Warga Desa Rambai, Kecamatan Pangkalan Lampam, Ogan Komering Ilir, mendatangi Kejati Sumsel, Selasa (29/1). Mereka meminta kejati memproses oknum jaksa yang tidak profesional.
Rabu, 30 januari 2008 | 02:35 WIB
Palembang, Kompas - Puluhan warga Desa Rambai, Kecamatan Pangkalan Lampam, Ogan Komering Ilir, Selasa (29/1), mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi atau Kejati Sumsel. Mereka mengadukan oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Kayu Agung yang dinilai tidak profesional dalam menangani kasus pembunuhan karyawan lepas PT PSM dengan terdakwa Nursiha, warga Desa Rambai.
Warga dan sejumlah LSM yang tergabung dalam Forum Perjuangan Tani Sumatera Selatan mendatangi Kejati Sumsel dengan menggunakan bus. Massa kemudian melanjutkan aksinya di Pengadilan Tinggi Sumsel.
Menurut koordinator aksi, Yuliusman, warga mengadukan oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Kayu Agung yang diduga melakukan intimidasi agar terdakwa mencabut surat kuasa kepada tim penasihat hukum. Jika terdakwa mengabaikan permintaan jaksa tersebut, maka terdakwa diancam akan dituntut hukuman penjara selama 12 tahun.
Yuliusman mengatakan, kedatangan warga juga mengadukan adanya sejumlah tuduhan yang disampaikan jaksa dalam tuntutannya yang tidak didukung fakta obyektif.
Sejumlah tuduhan yang tidak didukung fakta obyektif itu, di antaranya keterangan saksi yang menyatakan melihat terdakwa di tempat kejadian dan mendengar suaranya, dan adanya keterangan saksi namun saksi tersebut tidak pernah hadir maupun disumpah di persidangan.
Selain itu, sejumlah barang bukti yang disebutkan dalam tuntutan tidak dibawa dalam persidangan.
Asisten Intelijen Kejati Sumsel Purwata yang menemui perwakilan massa mengatakan, kasus tersebut belum sampai pada tahap putusan sehingga sesuai KUHAP terdakwa masih bisa menyampaikan bantahan.
”Kasus ini adalah kasus pidana umum, jadi penyidiknya adalah polisi. Kita perlu melihat lagi bagaimana isi berita acara pemeriksaan (BAP),” kata Purwata.
Purwata menuturkan, kejati akan melakukan ekspose kasus tersebut. Kejati juga akan memanggil jaksa yang bersangkutan melalui Kepala Kejari Kayu Agung apakah jaksa tersebut melakukan kesalahan atau tidak.
Yopie Bharata selaku penasihat hukum terdakwa mengungkapkan, saat ini sidang dalam tahap pembelaan, putusan akan dijatuhkan minggu depan. Tindakan oknum jaksa itu telah membuat terdakwa ketakutan.
”Kami mendatangi kejati dan pengadilan tinggi supaya persoalan ini menjadi persoalan publik,” kata Yopie. (WAD)
PERNYATAAN SIKAP
“Atas pembuktian-pembuktian yang direkayasa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan Nursiha Binti Toha, warga Desa Rambai Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten OKI (kasus dugaan pembunuhan secara bersama-sama yang menyebabkan matinya orang lain/ pasal 179 ayat (2) ke 3 KUHPidana)
Di dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaaan Republik Indonesia, pasal 10, ayat (1), disebutkan bahwa sebelum memangku jabatannya, Jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Jaksa Agung. Sekelumit dari sumpah atau janji tersebut, “Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara”.
Artinya dapat ditegaskan bahwa seorang Jaksa sebelum menjalankan tugas dan wewenangnya, dia telah dihadapkan pada tanggung jawab moral di hadapan Tuhan yang agung. Kemudian dalam pelaksaan kinerjanya, seorang Jaksa harus mampu pula bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya (UU Nomor 16 Tahun 2004, pasal 8, ayat (4).
Namun sepertinya apa yang menjadi dasar pijakan bagi seorang Jaksa dalam melaksanakan tanggung jawabnya, sebagaimana yang telah dimandatkan dalam undang-undang tersebut, sangat bertentangan dengan perilaku oknum Jaksa di wilayah daerah hukum Kejaksaan Negeri Kayu Agung, yang menangani kasus Ibu NRSIHA BINTI TOHA, salah satu warga Desa Rambai Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten OKI, yang diadili dalam kasus dugaan pembunuhan secara bersama-sama yang menyebabkan matinya orang lain, sebagaimana yang diatur dalam pasal 179 ayat (2) ke 3 KUHPidana.
