PENANGKAPAN dan penetapan sebagai tersangka para aktifis Greenpeace asal Indonesia, yang melakukan aksi dengan menyegel alat berat milik PT Riau Andalan Pulp and Papers (RAPP) di Semenanjung Kampar, Riau, oleh polisi diprotes Walhi Sumsel.
Bahkan, Walhi Sumsel meminta pemerintahan SBY-Boediono menjamin keamanan atau para aktifis lingkungan hidup, jika memang peduli dengan persoalan global warning.
“Kami protes berat atas penangkapan para aktifis Greenpeace tersebut. Kian kencang isu global warning, kian kencang pula tindakan represif aparat terhadap para aktifis lingkungan hidup. Aneh benar negara ini,”kata Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, di kantornya, Jalan Kapten A. Rivai, Palembang, Jumat (13/11/2009).
“Presiden SBY seharusnya melindungi para aktifis lingkungan hidup. Sebab kerja mereka itu buat menyematkan Indonesia dari kehancuran. Apa sudah tidak peka dengan peringatan dari Tuhan dan alam, seperti longsor, banjir, sebagai akibat kerusakan alam. Belum lagi perubahan iklim ini. Seharusnya, bila pemerintahan SBY-Boediono peduli dengan global warning, mereka mendukung dan melindungi aktifis lingkungan hidup,” ujar Sadat.
Jumat (13/11/2009) pagi tadi, kuasa hukum Greenpeace, Susilaningtias SH, kepada pers di di Mapolres Pelalawan, mengatakan 21 dari 33 aktifis Greenpeace telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka terkait aksi penyegelan alat berat RAPP di hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kamis (12/11/2009) kemarin.
Dari 33 orang aktivis Greenpeace itu, terdapat 11 orang di antaranya merupakan warga negara asing yang berasal dari Brasil, Jerman, Spanyol, Thailand, dan Filipina dan turut diamankan serta bermalam di Mapolres Pelalawan. Namun Polisi belum menentukan status warga negara asing itu dan mereka hanya menjalani pemeriksaan biasa.
Tapi, para aktivis yang ditetapkan sebagai tersangka itu belum ditahan. Mereka kini berada di Aula Mapolres Pelalawan. Pasal yang disangkakan Polisi terhadap 21 aktivis asal Indonesia itu adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 mengenai perbuatan tidak menyenangkan dan Pasal 551 tentang larangan masuk areal perusahaan tanpa izin.
Sebelumnya Kapolres Pelalawan, AKBP Ari Rachman, membantah pihaknya telah melakukan penahanan terhadap puluhan aktivis Greenpeace ketika terjadi aksi penyegelan alat berat di area konsesi RAPP.
"Polisi bukan melakukan penangkapan, melainkan melakukan pengamanan karena adanya informasi penolakan terhadap aktivitas Greenpeace oleh masyarakat yang dikirim melalui surat ke Gubernur, Polda Riau dan juga ke Polres Pelalawan," katanya.
Polisi membubarkan aksi Greenpeace di hutan lahan gambut berkedalaman 11 meter di Semenanjung Kampar yang berada di Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Kamis, (12/11/2009) sekitar pukul 17.30 WIB.
sumber :http://www.beritamusi.com/berita/2009-11/aktifis-greenpeace-diusir-lantaran-tak-punya-imb/berita/2009-11/presiden-sby-harusnya-lindungi-aktifis-lingkungan-hidup/
Bahkan, Walhi Sumsel meminta pemerintahan SBY-Boediono menjamin keamanan atau para aktifis lingkungan hidup, jika memang peduli dengan persoalan global warning.
“Kami protes berat atas penangkapan para aktifis Greenpeace tersebut. Kian kencang isu global warning, kian kencang pula tindakan represif aparat terhadap para aktifis lingkungan hidup. Aneh benar negara ini,”kata Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, di kantornya, Jalan Kapten A. Rivai, Palembang, Jumat (13/11/2009).
“Presiden SBY seharusnya melindungi para aktifis lingkungan hidup. Sebab kerja mereka itu buat menyematkan Indonesia dari kehancuran. Apa sudah tidak peka dengan peringatan dari Tuhan dan alam, seperti longsor, banjir, sebagai akibat kerusakan alam. Belum lagi perubahan iklim ini. Seharusnya, bila pemerintahan SBY-Boediono peduli dengan global warning, mereka mendukung dan melindungi aktifis lingkungan hidup,” ujar Sadat.
Jumat (13/11/2009) pagi tadi, kuasa hukum Greenpeace, Susilaningtias SH, kepada pers di di Mapolres Pelalawan, mengatakan 21 dari 33 aktifis Greenpeace telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka terkait aksi penyegelan alat berat RAPP di hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kamis (12/11/2009) kemarin.
Dari 33 orang aktivis Greenpeace itu, terdapat 11 orang di antaranya merupakan warga negara asing yang berasal dari Brasil, Jerman, Spanyol, Thailand, dan Filipina dan turut diamankan serta bermalam di Mapolres Pelalawan. Namun Polisi belum menentukan status warga negara asing itu dan mereka hanya menjalani pemeriksaan biasa.
Tapi, para aktivis yang ditetapkan sebagai tersangka itu belum ditahan. Mereka kini berada di Aula Mapolres Pelalawan. Pasal yang disangkakan Polisi terhadap 21 aktivis asal Indonesia itu adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 mengenai perbuatan tidak menyenangkan dan Pasal 551 tentang larangan masuk areal perusahaan tanpa izin.
Sebelumnya Kapolres Pelalawan, AKBP Ari Rachman, membantah pihaknya telah melakukan penahanan terhadap puluhan aktivis Greenpeace ketika terjadi aksi penyegelan alat berat di area konsesi RAPP.
"Polisi bukan melakukan penangkapan, melainkan melakukan pengamanan karena adanya informasi penolakan terhadap aktivitas Greenpeace oleh masyarakat yang dikirim melalui surat ke Gubernur, Polda Riau dan juga ke Polres Pelalawan," katanya.
Polisi membubarkan aksi Greenpeace di hutan lahan gambut berkedalaman 11 meter di Semenanjung Kampar yang berada di Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Kamis, (12/11/2009) sekitar pukul 17.30 WIB.
sumber :http://www.beritamusi.com/berita/2009-11/aktifis-greenpeace-diusir-lantaran-tak-punya-imb/berita/2009-11/presiden-sby-harusnya-lindungi-aktifis-lingkungan-hidup/
0 komentar:
Posting Komentar