Sungai di Sumsel Kritis
Perlu Dipikirkan Wacana Badan Otorita Sungai
Palembang, Kompas - Sebagian sungai yang mengalir di Sumatera Selatan
sudah berada dalam kondisi kritis. Hal ini terjadi karena semakin
tingginya endapan, kerusakan di daerah aliran sungai, serta persoalan
pencemaran. Jika tidak segera diantisipasi, bencana banjir akan selalu
terulang setiap tahun.
Demikian salah satu kesimpulan dari diskusi bertema "Mungkinkah Sumsel
Terbebas Dari Banjir?" di Kantor Harian Kompas Biro Sumbagsel, Sabtu
(12/1). Diskusi yang menghadirkan pembicara dari Balai Wilayah Sungai
Sumatera VIII dan Walhi Sumatera Selatan itu turut dihadiri wartawan,
aktivis LSM, serta akademisi di Sumsel.
Menurut Mawardi, pakar sumber daya air dari Balai Wilayah Sungai Sumatera
VIII, Provinsi Sumatera Selatan merupakan wilayah yang terletak di kawasan
dataran banjir. Ini karena sebagian besar kabupaten/kota di provinsi ini
berdekatan dengan aliran sungai-sungai besar.
"Sungai Musi, misalnya, biasa disebut sebagai Batanghari Sembilan karena
memiliki sembilan anak sungai yang semuanya bermuara ke Sungai Musi.
Padahal, Sungai Musi sendiri terus mengalami pendangkalan karena
pengendapan," kata dia.
Sejumlah kawasan di Sumsel yang dinilai rawan banjir meliputi Kabupaten
Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Banyuasin, Palembang, dan sejumlah kota
lain. Dia juga menjelaskan bahwa sepanjang musim hujan tahun ini, banjir
sudah terjadi di beberapa kota/ kabupaten, misalnya banjir bandang di
Muara Enim dan banjir pasang di Musi Banyuasin beberapa waktu lalu.
Menurut Mawardi, banjir di Sumsel ini memiliki salah satu karakteristik,
yakni berupa banjir bandang dan banjir pasang. Secara umum, banjir yang
berasal dari kawasan sungai ini terjadi karena berbagai hal, di antaranya
hilangnya daerah resapan di hulu, kerusakan daerah aliran sungai, dan
pengendapan dasar sungai yang terus meningkat.
Sebagai langkah antisipasi, Mawardi menjelaskan bahwa pemerintah sudah
menggagas "Gerakan Nasional Kemitraan Pengelolaan Air". Di Sumsel, program
ini akan diwujudkan dengan kegiatan penyelamatan lingkungan.
Pemerintah lalai
Sri Lestari, Direktur Walhi Sumatera Selatan, menilai, pemerintah lalai
dalam menjaga kelestarian hutan, khususnya kawasan daerah aliran sungai
(DAS), sehingga bencana banjir di Sumsel selalu muncul tiap tahun.
"Karena itu, perlu ada badan otorita sungai yang bertugas melestarikan
sungai," katanya.
Dikatakan, Walhi mendesak pemerintah untuk menyusun pemetaan lingkungan di
Sumsel yang memuat titik kritis lingkungan.
Hal itu dinilai penting karena banjir hanya bisa diantisipasi dengan kerja
sama lintas sektor. Walhi berasumsi jikalau titik kritis ini terpantau,
pemerintah dan pemegang kepentingan bisa memprioritaskan penanganannya.
Sebagai langkah penanganan lainnya, Mawardi menilai bahwa Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan perlu memiliki sebuah penampungan air volume
besar atau tepatnya waduk. Waduk ini idealnya diletakkan di kawasan hulu
dan hilir sungai.
Dia mencontohkan Provinsi Jawa Timur yang memiliki waduk dalam jumlah
cukup banyak. Menurut dia, waduk ini nantinya berfungsi untuk menyerap
aliran hujan di kawasan hulu dan hilir, kemudian mengalirkannya lagi dalam
jumlah tertentu.
"Selama ini Sumsel sama sekali belum memiliki waduk. Dalam konteks
pertanian, keberadaan waduk juga bisa mendukung konsep irigasi. Karena
itu, kami juga memiliki program penambahan aliran irigasi di sentra
pertanian," kata Sri. (ONI)kompas
sudah berada dalam kondisi kritis. Hal ini terjadi karena semakin
tingginya endapan, kerusakan di daerah aliran sungai, serta persoalan
pencemaran. Jika tidak segera diantisipasi, bencana banjir akan selalu
terulang setiap tahun.
Demikian salah satu kesimpulan dari diskusi bertema "Mungkinkah Sumsel
Terbebas Dari Banjir?" di Kantor Harian Kompas Biro Sumbagsel, Sabtu
(12/1). Diskusi yang menghadirkan pembicara dari Balai Wilayah Sungai
Sumatera VIII dan Walhi Sumatera Selatan itu turut dihadiri wartawan,
aktivis LSM, serta akademisi di Sumsel.
Menurut Mawardi, pakar sumber daya air dari Balai Wilayah Sungai Sumatera
VIII, Provinsi Sumatera Selatan merupakan wilayah yang terletak di kawasan
dataran banjir. Ini karena sebagian besar kabupaten/kota di provinsi ini
berdekatan dengan aliran sungai-sungai besar.
"Sungai Musi, misalnya, biasa disebut sebagai Batanghari Sembilan karena
memiliki sembilan anak sungai yang semuanya bermuara ke Sungai Musi.
Padahal, Sungai Musi sendiri terus mengalami pendangkalan karena
pengendapan," kata dia.
Sejumlah kawasan di Sumsel yang dinilai rawan banjir meliputi Kabupaten
Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Banyuasin, Palembang, dan sejumlah kota
lain. Dia juga menjelaskan bahwa sepanjang musim hujan tahun ini, banjir
sudah terjadi di beberapa kota/ kabupaten, misalnya banjir bandang di
Muara Enim dan banjir pasang di Musi Banyuasin beberapa waktu lalu.
Menurut Mawardi, banjir di Sumsel ini memiliki salah satu karakteristik,
yakni berupa banjir bandang dan banjir pasang. Secara umum, banjir yang
berasal dari kawasan sungai ini terjadi karena berbagai hal, di antaranya
hilangnya daerah resapan di hulu, kerusakan daerah aliran sungai, dan
pengendapan dasar sungai yang terus meningkat.
Sebagai langkah antisipasi, Mawardi menjelaskan bahwa pemerintah sudah
menggagas "Gerakan Nasional Kemitraan Pengelolaan Air". Di Sumsel, program
ini akan diwujudkan dengan kegiatan penyelamatan lingkungan.
Pemerintah lalai
Sri Lestari, Direktur Walhi Sumatera Selatan, menilai, pemerintah lalai
dalam menjaga kelestarian hutan, khususnya kawasan daerah aliran sungai
(DAS), sehingga bencana banjir di Sumsel selalu muncul tiap tahun.
"Karena itu, perlu ada badan otorita sungai yang bertugas melestarikan
sungai," katanya.
Dikatakan, Walhi mendesak pemerintah untuk menyusun pemetaan lingkungan di
Sumsel yang memuat titik kritis lingkungan.
Hal itu dinilai penting karena banjir hanya bisa diantisipasi dengan kerja
sama lintas sektor. Walhi berasumsi jikalau titik kritis ini terpantau,
pemerintah dan pemegang kepentingan bisa memprioritaskan penanganannya.
Sebagai langkah penanganan lainnya, Mawardi menilai bahwa Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan perlu memiliki sebuah penampungan air volume
besar atau tepatnya waduk. Waduk ini idealnya diletakkan di kawasan hulu
dan hilir sungai.
Dia mencontohkan Provinsi Jawa Timur yang memiliki waduk dalam jumlah
cukup banyak. Menurut dia, waduk ini nantinya berfungsi untuk menyerap
aliran hujan di kawasan hulu dan hilir, kemudian mengalirkannya lagi dalam
jumlah tertentu.
"Selama ini Sumsel sama sekali belum memiliki waduk. Dalam konteks
pertanian, keberadaan waduk juga bisa mendukung konsep irigasi. Karena
itu, kami juga memiliki program penambahan aliran irigasi di sentra
pertanian," kata Sri. (ONI)kompas
1 komentar:
Hancur kan Penguasa Zalim.
Posting Komentar