Demikian kalimat yang keluar dari Gubernur Sumsel Ir H Alex Noerdin SH ketika memaparkan persiapan pelaksanaan SEA Games 20011 serta peluang investasi dihadapan anggota DPRD Sumsel, Rabu (26/5). Pernyataan ini sekaligus klarifikasi atas fitnah dan tuduhan yang dialamatkan kepadanya terkait rencana rehab Gedung Olahraga (GOR) Kampus Palembang.
Seperti diketahui, beberapa anggota DPRD Sumsel ada yang menolak penyerahan aset GOR Kampus kepada PT GISI selaku pihak kedua (investor) yang akan mengubah GOR menjadi kawasan Palembang Sport Covention Center (PSSC) dengan pola Build Operate Transfer (BOT) selama 28 tahun. Persoalan lain yang mencuat, yakni adanya ketersinggungan dari anggota DPRD karena Pemprov Sumsel tidak pernah membicarakan terlebih dahulu kepada DPRD soal BOT tersebut. Keterkejutan itu memuncak, gedung DPRD sudah ada aktivitas penutupan dan pemasangan gambar dan billboard di kawasan GOR. Tentangan serupa datang dari aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang menilai pembangunan PSSC justru menghilangkan kawasan hijau yang menjadi paru kota. Tentangan itu dibuktikan dengan aksi turun ke jalan yang dilakukan Walhi kemarin.
Terkait percepatan pembangunan dan SEA Games 2011, beberapa angota DPRD Sumsel juga menilai, eksekutif dengan sengaja menghapuskan rencana pembangunan Islamic Center di Jakabaring, dan sebagian tanahnya dicaplok PT Bank Sumsel yang saat ini sedang membangun gedung perkantoran 17 lantai. Terhadap tuduhan dan tundingan ini, semua dijawab Alex Noerdin secara lugas.
Menurutnya, ada alasan Pemprov Sumsel belum memberikan penjelasan kesiapan Sumsel pelaksanaan SEA Games 2011 kepada DPRD. Dikatakan, Pemprov Sumsel belum mendapat kepastian berapa cabang olahraga (Cabor) yang akan dimainkan di Sumsel karena selalu berubah-ubah, termasuk pendanaanya. Di Desember 2008, oleh Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menetapkan delapan Cabor, kemudian 15 Februari 2010 ditambah tiga cabor, dan Maret 2010, KONI dan KOI kembali menambah menjadi 19 Cabor.
"Saya mohon maaf karena selama kini kurang berkomunikasi. Baru saat ini bisa memberikan penjelasan, begitu ada kepastian dari pemerintah pusat," kata Akex Noerdin.
Dari 19 atau mungkin 23 Cabor, 85 persen dimainkan di Jakabaring dan 15 persen di kawasan Kampus Palembang. Dalam kesiapan venues, ada yang dibangun baru dengan sumber dana dari dana CSR perusahaan nasional dan asing di Sumsel, BOT serta hibah dengan total 1,8 triliun. Tetapi ada juga rehab dengan menggunakan dana APBD sebesar Rp 74 miliar yang tentunya persetujuan DPRD yang mulai dikerjakan awal 2011.
Direktur Walhi: GOR Itu Milik Publik
PALEMBANG - Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat menegaskan, aksi tolak ahli fungsi kawasan GOR menjadi kawasan private, dimaksudkan mewarning Pemprov Sumsel bahwa kawasan GOR adalah milik publik. Pemprov diminta tidak mengutak-atik kawasan GOR apalagi menswastanisasikan GOR dengan alasan tak ada dana untuk memperbaiki kawasan.
Menurut Sadat, aksi adalah bentuk perlawanan terhadap pemerintah yang akan memprivatisasi GOR. "Ini perjuangan kita mempertahankan ruang publik yang ada," katanya, Rabu (26/5).
Dijelaskan, aksi diisi dengan penggalangan dana dar publik untuk diserahkan ke Pemprov Sumsel. Dana tersebut sebagai stimulan ke Pemprov Sumsel dan juga bentuk protes kepada pemerintah bahwa kawasan GOR harus tetap jadi kawasan publik.
"Kalau alasan privatisasi oleh pemerintah karena tidak ada dana adalah naif. Sumsel kaya," kata Sadat dalam orasi.
Sadat berpendapat jika alasan untuk peningkatan pendatan daerah, dinilai tidak rasional. Sumbangsih swasta masih patut dipertanyakan karena selana ini tidak signifikan.
Gerakan Rakyat Tolak Alih Fungsi Kawasan GOR
Massa yang mengatasnamakan dirinya Gerakan Rakyat Tolak Alih Fungsi Kawasan Publik, Rabu (26/5) menggelar aksi damai. Aksi itu dipusatkan di kawasan Gedung Olahraga Jl. POM X Kampus Palembang, sekitar pukul 11.
Mereka menyerukan penolakan terhadap rencana pemerintah mengalihfungsikan kawasan itu sebagai kawasan bisnis.
Menurut Anwar Sadat, koordinator gerakan itu, pengalihfungsian kawasan GOR jadi kawasan bisnis akan menghilangkan fungsi ekonomi, sosial, budaya.
