seolah-olah copy paste dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
"Sidang pembacaan putusan ini juga tidak serius, dimana pada awal sidang dihadiri oleh Jaksa yang bukan merupakan tim JPU kasus Kamaludin bin Imron, bahkan ketua Majelis Hakim sama sekali tidak menanyakan kepada terdakwa atau pun penasehat hukumnya untuk keberatan atau tidak dengan penggantian Jaksa tersebut, barulah di tengah persidangan Jaksa Mashun,SH memasuki ruang sidang di saat ketua Majelis Hakim membacakan putusan tersebut," demikian Hadi Jatmiko
Sumber : http://www.aktual.co/hukum/181616ketika-majelis-hakim-dianggap-berkhayal-fiksi
0 komentar:
Posting Komentar