WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, Februari 23, 2008



POLITIK SDA & PEMILUKADA SUMSEL

Oleh; Anwar Sadat Kadiv HUTBUN Walhi Sum-sel, Ketua DPD Sarekat Hijau Indonesia
( SHI ) Kota Palembang




”Peluklah pohon-pohon kita, selamatkan mereka dari penebangan. Kekayaan bukit-bukit kita, selamatkan dari penjarahan (Vandana Shiva)”

Di tahun 2008 ini, propinsi Sumatera Selatan, disibukkan dengan agenda politik pemilihan umum kepala daerah (PEMILUKADA), yang tersebar di beberapa Kabupaten dan Kota, termasuk pemilukada propinsi (Gubernur). Kabupaten Pagar Alam dan Kota Lubuk Linggau merupakan dua wilayah di propinsi Sumatera Selatan yang telah melaksanakan pesta demokrasi rakyat tersebut.

Menjelang pelaksanaan, tentunya setiap kandidat akan mensosialisasikan visi dan programnya. Diharapkan melalui sosialisasi tersebut, masyarakat luas akan dapat memahami program sang kandidat. Terlepas apakah kelak jika yang bersangkutan terpilih, akan merealisasikan janjinya atau tidak, bagi kandidat hal itu merupakan persoalan kemudian. Setidaknya bagi para kandidat, melalui program yang ditawarkan, masyarakat akan tergugah, dan pada akhirnya akan memilihnya.

Hingga saat ini terdapat beberapa program yang digulirkan oleh para kandidat, calon Bupati, Walikota dan Gubernur Sumsel. Dari beberapa program yang ditawarkan atau dijanjikan, program pendidikan dan kesehatan merupakan isi kampanye yang paling mengemuka. Kiranya hal itu dapat dimengerti, mengingat persoalan pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan menawarkan program populis tersebut, setiap kandidat berharap, masyarakat akan bersimpatik terhadapnya. Untuk itu hendaknya masyarakat, dalam menentukan pilihan politiknya mampu menganalisa lebih mendalam, sejauh mana kiranya konsistensi sang calon jika berkuasa kelak dalam menepati janji-janji kampanyenya. Hal ini mungkin saja dapat ditinjau atau dinilai oleh masyarakat, dengan mendasarkan kepada integritas, kapasitas, dan latar belakang para kandidat.

Namun menurut penulis, selain persoalan pendidikan dan kesehatan, terdapat persoalan lainnya yang cukup penting, yang tidak bisa diabaikan dalam perbaikan kwalitas hidup masyarakat Sumatera Selatan, yaitu akses masyarakat terhadap pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana kita fahami, SDA akan berkorelasi dengan kwalitas kehidupan manusia, baik secara sosial, ekonomi dan ekologi. Alam merupakan komponen terpenting yang menjadi prasyarat bagi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia. Selama ini alam telah menjamin pemenuhan kebutuhan sekaligus menjadi ruang bagi hidup manusia. Interaksi manusia dengan alam tidak dapat terpisahkan, karena segala hal kebutuhan manusia pada dasarnya berasal dari kekayaan alam. Meski demikian, disisi lain kitapun harus memahami, bahwa alam juga memiliki keterbatasan untuk mampu menunjang kehidupan manusia. Tingkat populasi yang terus berkembang, akan turut mempengaruhi tingkat produksi dan konsumsi umat manusia. Sejauh mana kemampuan daya tahan alam, sangatlah tergantung dari pengaturan manusia dalam hal pemanfaatannya. Kearifan manusia mengatur kekayaan alam, akan berpengaruh kepada kelangsungan hidup alam sekitar, yang selanjutnya akan mampu membawa keberlangsungan hidup manusia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.

Kita mesti memahami bahwa pengelolaan SDA erat hubungannya dengan mainstream politik. Politik SDA berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan hidup, karena dasar politik tersebut akan melahirkan produk kebijakan, yang akan mengatur pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam. Peran itu dilaksanakan oleh pemerintah, sebagai agen pelaksana negara, yang kemudian sangat menentukan visi pengelolaan SDA. Secara konstitusi dijelaskan, bahwa pengaturan kekayaan alam harus diarahkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, karenanya penyelenggaraan SDA senantiasa harus mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, keadilan, dan berkelanjutan.

Para aktifis lingkungan, setidaknya membagi 3 bentuk politik pengelolaan lingkungan/SDA, yaitu; Eco Fasis/konservasi (lingkungan untuk lingkungan), Eco Developmentalis (lingkungan untuk pembangunan), dan Eco Populis (lingkungan untuk kerakyatan). Secara sederhana dapat diuraikan, eco fasis/konservasi, yaitu politik lingkungan yang menganggap bahwa alam harus dilindungi agar terjaganya fungsi ekosistem alam. Sementara eco developmentalis, yaitu politik lingkungan yang memandang bahwa alam merupakan sumber kekayaan negara yang perlu dieksploitasi dalam menunjang keberlanjutan pembangunan. Sedangkan eco populis, yaitu politik lingkungan yang melihat bahwa alam merupakan bagian dari kehidupan manusia yang harus ditata, guna terdistribusinya hasil kekayaan alam secara merata, dan terjaganya entitas lingkungan hidup. Dari ketiga model tersebut, selama orde baru berkuasa, setidaknya bentuk pertama dan kedualah yang lebih dominan diterapkan di Indonesia, meski banyak pula wilayah konservasi yang pada akhirnya harus beralih fungsi menjadi kawasan pembangunan.

Proses yang cukup lama terhadap dua pendekatan pengelolaan tersebut, senyatanya telah memunculkan berbagai persoalan kemanusiaan dan lingkungan hidup, berupa bencana struktural. Kemiskinan, ketimpangan sosial, dan rentetatan bencana alam, adalah potret realitas dari produk politik pengelolaan alam selama ini. Ekspolitasi habis-habisan terhadap kehidupan alam, telah menyebabkan lingkungan berada pada titik kehancuran. Sementara upaya perbaikan yang dilakukan, ternyata tidak sebanding dengan kerusakan yang telah diciptakan. Kondisi inilah yang membuat bumi yang kita pijak rawan terhadap berbagai bencana alam. Termasuk Sumatera Selatan adalah wilayah yang rawan terhadap bencana banjir dan tanah longsor. Kota Palembang dan empat kabupaten lainnya; Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Ogan Komering Ulu Timur, di tahun 2007 dinyatakan sebagai wilayah siaga banjir. Di sisi lain, kekeliruan politik SDA yang diterapkan selama ini, juga telah menghasilkan kemiskinan berjamaah bagi kehidupan rakyat. Pengebirian hak rakyat, menjadikan masyarakat harus tercerabut dari akar produksinya. Berbagai sengketa SDA, menunjukkan bahwa pemerintah belum memiliki political will terhadap perbaikan kwalitas hidup rakyatnya.

Untuk itu penting kiranya bagi para kandidat peserta pemilukada, untuk dapat memasukkan agenda penataan SDA dalam visi programnya, dan menjadikan program tersebut sebagai basis utama penyelenggaraan pemerintahannya kelak. Sebagai contoh, dalam pentas politik pemilihan presiden tahun 2004, di dalam program kampanye ekonominya, SBY-MJK juga menyusun beberapa agenda yang berhubungan dengan penataan, pengelolaan dan pemanfaatan SDA, diantaranya; (1) perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja; (2) penghapusan ketimpangan dalam berbagai bentuknya; (3) perbaikan pengelolaan sumber daya alam serta pelestarian mutu lingkungan hidup; dan (4) revitalisasi pertanian dan aktifitas pedesaan.

Keseriusan pemerintah dalam mengatasi persoalan mutu lingkungan, tidak hanya akan meminamilisir laju bencana, juga akan berinfak kepada perbaikan kwalitas kehidupan masyarakat. Memberi ruang bagi masyarakat dalam mengurus rumah tangga alamnya, adalah jalan keluar dalam menjawab krisis struktural yang mengitari kehidupan masyarakat kita. Pengelolaan SDA yang berkerakyatan akan menjamin kehidupan rakyat, yang selama ini terpuruk akibat dari model pembangunan yang menegasikan hak hidup mereka. Selama ini akses masyarakat terhadap ruang hidup yang telah mampu mengembangkan potensi diri dan alamnya, telah dibatasi oleh berbagai aturan yang senyatanya lebih memberi ruang bagi segelintir kelompok pemodal.
Tentunya harus menjadi kesadaran bagi kita semua, bahwa cukup sudah tangan-tangan kita menjarah hasil alam, tanpa didahului dengan tata kelola yang adil dan lestari.






Artikel Terkait:

0 komentar: