WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Januari 14, 2008

Nursiha,Di balik Indah nya Investasi perkebunan Kelapa Sawit

Jeruji Besi Memisahkan Ibu Nursiha dan Bayinya

( mempertahankan lahan untuk kehidupan )

Dibalik cerita kesuksesan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang terus-menerus sampai saat ini semakin diperluas, sangat banyak pula cerita sedih dan memilukan. Pembangunan industri kelapa sawit yang membutuhkan jutaan hektar lahan, telah membawa konflik dimana-mana, tidak terkecuali di Sumatera Selatan.

Tulisan ini menceritakan bagaimana seorang perempuan desa yang harus mengalami kehidupan yang menyedihkan dan memilukan dikarenakan konflik yang muncul akibat pembangunan perkebunan kelapa sawit. Tentunya ini hanya sebagian kecil yang dialami perempuan-perempuan di desa yang mengalami konflik lahan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit, hal serupa ini juga banyak dialami oleh perempuan desa lainnya di Indonesia.

Nursiha, 35 tahun istri dari bapak Ependi 45 tahun, adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 4 orang anak. Selama ini kehidupannya di desa Rambai kecamatan Pangkalan Lampam kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan ia jalani sama halnya dengan perempuan di pedesaan pada umumnya. Tugas-tugas domestik selalu dilakukan oleh ibu Nursiha setiap harinya, mulai mencuci, memasak dan mengurus anak-anaknya. Ibu Nursiha lebih kurang dua tahun yang lalu ibu Nrsiha melahirkan anak perempuan bungsunya yang bernama Novia Agustin Putri. Berikut ini gambaran tentang kasus yang menimpa ibu Nursiha.

Secara ekonomi kehidupan ibu Nursiha tidaklah seperti masyarakat lainnya yang sebagian mempunyai kebun karet, sedangkan kehidupan keluarga Nursiha hanyalah mengandalkan dari memelihara/menjaga ternak milik orang lain, ia hanya memiliki 1 ekor kerbau dari ternak-ternak yang dipeliharanya tersebut.

Keluarga Nursiha mempunyai sebidang tanah yang dikelola dan dimanfaatkan bertahun-tahun oleh keluarga ibu Nursiha. Lahan yang berupa rawa tersebut dimanfaatkan untuk mencari ikan dan menggembalakan ternak, pada saat musim kemarau lahan tersebut ditanami padi yag hasinya mereka simpan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Selain itu keluarga ibu Nursiha juga mempunyai sebidang tanah ladang yang belum ditanami karena kendala permodalan.

Beberapa kali karyawan perusahaan PT. PSM akan menggarap lahan milik masyarakat desa Rambai termasuk tanah milik keluarga ibu Nursiha. Dengan menggunakan traktor mereka mencoba menggusur lahan dengan mengeruk lahan tersebut untuk dijadikan kanal agar menjadi kering dan akan ditanami kelapa sawit dan juga menggusur sebagian lahan lading.

Nursiha yang hanya pernah sekolah di kelas dua Sekolah Dasar dan buta huruf ini hanya bermodalkan keyakinan akan kebenaran tidak pernah merasa takut dan selalu berani untuk melawan atas apa yang terjadi terhadap desa. Beberapa kali aksi unjuk rasa yang dilakukan untuk menolak rencana PT. PSM ia selalu hadir, dengan bahasa sederhananya ia selalu menyatakan apa yang menurut kayakinannya sebuah kebenaran.

Matinya Pak Diman di Penjara

Ketenangan hidup di desa ini mulai terusik ketika sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Persada Sawit Mas (PT. PSM) mengantongi izin lokasi No…yang dikeluarkan oleh Bupati OKI. Dengan izin lokasi PT. PSM telah memulai operasinya di desa Rambai. Lahan masyarakat yang berupa rawa yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi keluarga ibu Nursiha akan diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Hal inilah yang membingungkan Ibu Nursiha dan juga masyarakat lainnya. Padahal selama ini belum ada proses negosiasi atau tawar-menawar dari pihak PT.PSM dengan masyarakat, yang ibu Nursiha tahu bahwa lahan-lahan yang selama ini dikelola oleh masyarakat desa Rambai tersebut akan dijadikan kebun plasma, tetapi selama ini tidak ada penjelasan yang benar tentang bagaimana kebun plasma itu sendiri akan dilaksanakan dan bagaimana dengan kehidupan masyarakat ketika lahan tersebut telah berubah menjadi kebun plasma kelapa sawit.