“Apalagi, GOR ini termasuk kawasan terbuka hijau bagi publik,” ujarnya.
Sadat menerangkan, kawasan rimbun dengan lahan seluas 5 hektare, dan di dalamnya ada kolam retensi untuk menampung air, ini mampu memasok kebutuhan oksigen atau udara bersih bagi warga Palembang.
Sebabnya, “Ada 414 batang pohon untuk kebutuhan 1.500 orang per hari (0,5 kg per orang). Ini memberikan kesejukan dan udara bersih,” kata Sadat, yang juga Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan, ini.
Rencana pemerintah yang akan menyulap GOR jadi kawasan bisnis tanpa menghilangkan pohon-pohon yang ada, dianggap Sadat sebagai wacana sepintas lalu saja.
“Itu sekedar wacana. Jikapun begitu, tetap saja fungsi sosial kawasan itu akan terganggu. Apalagi, bila dikelola swasta, maka akan jadi kepentingan swasta saja,” Sadat berujar.
Pertengahan April lalu, saat menghadiri pemaparan soal renovasi kawasan GOR, di Kantor Pemerintah Kota Palembang, Asisten II Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Eddy Hermanto, mengatakan, GOR Kampus akan dibangun berkonsep seperti Balai Sarbini Jakarta. Akan ada kolam retensi sebagai hiasan dan dibangun lokasi jogging.
“Ditargetkan pembangunannya sudah rampung sekitar Mei atau Juni 2011. Kami optimistis semuanya dapat berjalan lancar. Tentunya, ini perlu dukungan dari masyarakat Kota Palembang,” ujar Eddy Hermanto.
Selama proses pembangunan, dia menjamin tidak ada satupun kawasan hijau yang menjadi paru-paru kota di sekitar GOR yang akan dikorbankan.
“Bahkan, kita akan membuat kawasan itu lebih hijau,” Eddy Hermanto berujar, seraya menambahkan, segala proses perizinan pembangunan sudah berjalan. Begitu juga soal kajian lingkungan bagi pembangunan hotel di kawasan itu, tetap diprioritaskan.
Kawasan GOR memang biasa dimanfaatkan warga Palembang untuk aneka kegiatan. Mulai dari berolahraga, diskusi, belajar, memancing, hingga bersantai semata. Di tempat ini juga kerap digelar even-even seni dan budaya.
Lokasinya teduh dan rindang. Hal itu, kata Dede, koordinator aksi gerakan itu, dimungkinkan karena kawasan hijau GOR juga menyimpan 1.800 meter kubik air tanah per tahun, dan mampu mentransfer 8.000 liter air per hari.
“Ini setara dengan pengurangan suhu 5-8 derajat celsius,” ujar Dede.
Begitu pula aktivitas ekonominya. Setiap hari, menjelang sore hingga dinihari, di areal kawasan itu berderet gerobak dan tenda. Pemerintah memang menyediakan kawasan itu bagi penjual nasi goreng dan dagangan lain, supaya lebih terpusat. Syaratnya, mereka harus tetap menjaga kebersihan di sekitar jualan. Aktivitas publik inilah yang dikhawatirkan akan hilang bila kawasan GOR jadi dialihfungsikan.
“Pengalihfungsian ini mengarah pada pengembangan modal dan bisnis,” ujar Sadat.
Dalam aksi itu juga digelar penggalangan dana sebagai bentuk protes pengalihfungsian kawasan publik. Dana ini, kata Sadat, “Secara simbolis dimaknai untuk revitalisasi kawasan GOR sebagai kawasan publik.”
Salah seorang warga memberikan dukungan terhadap aksi yang digelar hari ini. “Memang tempat publik seperti ini jangan digusur, harus dipelihara ruang terbuka hijaunya,” kata warga itu.
Ada pula pertunjukan teaterikal dalam aksi damai itu. Empat pria, sekujur tubuh mereka dilumuri cat hijau, leher dikalungi dedaunan.
Rombongan “manusia hijau” itu mengepung sebuah pohon yang sebagian batangnya sudah terkelupas dan berwarna kecoklatan. Wajah mereka mengadah menatap pohon, seolah meratapi matinya pohon itu.
Aktivis Lingkungan Protes Alih Fungsi GOR
Rencana alih fungsi kawasan GOR mendapat tentangan keras dari aktivis lingkungan hidup. Mereka menggelar aksi menolak alih fungsi GOR untuk dijadikan kawasan private atau privatisasi GOR. Aksi digelar di halaman GOR, Rabu (26/5).
Menurut Ketua Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, Darto Marelo, kawasan GOR adalah kawan milik publik. "Ini kawasan ini bukan milik pemerintah, tetapi milik publik. Jangan dialihfungsikan," tegasnya sebelum aksi dimulai.
Pantauan Sripo, aksi diawali dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya oleh seluruh peserta aksi tolak alih fungsi GOR. Selain itu aksi akan diisi teatrikal, penggalangan opini serta penggalangan dana untuk renovasi GOR.