Perlu kami sebutkan, bahwa JAKSA IRFAN NATAKUSUMA, SH, diduga telah melakukan intimidasi/tekanan secara lisan terhadap terdakwa, yang intinya PERTAMA: Supaya terdakwa mencabut
Selain itu JAKSA M. HASBI SL,SH. (pengganti JAKSA IRFAN NATAKUSUMA, SH, ketika beliau menunaikan Ibadah Haji), di dalam tuntutannya telah memberikan banyak tuduhan dan keterangan yang tidak didukung oleh fakta-fakta yang obyektif (tidak berdasarkan kenyataan/bukti-bukti yang sesungguhnya). Beberapa dalil-dalil yang tidak sesuai dengan fakta-fakta dipersidangan dalam kasus Ibu Nursiha Binti Toha tersebut, diantaranya:
- Dalil dalam keterangan saksi Bapak SYAMSI BIN SALEH (Camat Pangkalan Lampam), disebutkan oleh JPU, bahwa, “Benar saksi melihat di tempat kejadian ada terdakwa dan berteriak dengan kata “Jela”.
Padahal yang benar adalah:
“Saksi mendengar suara perempuan dengan teriakan “jela” namun tidak melihat orang“
- Dalil SABARUDIN BIN M. SAPIRI (Warga Desa Rambai/Saksi JPU), disumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: …………… dan Dalil pada halaman 6 : “Berdasarkan Saksi BASRIN BIN NASRUN (Danramil Pampangan), Saksi SYAMSI BIN SALEH, Saksi BUDI APRIANSYAH BIN H.M. NUR (Kades Rambai) dan Saksi SABARUDIN BIN M. SAPIRI menerangkan dimuka persidangan di bawah sumpah, bahwa ……………………”
Padahal yang benar adalah:
Faktanya saksi SABARUDIN BIN M. SAPIRI tidak pernah hadir di persidangan apalagi di sumpah dipersidangan.
Keterangan SABARUDIN BIN M. SAPIRI hanya dibacakan saja (sesuai Berita Acara Pidana pada tahap penyidikan) oleh PENUNTUT UMUM IRFAN NATAKUSUMA, SH) pada hari Kamis, tanggal 29 November 2007. Hal ini bertentangan dengan pasal 185, UU RI Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana, yang menyatakan : “Keterangan Saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”.
- Dalil : “Barang bukti yang diajukan dalam persidangan”
1 (satu) bilah papan panjang + 1 (satu) meter yang dicat putih bekas pagar milik terdakwa NURSIHA Binti TOHA, 7 (tujuh) batang balok kayu bekas pagar panjang + 1 (satu) meter milik pelaku yang melarikan diri dan 2 (dua) papan panjang + 1 (satu) meter yang dicat putih bekas pagar milik pelaku yang melarikan diri
Padahal yang benar adalah:
Faktanya Penuntut Umum (baik Irfan Natakusuma, SH, maupun M. Hasbi SL,SH) tidak pernah mengajukan barang bukti dalam persidangan ini.
Selanjutnya dari rekayasa-rekayasa yang disebutkan di atas, kemudian Terdakwa dinyatakan oleh Penuntut Umum secara syah dan meyakinkankan telah melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP dan dituntut penjara selama 10 (sepuluh) tahun.
Kami menilai bahwa dalil-dalil yang disampaikan oleh Penuntut Umum telah mengenyampingkan asfek kebenaran dan kejujuran. Hal ini tentunya akan menjauhkan tegaknya keadilan dalam persoalan yang dihadapi oleh Ibu Nursiha Binti Toha sebagai petani yang miskin, yang mengharapkan peradilan sebagai benteng terakhir dalam mengungkapkan kebenaran.
Untuk itu, melalui aksi unjuk rasa ini kami menyatakan :
- Memprotes tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Ibu Nursiha Binti Toha. Menurut kami tuntutan tersebut telah mengabaikan fakta-fakta yang terdapat di dalam proses persidangan. Dan melalui aksi ini, kami lembaga-lembaga yang concern terhadap persoalan yang dihadapi Ibu Nursiha Binti Toha melaporkan Penuntut Umum Irfan Natakusuma, SH dan M. Hasbi SL,SH) atas perbuatan mereka;
- Mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk memonitor jalannya proses perkara tersebut, agar 2 (dua) orang tersangka lainnya (Muhammad dan Sabirin Bin Asan) tidak mengalami persolan yang sama dikemudian hari. Hal ini penting dilakukan guna terwujudnya profesionalisme institusi Kejaksaan;
- Demi tegaknya kebenaran dan keadilan, kami mendesak Pengadilan Tinggi Palembang dan Pengadilan Negeri Kayu Agung, mengkoordinasikan kepada Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut (khususnya perkara Ibu Nursiha Binti Toha), untuk memberikan keputusan yang adil, yang didasarkan oleh keyakinan dan fakta hukum yang benar.
Palembang, 29 Januari 2008
Yuliusman
Koordinator Aksi
Tembusan:
- Kejaksaan Agung
- Mahkamah Agung
- Komisi Kejaksaan
- Komisi Yudicial
- Komnas HAM
- Kejaksaan Negeri Kayu Agung
- Pengadilan Negeri Kayu Agung
- Arsip