Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)
Sumsel, mendesak pemerintah daerah terutama pada instansi terkait untuk
melakukan kroscek pembangunan di wilayah Palembang. Desakan ini
lantaran setiap kali hujan turun terutama pada puncak musim hujan,
sebagian wilayah Palembang tergenang atau banjir.
Kepada Sripoku.com, Senin (26/1/2015), Direktur Eksekutif Walhi
Sumsel Hadi Jatmiko mengatakan, terjadinya banjir khususnya untuk
wilayah Palembang disebabkan kurangnya pengawasan dari instansi
pemerintahan terkait yakni Badan Lingkungan Hidup (BLH) dalam melakukan
audit lingkungan.
Sehingga pada puncak musim penghujan dalam kurun dua bulan terakhir ini terjadi banjir pada sejumlah titik di wilayah Palembang.
Sehingga pada puncak musim penghujan dalam kurun dua bulan terakhir ini terjadi banjir pada sejumlah titik di wilayah Palembang.
Banjir disebabkan dampak dari pembangunan, salah satunya adanya penimbunan rawa-rawa. Selain itu juga karena fungsi atau sistem drainase saluran air yang tidak maksimal.
"Dalam hal ini pihak BLH harus tegas. Terutama soal audit lingkungan
saat ini. Apakah pembangunan sudah mendapatkan izin atau belum. Karena
setiap pembangunan memiliki dampak terhadap lingkungan sekitar," ujar
Hadi.
Dikatakan Hadi, salah satu faktor yang menyebabkan banjir pada
pemukiman penduduk yakni adanya penimbunan rawa-rawa untuk pembangunan
ruko pihak swasta. Pihak pemerintah pun kurang aktif dalam melakukan
pengawasan di lapangan. Sehingga menjamurnya bangunan seperti ruko tanpa
diselingi pembangunan drainase yang bisa berfungsi dengan baik.
"Kita ketahui, setiap kali hujan turun dengan curah hujan yang tinggi
saat ini, sebagian besar wilayah Palembang tergenang atau banjir.
Seperti kawasan Alang-Alang Lebar, Sukarame, Seberang Ulu, Jakabaring,
Kertapati dan sebagian wilayah Perumnas. Wilayah yang banjir ini kita
ketahui pembangunan ruko sudah menjamur tanpa adanya pengawasan dalam
pembangunannya," ujarnya.
Langka pemerintah yang merencanakan akan membangunan kolam retensi,
Hadi mengatakan, kolam retensi bukan solusi yang tepat dalam mengatasi
banjir. Selain biaya yang cukup tinggi juga terkendala ganti rugi lahan.
Seharusnya langkah prioritas yang diambil pemerintah adalah menelaah
kebijakan tata ruang serta pemberian izin dalam setiap proyek
pembangunan.
"Dengan mudah pemerintah memberi izin pembangunan. Seperti
pembangunan gedung, mall, ruko, pabrik. Terutama pada wilayah yang
dulunya rawa. Padahal rawa itu seharusnya menjadi sebagai penampung air
hujan namun ditimbun tanpa adanya drainase.
Pemerintah tak harus serta merta membuat kolam retensi yang biayanya
tidak sedikit. Intinya pihak BLH melakukan audit lingkungan dan biar
perlu cabut izin pembangunan jika ditemui merugikan lingkungan sekitar,"
ujarnya.
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar