Palembang, Putusan Hakim yang di
ketuai oleh Arnelia,SH yang memvonis Direktur Walhi Sumsel Anwar sadat dan
Dedek Chaniago Staf Walhi Sumsel melanggar pasal 160 KUHP tentang Penghasutan
pada persidangan yang digelar (16/5) kemarin di Pengadilan Negeri Palembang,
sangat mencederai Keadilan dan demokrasi yang sedang berkembang di Indonesia.
“Kami menyesalkan putusan hakim
yang tidak vonis bebas rekan rekan kami” ungkap Hadi Jatmiko. Penangung Jawab
Sementara (PJS) Direktur Walhi Sumsel.
Menurutnya apa yang dituduhkan
oleh Hakim dalam Vonis tersebut tidaklah pernah dilakukan oleh ke dua rekannya,
hal itu dapat dilihat dari proses dan fakta fakta persidangan dengan agenda
pemeriksaan saksi-saksi.
Tidak ada satupun keterangan dari
saksi baik saksi yang memberatkan yang diajukan oleh Jaksa maupun saksi
meringankan yang diajukan oleh Penasehat Hukum, bahwa Anwar sadat dan dedek
caniago menghasut massa aksi untuk melakukan perobohan atau perusakan. Apalagi
ikut serta secara bersama sama merobohkan pagar pintu Polda Sumatera selatan
pada aksi 29 januari lalu seperti tuduhan Jaksa.
Harus diingat juga bahwa pasal
160 KUHP yang digunakan Hakim menjerat terdakwa, sudah dinyatakan oleh Mahkamah
Konstitusi pada 2009 lalu bahwa Pasal ini Konstitusi Bersyarat yang artinya
harus ada pembuktian apakah pernyataan mereka yang membuat orang orang
merobohkan pagar atau tidak.
Masalahnya dalam putusan hakim
menyatakan bahwa dakwaan dan tuntutan jaksa yang mejerat mereka dengan Pasal
170 KUHP tidak terbukti. Tetapi hakim malah menvonis mereka dengan pasal
penghasutan sedangkan sampai saat ini pelaku perobohan pagar itu sendiri belum
diketahui apakah benar massa aksi atau malah Polisi itu sendiri.
Mengutip keterangan salah satu saksi
memberatkan yang diajukan oleh jaksa dan merupakan anggota POLRI pada
persidangan mengatakan bahwa, Anwar sadat dan dedek caniago dalam orasinya
mengatakan “Maju terus yang tidak maju Halal darahnya diminum”. Tidak lama
kemudian pagar roboh.
Dari pernyataan yang di rekayasa (diduga kesaksian palsu) saja, tidak menunjukan bahwa terdakwa
meminta agar massa aksi merobohkan pagar. Sedangkan ketentuan pasal 160 KUHP
yang telah dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa pengunaan pasal ini harus
delik materil artinya jika kalimat terdakwa terindikasi menghasut
harusnya yang dihasut bukan merobohkan pagar tetapi menghisap darah massa aksi
yang tidak maju.
Selanjutnya Hadi jatmiko
mengatakan bahwa penggunaan pasal 160 KUHP tentang Penghasutan terhadap aktifis,
terlebih aktifis Lingkungan hidup yang menurut Undang Undang Lingkungan Hidup
No 32 Tahun 2009 tidak dapat digugat perdata maupun dipidanakan, di era
reformasi saat ini jelas akan memundurkan demokrasi. Karena secara tidak langsung
putusan hakim ini bisa menjadikan setiap orang atau aktifis yang mengajak
rakyat untuk membela Hak hak Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam melalui aksi
massa ataupun media protes lainnya baik, secara lisan maupun tulisan dapat
dipidanakan dengan tuduhan penghasutan.
0 komentar:
Posting Komentar