WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, November 17, 2009

Ada Ancaman Baru Reforma Agraria di Indonesia

SAAT ini persoalan pertanahan di Sumatra Selatan terus terancam. Khususnya pertanahan yang dimiliki para petani. Di tengah persoalan tanah yang belum selesai, dan keinginan melakukan reforma agraria ada ancaman baru terhadap tanah milik petani tersebut.

“Ada ancaman baru bagi pelaksanaan reforma agraria dan kepada petani secara khusus dengan hadirnya proyek Reducing Emission from Deporestation and Degradation (REDD). Pelaku proyek REDD terdiri dari NGO Internasinal, Korporasi. Oleh karena itu, reforma agrarian harusnya memperhatikan tata niaga seperti kelola, produksi, konsumsi, dan niaga,” kata Julian Junaidi atau JJ.Polong dari Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatra Selatan, pada diskusi terbuka yang digelar Walhi Sumsel di Hotel Bumi Asih, Jalan Kapten A. Rivai, Palembang, Senin (16/11/2009).

Diskusi ini dengan Tema “Kepastian, Perlindungan Hak Atas Tanah dan Penyelesaian Konflik Untuk Pembaharuan Agraria”. Diskusi terbuka ini di pandu oleh Mukri Prayitna (Manager Region Sumatera dari WALHI Eksekutif Nasional).

Sementara Mulyadin Roham dari Biro Pemerintahan Sumsel mengatakan, “Konflik tanah yang terjadi di Sumsel meliputi tata batas, surat ganda, tumpang tindih pengelolaan, tumpang tindih peruntukan. Sebagian kewenangan penggurusan tanah tersebut, diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota.”

Narasumber yang lain, Kiswanto Kanwil BPN Sumsel mengatakan reforma agraria belum berjalan sebagaimana diharapkan, karena masih ada kendala. Meski demikian proses menuju ke arah tersebut masih terus dikerjaan dalam bentuk pelaksanaan proyek frona meskipun dalam kapasitas yang kecil.

Iwan Nurdin dari Konsorsium Pembaharuan Agraria Jakarta, terhambatnya persoalan reforma agrarian di Indonesia lantaran lembaga keuangan international ikut campur dalam penangan tanah di Indonesia.

“Selain itu saat ini tidak ada peta penggunaan tanah, terjadinya konflik penggunaan Ruang (zonasi wilayah), kemudian UU Pengelolaan Pesisir Pulau-Pulau Kecil (HP3), serta fakta utama para petani tidak memiliki lahan. Jadi, pembahruan agraria adalah land reform dan akses Reform,” katanya.

Sedangkan narasumber Dhaby K Gumayra dari akademisi mengatakan muara pembaruan agraria adalah terjadinya perimbangan penguasaan tanah, agar tidak terjadi penguasaan maksimum. Paket UU Pokok Agraria belum pernah dilaksanakan. Konflik agraria tidak akan pernah selesai tanpa adanya penempatan UUPA sebagai UU payung.

Sementara Walhi Sumsel, sebagai penyelenggara diskusi, menginginkan agar reforma agraria secara sejati dapat dijalankan di Sumsel dalam bentuk: Penyelesaian konflik-konflik agraria yang ada, dan emastikan objek reform dan akses reform bagi rakyat miskin.






Selengkapnya...

Sabtu, November 14, 2009

Presiden SBY Harusnya Lindungi Aktifis Lingkungan Hidup

PENANGKAPAN dan penetapan sebagai tersangka para aktifis Greenpeace asal Indonesia, yang melakukan aksi dengan menyegel alat berat milik PT Riau Andalan Pulp and Papers (RAPP) di Semenanjung Kampar, Riau, oleh polisi diprotes Walhi Sumsel.

Bahkan, Walhi Sumsel meminta pemerintahan SBY-Boediono menjamin keamanan atau para aktifis lingkungan hidup, jika memang peduli dengan persoalan global warning.

“Kami protes berat atas penangkapan para aktifis Greenpeace tersebut. Kian kencang isu global warning, kian kencang pula tindakan represif aparat terhadap para aktifis lingkungan hidup. Aneh benar negara ini,”kata Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, di kantornya, Jalan Kapten A. Rivai, Palembang, Jumat (13/11/2009).

“Presiden SBY seharusnya melindungi para aktifis lingkungan hidup. Sebab kerja mereka itu buat menyematkan Indonesia dari kehancuran. Apa sudah tidak peka dengan peringatan dari Tuhan dan alam, seperti longsor, banjir, sebagai akibat kerusakan alam. Belum lagi perubahan iklim ini. Seharusnya, bila pemerintahan SBY-Boediono peduli dengan global warning, mereka mendukung dan melindungi aktifis lingkungan hidup,” ujar Sadat.

Jumat (13/11/2009) pagi tadi, kuasa hukum Greenpeace, Susilaningtias SH, kepada pers di di Mapolres Pelalawan, mengatakan 21 dari 33 aktifis Greenpeace telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka terkait aksi penyegelan alat berat RAPP di hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kamis (12/11/2009) kemarin.

