Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan membuka secara resmi
seminar politik agraria, konflik dan solusinya di Aula Rektor
Universitas Muhammadiyah Palembang, Selasa (30/4/2013) yang bekerjasama
dengan pemuda Muhammadiyah.
Dalam sambutannya Abetnego
menjelaskan konflik agraria ini bukan saja dialami di Provinsi Sumsel
saja yang tercatat menghadapi 32 kasus konflik agraria, tapi juga sudah
se-Indonesia, hampir 300 orang masyarakat tani di Indonesia mengalami
kasus hukum dengan aparat ataupun badan usaha. "Seminar ini membuka
pemikiran kita untuk mendorong penyelesaian konflik agraria ini secara
konfrehensif," ujar Abetnego.
Seperti dijadwalkan sebelumnya
salah satu pembicara yang hadir yakni salah satu pimpinan KPK Busyro
Muqqodas, namun ia tidak bisa hadir dan diwakilkan Dian Septika Kasatgas
Litbang SDA KPK.
Ketua Pelaksana seminar Hadi Jatmiko yang juga
Direktur PJS Walhi Sumsel menegaskan seminar ini diharapkan mendapat
rumusan tentang resolusi konkrit dari penyelesaian konflik agraria di
Sumsel.
"Adanya indikasi korupsi di badan perijinan perkebunan,
kehutanan maupun pertambangan yang memicu munculnya konflik agraria ini,
jangan sampai kami yang mengawal keberlangsungan lingkungan di Sumsel
dijadikan tumbal sebagai upaya dan skenario untuk membungkam sikap
kritis masyarakat terhadap pemerintah," ujar Hadi.
Dikatakan
Hadi, para pembicara dalam kegiatan ini adalah Dian Septika (staff
khusus bagian agraria KPK), Noer Fauzi Rachman (pakar Agraria IPB),
Abetnego Tarigan (Direktur Walhi Nasional) dan King Faisal Sulaiman
(Kabid hukum HAM dan advokasi PP Muhammadiyah). Sementara itu peserta
seminar yang hadir adalah para akademisi, mahasiswa, dan petani yang
berasal dari Kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Ilir, dan Ogan Komering
Ilir.
Kasatgas Sumber Daya Alam KPK Dian Patria mengatakan,
peranan KPK tidak hanya menyelasaikan konflik-konflik parsial saja,
melainkan semua akar-akar masalah korupsi dalam bidang sumber daya alam
juga harus diberantas, "Jangan sampai seperi dijajah dinegeri sendiri.
KPK tidak mugkin lepas tangan, kami ikut bertanggungjawab akan hal ini,
jelas Dian.
Pengamat Agraria IPB Noer Fauzi Rachman, Ph.D dalam
paparannya menjelaskan mengenai konflik-konflik agraria yang terus
menerus meletus disana-sini disebabkan pemberian izin/hak/konsesi oleh
pejabat publik kehutanan, menteri ESDM, gubernur, bupati yang memasukkan
tanah kepunyaan sekelompok rakyat ke dalam konsesi (penguasaan wilayah)
badan-badan usaha raksasa.
"Yang berakibat hilangnya wilayah
hidup, mata pencaharian, dan kepemilikan atas tanah. Akibat lanjutannya
menciptakan krisis sosial ekologi yang kronis," jelas Noer.
WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.
Kunjungi Alamat Baru Kami
Rabu, Mei 01, 2013
Tercatat 32 Kasus Konflik Agraria di Sumsel
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar