Bencana asap akibat kebakaran
Hutan dan lahan di propinsi sumatera selatan sejak bulan agustus sampai dengan
saat ini belum berhenti, malah semakin parah seiring dengan musim kemarau yang
menurut BMKG sumatera selatan 8 September lalu melalui Kepala Seksi Observasi
dan Informasi Stasiun Klimatologi Kenten. Akan berakhir paling cepat di bulan
Oktober, saat musim Hujan tiba. Artinya seluruh masyarakat sumsel harus rela
menangung bencana akibat pembiaran pemerintah dan kejahatan lingkungan hidup
yang dilakukan perusahaan.
Bencana asap adalah dampak dari buruknya tata kelola hutan dan lahan yang di praktekan oleh pemerintah Propinsi Sumsel dan pemerintah kabupaten/Kota. Dengan melakukan obral izin tanpa mengindahkan daya tampung dan daya dukung Lingkungan Hidup. Disisi lain penegakan Hukum dan pengawasan terhadap perusahaan yang diberikan izin jauh panggang dari Api.
Contoh penguasaan lahan dan hutan
yang timpang antara masyarakat dengan Perusahaan. Grup Perusahaan Asian Pulp
And Paper (APP) melalui 7 perusahaan yang bergerak di Perkebunan Kayu (HTI) menguasai
setidaknya 792,135 Hektar atau sekitar 47 Persen dari 1,669,370 Hektar luas Hutan produksi di
sumatera selatan yang diperuntukan untuk HTI
Sedangkan penguasaan lahan di
kawasan hutan yang diberikan oleh pemerintah Melalui skema PHBM (HD,HTR dan/atau
HKM) hanya seluas ±12.000 Hektar atau tidak sampai 1 persen dari luasan hutan
sumsel.
Luasnya penguasaan hutan dan
lahan oleh Perusahaan Perkebunan dan HTI berdampak munculnya bencana asap yang
setiap tahunnya terus berulang. Berdasarkan data Hotspot yang diterima oleh
Walhi sumsel dari satelit Terra dan aqua selama Agustus - 16 september 2014.
Dari 1173 Hotspot, 169 nya berada dilahan Perusahaan Perkebunan dan 531 Titik
terbanyak berada didalam konsesi Hutan Tanaman Industry.
Adapaun titik api di konsesi HTI
tersebut, 417 titiknya berada diwilayah konsesi HTI perusahaan Asia Pulp and Paper
(APP) diatas lahan gambut. merupakan salah satu Perusahaan produksi kayu
terbesar di Dunia milik pengusaha Singapura.
Banyaknya hotspot di dalam konsesi HTI APP menunjukan bahwa
Pemerintah Daerah maupun pusat melalui Dinas kehutanan Gagal melaksanakan
mandate menjaga kawasan hutan dan gambut dari kerusakan akibat kebakaran,
dengan skema memberikan penguasaan kawasan hutan terhadap HTI. Karena
hakikatnya pemberian izin HTI terhadap kawasan hutan berdasarkan
P.19/menhut.II/2007 yang telah diubah menjadi p.11/Menhut-II/2008 tentang tata
cara pemberian izin dan perluasan izin pemanfaatan Hutan kayu pada hutan
Tanaman Industri. Harus diberikan kepada hutan produksi yang tidak produkti
(rusak) gunanya untuk meningkatkan potensi hutan tersebut, dengan tidak merusak
lingkungan dan menghilangkan fungsi Pokoknya. Memeprcepat pemulihan kawasan
Hutan dari kerusakan sehingga mampu meningkat fungsi Hutan.
Akan tetapi harapan diatas
tidaklah tercapai malah memperparah kerusakan hutan dan gambut itu sendiri, seandainya lahan tersebut di biarkan maka Alam
akan mampu memulihkan dengan sendirinya.
selanjutnya menyikapi bencana asap
yang telah lintas negara dan berulang
terjadi ini, 2 hari lalu (15/9) melalui sidang Paripurna DPR menyepakati untuk
meratifikasi AATHP (ASEAN Agreement on Transboundary haze Polution) atau
perjanjian pengendalian Polusi asap lintas Negara ASEAN dalam perundang undang
Indonesia. Hal ini menjadi peluang untuk Indonesia mendapatkan bantuan Negara
Negara untuk mengendalikan Kebakaran Hutan dan lahan namun secara substansi
(penyelesaian pada akar masalah) tidaklah berdampak apapun jika tanpa ada upaya
serius pemerintah Indonesia menegakan Hukum.Salah satunya penegakan humum
perusahaan pembakar lahan serta menuntut pertanggung jawaban Negara Negara
ASEAN seperti Singapura atas Kebakaran Hutan dan lahan di Indonesia yang di
dominasi dilahan konsesi Perusahaan yang berasal dari Negara Negara tersebut.
Atas kondisi ini maka Walhi
Sumatera selatan menuntut Pemerintah untuk :
- Segera mencabut Izin izin perusahaan pembakar lahan dan hutan karena hal ini membuktikan bahwa perusahaan tidak bisa merawat dan menjaga lahan dan konsesinya dan segera memberikan lahan tersebut kepada masyarakat karena masyarakat lebih bisa menjaga lahan dan hutan dari kerusakan dengan arif dan bijaksana ketimbang perusahaan.
- Melalui perjanjian AATHP (ASEAN Agreement on Transboundary haze Polution) kami menuntut pemerintah melakukan penegakan Hukum dengan menjerat Koorporasi baik perkebunan dan HTI dengan meminta ganti kerugian atas kerusakan dan segera melakukan pemulihan lingkungan hidup
- Menuntut Negara Negara ASEAN Singapura dan Malaysia yang telah terlebih dahulu meratifikasi AATHP untuk turut bertanggung jawab atas Bencana Asap di Sumatera selatan dengan memberikan sanksi terhadap perusahaan perusahaan mereka yang beroperasi di Indonesai yang didalam konsesinya terdapat kebakaran dan titik api seperti Asia Pulp and paper (sinar mas Group)
- Hentikan kebijakan Ekspansi Perkebunan dan HTI di Sumatera selatan karena kebijakan ini telah merugikan lingkungan hidup,rakyat dan Negara,
- Meminta Dinas Pendidikan Sumsel untuk meliburkan dan mengubah jadwal Sekolah bagi anak anak sekolah khususnya SD guna mencegah Dampak lebih besar terhadap rakyat khsusnya kaum rentan anak anak, Perempuan dan Lansia.
Palembang, 19 September 2014
Eksekutif Walhi Sumsel
Hadi Jatmiko
Direktur
0 komentar:
Posting Komentar