Dari 33 orang aktivis Greenpeace itu, terdapat 11 orang di antaranya merupakan warga negara asing yang berasal dari Brasil, Jerman, Spanyol, Thailand, dan Filipina dan turut diamankan serta bermalam di Mapolres Pelalawan. Namun Polisi belum menentukan status warga negara asing itu dan mereka hanya menjalani pemeriksaan biasa.

Tapi, para aktivis yang ditetapkan sebagai tersangka itu belum ditahan. Mereka kini berada di Aula Mapolres Pelalawan. Pasal yang disangkakan Polisi terhadap 21 aktivis asal Indonesia itu adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 mengenai perbuatan tidak menyenangkan dan Pasal 551 tentang larangan masuk areal perusahaan tanpa izin.

Sebelumnya Kapolres Pelalawan, AKBP Ari Rachman, membantah pihaknya telah melakukan penahanan terhadap puluhan aktivis Greenpeace ketika terjadi aksi penyegelan alat berat di area konsesi RAPP.

"Polisi bukan melakukan penangkapan, melainkan melakukan pengamanan karena adanya informasi penolakan terhadap aktivitas Greenpeace oleh masyarakat yang dikirim melalui surat ke Gubernur, Polda Riau dan juga ke Polres Pelalawan," katanya.

Polisi membubarkan aksi Greenpeace di hutan lahan gambut berkedalaman 11 meter di Semenanjung Kampar yang berada di Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Kamis, (12/11/2009) sekitar pukul 17.30 WIB.

sumber :http://www.beritamusi.com/berita/2009-11/aktifis-greenpeace-diusir-lantaran-tak-punya-imb/berita/2009-11/presiden-sby-harusnya-lindungi-aktifis-lingkungan-hidup/




Selengkapnya...

Sembilang, Surganya Burung Migran

Dari belahan bumi utara mereka berdatangan. Untuk menghindari musim dingin di tempat asal mereka berbiak, daratan lumpur yang luas di Sembilang menjadi pilihan peristirahatan yang nyaman dalam perjalanan migrasi ke selatan.

Cacing, ramis, dan kepiting berlimpah di sana. Sehingga daratan lumpur pasang surut pada semenanjung Banyuasin di pesisir timur Sumatera Selatan ini menjadi tempat berlimpahnya makanan bagi kawanan burung air.

Data Wetland Internasional dalam penelitiannya yang bekerjasama dengan Wahana Bumi Hijau (WBH) pada tahun lalu, sekurangnya terdapat 70 ribu ekor burung air di semenanjung banyuasin tersebut.

Setiap tahunnya, pada data tersebut, setiap bulan Oktober sampai April, Semenanjung Banyuasin ini dipenuhi 28 spesies burung air migran. Pada bulan Mei, mereka kembali ke belahan bumi utara, tempat di mana mereka berbiak, dan kembali lagi ke Sembilang pada musim dingin berikutnya.

Selain burung migran. Pada daratan lumpur pasang surut ini juga merupakan rumah bagi sekurangnya 300 jenis burung yang menetap di sana. Ribuan Bangau Bluok, ratusan bangau tongtong, elang, serta ragam jenis burung lainnya.

Sebagian diantaranya tergolong spesies terancam, seperti burung Pecuk Ular. Dan di tempat ini juga diperkirakan menjadi daerah pesarangan terakhir bagi Pelikan Tutul di kawasan Indo Malaya. Tak salah kiranya kalau Sembilang dikatakan sebagai surganya burung air.

Dataran lumpur luas tempat berpestanya burung air ini merupakan ekosistem muara yang unik. Terbentuk dari 20 sungai yang bermuara padanya, dataran lumpur ini kadang terlihat dan menghilang ditenggelamkan pasangnya air.

Pada kawasan ini juga terdapat hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, dan hutan mangrove. Dari ekosistem yang ada, hutan mangrove-lah yang mendominasi. Dengan kisaran luas 90 ha dan daratan yang terbentang sepanjang 35 kilometer. “Hutan mangrove ini terluas sepanjang pesisir timur Sumatera,” katanya.

Hutan mangrove tidak kalah menariknya. Bahkan perjalanan menuju ke sana dengan menggunakan perahu, yang memakan waktu kurang lebih 4 jam dari Benteng Kuto Besar (BKB) akan sarat dengan pemandangan hutan mangrove.

Walau Sembilang didesain sebangai kawasan konservasi. Dengan potensi seperti itu. Eko wisata bisa dikembangkan dengan baik di Sembilang. Bentang alam dan pemandangan yang indah, kehidupan liar dan burung migran, dengan aktifitas perikanan yang bervariasi di kawasan tersebut merupakan potensi besar untuk dikembangkan sebagai kawasan eko wisata.