Sebelumnya Nursiha dan masyarakat desa Rambai mengetahui bahwa lahan-lahan didesa mereka dan desa-desa sekitar mereka akan diambil alih perusahaan ketika terbakarnya basecamp PT. PSM di desa Secondong yangmana pada saat itu 16 orang ditahan atas pengaduan PT. PSM dengan tuduhan melakukan pembakaran. Salah seorang warga masyarakat Rambai yang pada saat kejadian kebetulan sedang berada di desa Secondong juga menjadi salah satu orang yang ditahan karena dianggap turut serta dalam aksi pembakaran basecamp tersebut. Dan akhirnya Pak Diman harus menerima keputusan hakim Pengadilan Negeri Kayuagung dengan hukuman penjara 10 bulan. Ketika sedang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Raja, pak Diman harus meninggal dunia dikarenakan sakit dan depresi. Setelah meninggalnya pak Diman ini masyarakat desa Rambai semakin merasa diperlakukan sewenang-wenang oleh PT. PSM dan aparat desa dan juga Camat.

Ditangkapnya 3 orang warga ( konflik lahan yang membawa hancurnya ikatan keluarga )

Setelah beberapa bulan dari kematian pak Diman, pada suatu malam terdengar kabar bahwa salah seorang karyawan PT. PSM tertembak dadanya ketika sedang berada di rumah, entah siapa yang melakukan. Tetapi setelah beberapa minggu satu unit mobil patroli Polres OKI, 1 unit mobil pick-up milik perusahaan PT. PSM, dan 1 unit mobil pribadi jenis kijang berwarna biru tua, memasuki perkampungan Desa Rambai pada pukul 19.00 Wib. Rombongan juga bersama satu orang warga Darman (Warga Desa Rambai, yang bekerja pada perusahaan yang dikenal sebagai Preman). Polisi pada saat itu mendatangi rumah Muhammad yang merupakan Paman Nursiha yang juga adik kandung Darman sendiri, pada saat itu Muhammad yang tiba-tiba pintunya didobrak dan rumahnya yang diacak-acak ketakutan keluar rumah, pada saat bersamaan polisi yang hendak menangkap dibantu oleh Darman menangkap Muhammad yang telah terjatuh dan terdengar pula suara tembakan, Nursiha yang melihat kejadian tersebut berusaha melindungi pamannya dan harus terguling-guling di tanah dan mencoba mengingatkan Darman untuk tidak menembak saudara kandungnya tersebut ( karena menurut dugaan Nursiha bahwa pada saat kejadian itu Darman juga membawa pistol rakitan). Selain Muhammad terdapat juga dua orang warga lainnya yang kemudian ditahan di Polres OKI.

Matinya Preman Desa dan karyawan PT. PSM ( Darman bin Ciknang )

Pada tanggal 12 Juni malam terjadi peristiwa yang bermula dari undangan Kades untuk rapat membahas tentang konflik lahan, hadir pula bapak Camat dan Danramil. Lebih kurang 10 orang warga ikut terlibat dalam pertemuan tersebut, tetapi pertemuan yang direncanakan akan membahas tentang lahan tersebut justru berakhir ricuh, dikarenakan Camat menyatakan bahawa bagi masyarakat yang lahannya tidak ingin diambil alih oleh PT. PSM untuk dijadikan kebun Plasma harus dapat memperlihatkan surat-menyurat kepemilikan lahan tersebut. Padahal seperti yang kita ketahui bersama bahwa tidak ada satupun masyarakat yang memiliki surat menyurat, kepemilikan lahan selama ini mandapat pengakuan bersama dan berdasarkan batas-batas kepemilikan lahan yang disepakati dengan pemilik lahan yang berbatasaan dengan lahan mereka.

Karena tidak terjadi kata sepakat maka sebagian orang dari yang mengikuti pertemuan saling berbantahan dan terjadi percekcokan. Nursiha adalah salah satu dari orang yang ikut terlibat dalam percekcokan kata-kata tersebut.

Ketika pertemuan tersebut bubar, Kades, Camat dan Danramil meninggalkan desa bersama pula dengan Darman, tetapi di tengan jalan desa Darman masih sempat mengeluarkan kata-kata ancaman kepada masyarakat desa yang pada saat itu sedang berkumpul di tengah desa menunggu hasil pertemuan. Karena emosi yang memuncak, entah siapa yang memulai ratusan warga tersebut memukuli Darman hingga akhirnya tewas di tengah desa (Peristiwa ini juga sempat menjadi headline Koran local - sumatera ekspress).

Nursiha Menjadi Tersangka

Setelah dua minggu kematian Darman tepatnya pada tanggal 25 Juni 2007 pada 16.00 aparat kepolisian dengan mengendarai 2 unit mobil Dalmas, 12 Mobil Pribadi, dan Mobil Camat Pangkalan Lampam, berkekuatan lebih dari 100 orang memasuki desa rambai. Mereka langsung memasuki rumah-rumah yang menurut mereka adalah rumah para tersangka. Upaya penangkapan tersebut dilakukan lebih mirip tindakan brutal, beberapa polisi sempat merusak rumah warga, bahkan beberapa perempuan sempat mengalami kekerasan seperti tamparan atau tendangan. Nursiha yang sedang menggendong bayinya yang sedang berada di depan salah seorang rumah warga dibawa langsung oleh aparat kepolisian menuju Polres Ogan Komering Ilir di Kayuagung.

Setelah dua hari ditahan di Polres OKI, Nursiha mengalami demam, hal ini dikarenakan ia tidak dapat menyusi anaknya sehingga ASI yang terus berproduksi menyebabkan ia demam dan badanya panas, kemudian ia diobati oleh petugas klinik Polres OKI. Dalam pemeriksaan pihak kepolisian pada saat itu Nursiha tidak didampingi oleh pengacara atau penasehat hukum padahal pasal yang dituduhkan kepada Nursiha ancaman pidana diatas 5 tahun, apalagi Nursiha adalah seorang yang tidak bisa baca tulis atau buta huruf,. Selain itu yang melakukan pemeriksaan terhadap Nursiha adalah penyidik yang seorang laki-laki yang tentunya melakukan pemeriksaan dengan ‘gaya’ laki-laki.

Pada saat pemeriksaan di kepolisisn ibu Nursiha terlihat sangat tenang meski sesekali airmatanya menggenang diujung matanya ketika menceritakan bayinya. Sesekali ia tersenyum-senyum sendiri seperti orang yang sedikit kehilangan kesadarannya. Saat ini ibu Nursiha harus mendekam dibalik dinginnya jeruji besi, dan anaknya yang masih bayi dan belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi harus terpisah dari ibunya.

“ Semua masyarakat tidak menyukai Darman karena ulah premannya yang selalu menakut-nakuti masyarakat, tetapi tidak mungkin aku ingin membunuh Darman yang juga masih keluarga dekatku. Walaupun begitu aku rela kalau aku yang harus dipenjara, asal warga yang lain bisa hidup tenang, tidak harus dipenjara seperti aku sekarang ini dan mereka terus dapat berjuang agar lahan kehidupan kami tidak jadi diambil alih perusahaan, aku hanya rindu bayiku dan takut kalau ia nanti lupa dengan aku “ ujar Nursiha dengan air mata.

Nursiha, dan Hak-haknya Sebagai Perempuan

Novia, Bayi dan Haknya Yang Terampas

Sebagai seorang perempuan dan seorang ibu, Nursiha telah dilanggar hak-haknya. Perempuan selalu mendapat perlakuan tidak adil di dalam kondisi sosial masyarakat kita. Nursiha sebagai seorang perempuan yang berani untuk menyuarakan apa yang diyakininya sebagai sebuah kebenaran dalam berjuang untuk sebuah keadilan harus mengalami nasib yang mengenaskan.

Bayi Nursiha yang baru berusia kurang dari dua tahun ini tentunya masih membutuhkan ASI sebagai kebutuhannya, ASI merupakan makanan bagi yang nilainya tidak dapat tergantikan dengan susu formula atau makanan lainnya. Selain itu ia masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu yang seharusnya menemani dan mengasuhnya. Kehidupan ekonomi keluarganya membuat kondisi semakin sulit, suaminya tidak dapat membawa anak bayi Nursiha ini untuk sekedar membesuk Nursiha dikarenakan harus ia harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ketiga anaknya yang juga masih kecil. Sedangkan kondisi penjara yang jauh dari layak tidak memungkinkan jika anak Nursiha untuk tinggal di penjara.



Artikel Terkait:

0 komentar: