Palembang 22 Maret 2016. Sepanjang tahun 2014-2015, WALHI mencatat seluruh daerah (Kabupaten/Kota) di
Sumatera selatan mengalami persoalan
terkait sumber daya air, Penyebabnya di
dominasi oleh kerusakan wilayah serapan air (Hutan dan Lahan) oleh Perkebunan
Sawit skala Besar, Pertambangan Batubara dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang
saat ini izinnya mencapai 6 Juta Hektar (4 kali luas kepulauan Bangka Belitung).
Selain itu kerusakan air, juga di sebabkan oleh industri yang terus menerus membuang limbahnya ke Sungai yang merupakan
sumber hidup bagi seluruh Rakyat sumatera selatan.
Pada tahun ini
berdasarkan catatan Walhi Sumsel, Kota Pagar Alam merupakan wilayah yang paling sering
mengalami persoalan terkait Air,
yakni sebesar 15 %. Kemudian disusul oleh Kabupaten OKU Selatan. Krisis ini merupakan dampak dari kerusakan
lingkungan hidup yang terjadi, berdasarkan kategori 78,4 % krisis air di Sumsel
disebabkan oleh kerusakan lingkungan hidup, kemudian 11,7 % disebabkan oleh
pencemaran lingkungan hidup, dan 9.8 % penyebabnya adalah kombinasi (kerusakan dan pencemaran). Akan
tetapi, pada umumnya kasus kerusakan lingkungan hidup sering terjadi dengan
didahului oleh pencamaran yang kemudian terakumulasi sehingga menjadi kerusakan
lingkungan hidup.
Dari 60 lebih kasus catatan permasalahan air di Sumatera Selatan, 64,7% nya merupakan persoalan krisis air
bersih yang dialami secara langsung oleh masyarakat. Kemudian 35,3% nya
merupakan kasus krisis air, seperti kekeringan atau ketiadaan pasokan air untuk
masyarakat. Krisis tersebut banyak disebabkan oleh kekeringan sebesar 49 %,
kemudian pencemaran sungai sebesar 17,6 %, dan disebabkan oleh musim kemarau
yang berkepanjangan sebesar 15,7 %. Krisis air bersih juga sering terjadi di
wilayah yang memiliki karakteritik lahan basah (gambut),
dimana + 1,2 juta ha dari 8,7 Juta Ha Luas Sumatera selatan merupakan lahan Gambut. Akibatnya
air bersih sulit untuk
dapat dikonsumsi masyarakat untuk kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan karakteristik wilayah, Pagar Alam merupakan
yang memiliki dataran cukup tinggi. Seharusnya kota ini
tidak akan mengalami krisis Air namun faktanya menunjukan justru persoalan krisis air
paling sering terjadi. Penyebabnya
wilayah tangkapan air yang
terus berkurang, termasuk di wilayah dataran yang lebih rendah dimana tata
ruang banyak di alihfungsikan
oleh kegiatan yang mengekspolitasi sumber daya air. yaitu perkebunan sawit dan
industri kehutanan. Sementara untuk wilayah yang banyak terdapat izin
pertambangan, karakteristiknya adalah mengekstraksi wilayah tangkapan air.
Seperti di Kabupaten Lahat.
WALHI Sumsel melihat kebijakan pengelolaan sumber daya
air belum mampu menjawab persoalan krisis yang dialami masyarakat, justru
semakin memperburuk keadaan. Pembangunan infrastruktur pun lebih banyak
menekankan pada pendekatan teknokratik, ketimbang mempertahankan Wilayah
Kelola Masyarakat yang terbukti mampu menjaga keseimbangan
alam. Prediksi WALHI Sumsel, jika pola dan model pembangunan yang mengekstraksi
sumber daya alam secara besar-besaran tetap dilakukan, maka kehancuran ruang
kehidupan di Sumatera Selatan akan semakin cepat. Bencana ekologis yang serentak
terjadi dalam sebulan terakhir, terdapat bukti dan fakta bahwa banyak
wilayah-wilayah baru yang mengalami bencana ekologis, padahal tidak terjadi di
tahun-tahun sebelumnya.
Untuk segera keluar dari berbagai krisis yang ada, Pemerintah
Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan harus kembali mendalami kajian lingkungan hidup secara komprehensif.
Dimulai dengan mengkaji kembali berapa kemampuan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup, yang mampu disinergikan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan
demikian, pemerintah dapat merumuskan agenda pembangunan yang adil dan
berkelanjutan. Sementara itu, hal terdekat yang dapat dilakukan adalah melakukan
evaluasi dan mereview izin serta kebijakan kepada berbagai sektor industri yang berdampak besar
dan signifikan
kepada sistim ekologis. Pemerintah juga harus mendukung dan mengakui wilayah
kelola masyarakat yang selama ini berkontribusi dalam menjaga lingkungan secara
arif. Tidak cukup selesai pada tingkat administratif, melainkan juga dengan
dukungan kawasan ekologis yang memberikan kontribusi secara berkelanjutan bagi peri-kehidupan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Provinsi Sumatera Selatan
Narahubung:
Hadi Jatmiko (Direktur Eksekutif): +628127312042
0 komentar:
Posting Komentar