Banyak kegiatan di Sembilang yang dapat dikembangkan menjadi wisata. Beberapa diantaranya, seperti pengamatan burung air migran yang dapat dilakukan pada bulan bulan tertentu Oktober sampai April. Di samping burung migran, burung yang menetap di sana juga dapat dengan mudah diamati sepanjang tahun.

Menelusuri sungai menggunakan sampan menjadi mengasyikkan, melihat bentang alam yang unik dan alami. Dalam perjalan itu, kehidupan liar juga dapat diamati. Seperti pengamatan burung, primata, jejak satwa, dan pada saat malam dapat dilakukan pengamatan buaya.

Selain menyajikan keindahan alam dan ragam satwa didalamnya. Sembilang dengan masyarakat yang kental akan kehidupan airnya dapat dijadikan pengalaman tak terlupakan. Bergabung dengan para nelayan untuk mencari ikan, serta berkunjung ke pasar ikan tradisional.

Deretan rumah panggung dengan di atas batang nibung akan menjadi saksi. Sembilang bukan hanya menjadi surganya kawanan burung air, namun pemanfaatan sumber daya alam sebagai kawasan eko wisata merupakan potensi besar bagi Sumatera Selatan.

sumber: http://www.beritamusi.com/berita/2009-11/sembilang-surganya-burung-migran/




Selengkapnya...

Selasa, November 03, 2009

Banjir Masih Mengancam Palembang

Saturday, 31 October 2009

PALEMBANG(SI) –Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel,menilai bencana banjir di kota Palembang akan terus terjadi. Pemkot Palembang dinilai tak serius menanggulangi banjir.

Pembiaraan terhadap penimbunan rawa,pembangunan sistem drainase perkotaan yang tidak berwawasan lingkungan menjadi penyebab utama,ancaman tersebut. Berdasarkan catatan Walhi, sejak awal tahun banjir terus saja terjadi di kota Palembang.”Sudah lebih dari 11 bencana banjir di kota Palembang.Itu yang terhitung berdasarkan pelaporan masyarakat sejak bulan, Januari hingga April, yakni puncak musim hujan tahun lalu,” ujar Ketua Bidang Kajian dan Penelitian,Walhi Sumsel,Hadi Jatmiko kepada SI,kemarin.

Bahkan, sambung Hadi, berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia,mencatat dari 33 Provinsi di tanah air,hingga akhir tahun 2008 terdapat 27 provinsi yang secara serius rentan tertimpa bencana banjir dan tanah longsor,salah satunya Provinsi Sumsel. ” Rentetan bencana alam berupa banjir dan tanah longsor terus melanda Sumatera Selatan adalah dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi,”katanya. Hadi mengatakan, setidaknya sejak bulan Januari hingga pertengahan Desember 2008 lalu, telah terjadi 39 kali bencana banjir dan lonsor yang tersebar di kota dan kabupaten di Sumatera Selatan.

”Palembang,MUBA,MURA, Banyuasin, OKI, Muara Enim, Lahat, Prabumulih, dan OKU Timur semuanya mengalami banjir dan longsor,”terangnya. Akibat bencana banjir tersebut pula, Kata Hadi,menyebabkan pasokan sayur-mayur menjadi terhambat, yang berpengaruh kepada meningginya harga akibat menipisnya stok atau persediaan. ” Diperparah lagi, banjir juga telah mengisolasi perkampungan masyarakat, termasuk sulitnya ribuan orang untuk memperoleh air bersih, bencana banjir di OKU Timur di Bulan Februari 2008 yang melanda 46 Desa di 13 Kecamatan,”tuturnya.

Untuk Kota Pelembang sendiri, Hadi menjelaskan, sebagian besar wilayah kota Palembang selalu terendam banjir. Beberapa titiktitik banjir di kota Palembang yakni,Kelurahan Ario Kemuning, di Kecamatan Sematang Borang, sejumlah titik banjir di kawasan jalan Sukamto dan jalan Mayor Ruslan, 8 Ilir, Kelurahan Pakjo, jalan A.Yani,Kecamatan Seberang Ulu II,dan beberapa tempat di Kelurahan 5 Ilir,Ilir Timur II,Kelurahan dua Ilir,Kolonel H.Burlian, dan Kecamatan Alang-alang Lebar.

Sehingga, Pemerintah kota Palembang harus memiliki solusi yang kongkret terhadap bencana banjir dengan cara mengurangi potensi penyebab bencana banjir pada ekologi Palembang.”Setidaknya jangan menjadi bencana tahunan dan langganan ketika musim hujan lah.Kok Palembang terus banjir,”cetusnya. Terpisah,Kepala Dinas PU Bina Marga Kota Palembang, Kira Tarigan mengatakan,saat ini,PU telah mengaktifkan dua pompa yang akan membuang genangan banjir di Palembang.

”Kita tidak bisa langsung menbuat Palembang bebas banjir.Kan sudah ada pompa dengan kapasitas besar yang akan membuang genangan banjir ke sungai musi.Ya dimaksimalkan saja fungsinya,”jelasnya ke SI. (CR1)





Selengkapnya...