Data Walhi Sumsel 2014 :Peta Sebaran Titik Api di lahan Perkebunan dan HTI selama bulan Agustus 2014 |
Tidak berbeda dengan apa yang
terjadi pada tahun tahun sebelumnya, Bencana kabut asap akibat dari kebakaran
Hutan dan lahan kembali terjadi di Propinsi Sumatera selatan.
Berdasarkan laporan data satelit
Terra dan aqua akibat dari kemarau yang terjadi selama bulan 1 – 31 Agustus
2014, telah menyebabkan terjadi titik api (Hot spot) yang menyebar di berbagai
Kabupaten di Sumatera selatan seperti
Musi Banyuasin, Musi rawas, OKI, Ogan Ilir, Lahat dan Muara enim.
Adapun jumlah titik api di
sumatera selatan yang tersebar di beberapa kabupaten tersebut sebanyak 253
titik api.
Namun dari sebaran titik api yang
ditemukan oleh satelit Terra dan aqua
yang diterima oleh Walhi sumsel, berdasarkan analisis peta yang kami lakukan,
titik api tersebut di dominasi berada di dalam izin konsesi perusahaan baik itu
Perkebunan maupun Hutan Tanaman Industri (HTI).yang terdiri dari 69 Titik api
berada di Perkebunan Sawit, sedangkan untuk titik api yang berada di dalam
Hutan Tanaman Industri sebanyak 73 Titik api
Selanjutnya dari 253 Titik api
tersebut ketika di overlay diatas peta lahan gambut di sumatera selatan, terdapat
42 titik api. Lahan gambut tersebut berada didalam konsesi perkebunan dan Hutan
Tnaman Industri yang luas dari kedua izin tersebut saat ini telah menguasai
sekitar 2,3 Juta Hekta.
Atas temuan ini, kami
menyayangkan pernyataan Kepala UPTD Kebakaran Hutan dan Lahan beberapa hari
lalu di media massa, yang mengatakan bahwa Titik api yang bermunculan di
sumatera selatan selama bulan agustus ini, tidak berada dilahan Gambut.
Persoalan Titik api yang
menyebabkan Kabut asap di sumatera selatan ini terlihat dibiarkan oleh
Pemerintah Propinsi sumatera selatan, dan diduga hal ini menjadi proyek tahunan
oleh beberapa Instansi terkait, untuk mengambil keuntungan dari besaran biaya
(APBD dan APBN) yang dikeluarkan setiap tahun. misalnya berdasarkan Pernyataan
Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) pada bulan Juni 2014 lalu bahwa,
BNPB menyiapkan dana sedikit 355 Milyar untuk melakukan pemadaman api di
sumatera. Hal ini belum lagi ditambah dana bantuan dari beberapa Perusahaan Perkebunan
dan HTI untuk memadamkan api.
Pemadaman api memang harus
dilakukan oleh pemerintah agar tidak menjadi bencana yang lebih besar lagi,
namun dengan kejadian yang berulang setiap tahunan (bencana musiman) maka upaya
teknis penangulangan, tidaklah menyelesaikan persoalan karena akar dari
persoalan kebakaran Hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap dan berdampak
terhadap Polusi udara adalah akibat Buruknya Tata Kelolah Hutan dan lahan yang
ada di Sumatera selatan serta minimnya upaya penegakan hukum terhadap
Perusahaan perusahaan baik Perkebunan maupun HTI yang didalamnya konsesi/izinya
terdapat titik api, padahal secara aturan atas kejahatan Lingkungan Hidup yang
perusahaan lakukan telah diatur dalam Perundang-undangan dan peraturan
pemerintah.
Seperti Undang – undang No.
18 tahun 2004 tentang perkebunan, diatur tentang larangan pembukaan lahan dengan
cara membakar.
Pasal 48
(1)
Setiap orang yang dengan
sengaja membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat
terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalma Pasal 26,
diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 49
(1)
Setiap orang yang karena kelalaiannya membuka dan/atau mengolah
lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan
fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, diancam dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Selanjutanya
dalam undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup disebutkan bahwa :
Pasal 116
(1)
Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk,
atau atas nama badan usaha, tuntutan
pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a.
badan usaha; dan/atau
b.
orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana
tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak
pidana tersebut.
(2)
Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau
berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha,
sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak
pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara
sendiri atau bersama-sama.
Pelanggaran Pidana
dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan :
Pasal 50
(3). Setiap orang
dilarang:
d. membakar hutan;
Selanjutnya pasal
79 ayat (3) mengatur tentang tindak pidana kehutanan
:
(3)
Barang
siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Mengenai
pertanggung jawaban tindak pidana kebakaran maka kita merujuk pada Peraturan
Pemerintah No. 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang
Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan, dalam pasal 13 dan pasal 15;
Pasal 13 :
Setiap penanggung jawab usaha yang usahanya dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan wajib
mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya
Pasal 15 :
Penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 wajib melakukan pemantauan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan
dan atau lahan di lokasi usahanya dan melaporkan hasilnya secara berkala
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali yang dilengkapi dengan data
penginderaan jauh dari satelit kepada Gubernur/
Bupati/Walikota dengan tembusan kepada instansi teknis dan instansi yang
bertanggung jawab.
Dengan banyaknya aturan tersebut
maka tidak ada alasan bagi Aparat Hukum dan pemerintah daerah untuk membiarkan
pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang berakibat fatal terhadap lingkungan
hidup dan kesehatan masyarakat.
Selain dari hal tersebut, upaya
pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah daerah sumatera selatan. ini
memperkuat dugaan kami selama ini bahwa Kerjasama BP – REDD dan Pemprov sumsel yang
beberapa waktu lalu ditanda tangani bersama tentang program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi
Hutan dan Lahan Gambut (REDD+) di Provinsi Sumatera Selatan. Hanyalah
perjanjian diatas kertas tanpa ada upaya mewujudkannya.
-Selesai-
Catatan Informasi :
Saat ini Walhi secara nasional
sedang melakukan gugatan terhadap Presiden, Kementerian kehutanan, lingkungan
hidup dan beberapa Kepala Daerah indonesia
atas perbuatan melanggar Hukum yang dilakukan oleh pemerintah dengan
melakukan pembiaran atas bencana kabut asap yang terjadi pada 2013 lalu. Dimana
persidangan atas kasus ini masih berjalan di PN Jakarta Pusat.
Kontak Person :
Walhi Sumsel : Hadi jatmiko 0812 731 2042
0 komentar:
Posting Komentar