Menuntut pembebasan tokoh adat dan
petani !!!
Kembalikan wilayah adat!!!
Hapus status hutan suaka margasatwa dangku dari wilayah
adat!!!
Peristiwa ini di awali dengan penunjukan Suaka Margasatwa Bentayan melalui SK menteri pertanian Republik Indonesia Nomor : 276/Kpts-UM/IV/1981, tanggal 08 April 1981 tentang penunjukan kelompok hutan Dangku dan sekitar nya seluas ± 29.080 ha serta kelompok hutan Bentayan dan sekitarnya seluas ± 19.300 ha yang terletak di Kabupaten Musi Banyu Asin Provinsi Sumatra Selatan sebagai kawasan hutan dengan fungsi sebagai suaka margasatwa.
Beberapa fakta terkait penunjukan hutan suaka margasatwa tersebut :
A. Menteri Pertanian RI pada tanggal 29 Juli 1970, melalui Direktur
Jenderal Kehutanan Bapak Soedjarwo mengeluarkan surat jawab kepada
masyarakat yang menyatakan bahwa :
- Hak adat adalah Hak milik baik pribadi maupun Marga yang tidak bisa dihapus dan dihilangkan begtitu saja
- Hutan produksi peninggalan Kolonial Belanda berupa dikiri-kanan sungai Dangku antara Talang Buluh dengan Pangkalan Bulian seluas 500 ha, dan Hutan Produksi di Bentayan Marga Tungkal Ilir seluas 7.000 ha.
B. Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor : 276/Kpts-UM/IV/1981
tanggal 08 April 1981 tentang penunjukkan Kelompok Hutan Dangku seluas ±
29.080 Ha dan Kelompok Hutan Bentayan seluas ± 19.300 Ha. Perluasan
wilayah Suaka Margasatwa tersebut dilakukan secara sepihak oleh
Kementrian Pertanian, tanpa melakukan sosialisasi dan persetujuan oleh
masyarakat adat setempat.
C. Akibat dari kebijakkan Menteri
Pertanian tahun 1981 yang tanpa menerapkan prinsip persetujuan bebas
tanpa paksaan (FPIC/Free Prior Informed Concent) kepada masyarakat adat
setempat, mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM terhadap masyarakat,
di awali surat Perintah Tugas yang dikeluarkan oleh BKSDA SumSel Nomor :
PT.283/IV-K.8/2012 tanggal 19 November 2010, tentang Pengumpulan Bahan
Keterangan (PULBAKET) Intelejen Kawasan Hutan dan Hasil Hutan SPORC
didaerah BPUJ dalam Kawasan Konservasi SM. Bantayan dan sekitarnya di
Kab. Musi Banyuasin. Atas dasar tersebut Tim Polisi Hutan BKSDA dibantu
oleh POLDA Sumatera Selatan melakukan pengusiran dibeberapa perkampungan
masyarakat dengan melakukan pembakaran rumah, pengambilan secara paksa
alat-alat pertanian masyarakat, pengrusakkan/penebangan terhadap kebun
karet masyarakat, pemaksaan penandatanganan Surat Pernyataan untuk
meninggalkan usaha menggarap tanpa tuntutan kepada Negara dan
kriminalisasi terhadap masyarakat.
D. Bahwa kenyataannya banyak
oknum dari BKSDA Sumsel yang justru melakukan pengrusakkan Hutan Suaka
Margasatwa tersebut dengan melindungi pembalakkan liar yang dilakukan
oleh masyarakat pendatang. Disamping itu Oknum BKSDA melakukan pungutan
kepada masyarakat pendatang tersebut sebesar Rp. 100.000 – Rp. 300.000
per meter kubik.
Inilah yang selama ini menjadi momok sebuah Negara besar yang sama sekali jauh dari kedaulatan HAK atas Tanah terlebih persoalah lahan ulayat atau tanah adat. seharus nya Pemerintah terkait tidak menutup mata terhadap ada nya Hak adat dan hak setiap petani. Dari uraian di ataspun mampu kita pahami bahwa terlalu tidak adil ketika bagian instrumen negara melakukan tindakkan Kolusi ataupun tindakkan penyelewengan wewenang.
Disisi lain, Rakyat yang membutuhkan lahan malah dihadang dengan berbagai cara termasuk mengkriminalisasikan rakyat yang merupakan PEMILIK atas tanah marga yang mewarisi dan memiliki sejarah panjang terhadap tanah adat mereka sendiri.
Berulang kali Rakyat dihadang dan didzalimi oleh aparat melalui teror penyerbuan, pengrusakan dan penangkapan. Antara lain; pada tanggal 24 Oktober tahun 2012, 30 Mei 2013 dan 11 Juni 2014, belum lagi persoalan pengrusakkan yang di lakukan oleh pihat aparat misalnya merusak pondok-pondok dan merusaki pohon-pohon karet masyarakat. Kejadian tanggal 11 Juni 2014 yaitu beberapa hari lalu aparat gabungan TNI/POLRI dan BKSDA datang dengan menggunakan 9 mobil dan jumlah pasukan kurang lebih 100 orang, kedalam Posko Masyarakat adat untuk membawa dua orang tokoh adat yang bernama Bapak M. Nur Jakfar (73) dan Bapak Zulkifli (60), dan sudari Wiwin (22) yang merupakan bagian dari staf AMAN Sumatera Selatan serta membawa beberapa dokumen-dokumen penting, merampas dan menghilangkan dokumen foto dalam kamera staf AMAN, setelah beberapa jam sebelumnya menangkap 4 orang lagi yang ditangkap dari lahan garapan masyarakat diantara nya ialah Ahmadburhanudinanwar (20) Samingan(43), Sukisna(40), Dedi suyanto (30), mereka dibawa ke POLDA SUMSEL, Jam 11.00 WIB aparat menciduk dilahan yang sudah di duduki masyarakat Adat Marga Dawas dan Tungkal Ulu pada tanggal 11 Juni 2014. Dalam pemeriksaan banyak ditanya soal pembukaan lahan di desa marga dawas dan marga tungkal ulu. Perkembangan terbaru Masyarakat Adat Marga Dawas dan Tungkal Ulu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan yang di kriminalisasikan/ditangkap oleh TIM gabungan TNI, POLRI dan BKSDA SUMSEL
Atas kejadian ini kami menilai bahwa : BKSDA, Kehutanan dan Aparat Keamanan Negara bertindak sewenang wenang atas nama hukum merampas hak – hak rakyat, memanipulasi aturan hukum untuk melakukan kejahatan terhadap Negara dan Rakyat.
Oleh karena itu maka kami Kualisi Masyarakat Adat dan Petani Menggugat, menyatakan :
- Menuntut pertanggung jawaban BKSDA, Kehutanan dan Aparat Gabungan atas penangkapan terhadap tokoh adat dan petani. Menyatakan tindakan tersebut sebagai tindakan biadab melanggar hak hak kemanusiaan dan Hak Warga Negara.
- BEBASKAN Tokoh Adat dan Petani yang ditangkap, serta hentikan kriminalisasi masyarakat adat dan petani di Marga Tungkal Ulu dan Marga Dawas.
- Hentikan dan usut tuntas praktek Ilegal loging di lahan yang melibatkan BKSDA serta Dinas Kehutanan.
- Menuntut pertanggung jawaban BKSDA dan Dinas Kehutanan atas alih fungsi kawasan yang dinyatakan sebagai Hutan SM Dangku namun dijual-belikan kepada perusahaan swasta melalui surat pemberian izin, serta menilai alih fungsi ini sebagai tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Untuk itu kami akan meminta pihak Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bekerjasama segera mengusut kasus ini.
- Tuntaskan persoalan batas – batas wilayah adat dan kembalikan tanah adat sebagai pemenuhan kewajiban Negara terhadap Hak Masyarakat Adat sebagaimana yang diatur dalam UUD 45, UUPA 1960, TAP MPR No. IX/2001, keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 tahun 2012.
- Cabut SK Penunjukan dan Penetapkan Hutan Suaka Marga Satwa Dangku dikarenakan cacat hukum dan tidak sesuai prosedural yang sah.
Palembang, 16 Juni 2014
KOALISI MASYARAKAT ADAT DAN PETANI MENGGUGAT
Walhi Sumsel, AMAN SumSel, DPW SHI SumSel, MHI SumSel, Barisan Pemuda AMAN
0 komentar:
Posting Komentar