WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Juni 15, 2015

Walhi Bentang Spanduk di Tongkang Pengangkut Batubara

Aktivis Walhi Sumsel dan Sahabat Walhi bentangkan spanduk di atas Tongkang Batubara yang melintas di Sungai Musi
 
Palembang, Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi wilayah Sumsel berunjuk rasa memperingati Hari Lingkungan Hidup yang jatuh tanggal 5 Juni tiap tahun.
Aksi Walhi digelar dengan pembentangan spanduk di atas tongkang batubara yang melintas di Sungai Musi, Sabtu (6/6/2015).
Koordinator Aksi yang juga Ketua Desk Disaster Walhi Sumsel, Dino Mathius mengatakan, aksi itu sebagai bentuk tuntutan terhadap pemerintah dan perusahaan pertambangan yang mengeksploitasi alam dan kekayaan Sumsel namun mengesampingkan kepeduliannya terhadap lingkungan.
“Masih banyak lingkungan yang rusak diakibatkan oleh aktifitas perusahaan pertambangan. Mereka tidak ramah lingkungan dan eksploitatif terhadap sumber daya alam. Makanya aksi ini dilakukan agar jadi perhatian bagi mereka, baik pemerintah maupun perusahaan,” ujarnya kepada Sripo, Minggu (7/6/2015).
Spanduk warna putih berukuran enam meter yang bertuliskan ‘Lindungi Sumber Daya Alam, Tegakkan dan Adili Penjahat Lingkungan’ itu dibawa dan dibentangkan oleh aktivis dari Walhi Sumsel.

Meski mendapat larangan dari pemilik tongkang, mereka tetap melakukannya hingga 30 menit.
Dino menjelaskan, Sumsel menjadi salah satu provinsi yang memiliki ancaman kerusakan lingkungan terbesar akibat pertambangan batubara.
Tercatat ada 30 persen atau sekitar 2,7 juta hektar dari 8,7 juta hektar luas wilayah Sumsel berstatus izin usaha pertambangan, baik ekplorasi maupun operasi produksi.
“Pemerintah mulai obral izin pertambangan sejak tahun 2009 lalu. Ketika itu pula banyak terjadi kasus lingkungan mulai dari kerusakan akibat pencemaran yang terjadi di Sungai Musi dan anak sungai lainnya, peningkatan suhu udara mikro yang terjadi di kampung sekitar tambang bahkan merembet ke Kabupaten atau kota,” katanya.
Sering juga terjadi konflik horizontal atau vertikal akibat dari perampasan lahan dan perusakan hutan milik masyarakat.
Yang sering terjadi juga dugaan korupsi menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 miliar.
“Hutan di provinsi ini luasnya sekitar 3,7 juta hektar, tapi 80 persen dari luasan itu mengalami Deforestasi dan Degradasi . Berdasarkan catatan Forest Watch Indonesia, hutan Sumsel setiap tahunnya sejak 2009-2013 mengalami Deforestasi mencapai 33 ribu hektar. Terbanyak terjadi di di dalam hutan yang dibebani izin dari pemerintah,” paparnya.
Dino menegaskan Walhi Sumsel mendesak pemerintah menghentikan pengeluaran perizinan baik pertambangan, perkebunan ataupun Hutan Tanam Industri di Sumsel.
Selain meminta aparat penegak hukum bersikap tegas dengan memproses perusahaan penjahat lingkungan.
“Cabut izin izin perusahaan yang selama ini mencemari lingkungan hidup, merusak hutan dan menyebabkan bencana ekologi di Sumsel. Apabila penjahat lingkungan tidak ditangkap dengan cepat, maka bencana ekologis akan terus mengancam,” imbuhnya.



Artikel Terkait:

0 komentar: