Foto bersama Perwakilan Kantor Staf Presiden,KEMENDES,EKNAS WALHI, Walhi Sumsel dan Perwakilan Petani Nusantara di Wilayah Kelola Rakyat Desa Nusantara (Walhi Sumsel) |
Nusantara(22/10). WALHI Sumsel, bersama Komunitas Masyarakat Pengelola Rawa dan Gambut
(KOMPAG), dan beberapa Lembaga Masyarakat Sipil lainnya lakukan peringatan hari
Pangan Se-Dunia dan sekaligus Mendeklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
Kegiatan ini dilaksanakan pada sabtu,22 Oktober 2016 bertempat di desa
Nusantara, Air Sugihan, Ogan Komering Ilir (OKI). Hadir dalam kegiatan ini Abetnego
Tarigan Ketua Tim Reforma Agraria (Kantor Staf Presiden), Rusnadi Padjung, Ph.d
merupakan Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan (Kementrian
Desa, PDT dan Transmigrasi), Nur hidayati Direktur Eksekutif Nasional WALHI,
dan beberapa perwakilan oragnisasi masyarakat sipil serta petani dari beberapa
Kabupaten di Sumatera selatan.
Tujuan penyelenggaraan kegiatan ini, agar para pengambil kebijakan paham akan
persoalan yang dialami oleh para petani sebagai pahlawan pangan di Sumatera
selatan, yang hidupnya jauh dari keramain kota namun selalu di usik oleh orang
orang Kota dan para pengambil kebijakan yang tinggal di Kota .
Hadi Jatmiko Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Selatan menyatakan, dipilihnya
Desa Nusantara menjadi tempat peringatan Hari Pangan Se-Dunia yang setiap
tahunnya di peringati pada 16 oktober, karena Desa Nusantara merupakan salah
satu contoh desa yang sukses dalam mengelola lahan gambut seluas 1.200 Ha menjadi lahan
petanian pangan,di saat pemerintah baru sibuk berbicara bagaimana cara menjaga
lahan gambut agar tidak mengalami kerusakan, Petani Nusantara tampil terdepan
menunjukan cara agar manusia dan alam hidup berdampingan.
Namun usaha Petani ini tidak di apresiasi oleh pemerintah daerah misalnya
dengan memberikan bantuan baik infrastruktur maupun bantuan teknis peralatan
pertanian, Nusantara yang merupakan desa transmigrasi yang dibuka pada 1980 tersebut,malah
di hadiahi dengan anacaman. sejak tahun 2009 lalu dan sampai dengan saat ini lahan pertanian seluas 1.200 Ha terancam oleh perkebunan Sawit milik PT. Selatan Agro Makmur Lestari
(SAML/sebelumnya PT. SAM) yang HGU nya di keluarkan oleh Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Kabupaten Ogan Komering Ilir, padahal sejak awal izin lokasi
diberikan telah di protes keras oleh masyarakat dan tidak pernah di didengar
serta di tindak lanjuti. Malah sejak Penolakan yang dilakukan oleh petani
terhadap keberadaan Perkebunan Sawit, pemerintah setempat seolah menutup
‘keran’ terkait pembangunan, Jikalaupun ada, tanpa proses partisipasi dan
koordinasi dengan masyarakat.
Tabur benih Padi di Wilayah Kelolah Rakyat (WKR) Pertanian Padi di Gambut Desa Nusantara. |
Desa Ekologis menjadi penting untuk di kembangkan dan di wujudkan karena sejak dibukanya
rezim penguasaan hutan dan lahan oleh korporasi melalui pertambangan, Hutan Tanaman Industry (HTI), dan
perkebunan kelapa sawit, membuat laju krisis
lingkungan hidup di Sumsel terus meningkat menyebabkan Kebakaran hutan, degradasi ekosistem
rawa dan gambut hingga hilangnya akses masyarakat (desa) atas sumber daya alam.
Desa Ekologis
merupakan model pembangunan desa yang minim eksploitatif dan merupakan kritik dari model pembangunan
industrialisasi yang top down serta miskin
nilai dan kearifan lokal. Namun kritik pembangunan tersebut haruslah aplikatif
dan mampu menyelesaiakan berbagai latar persoalan yang ada. Terutama dalam hal
hak akses dan kontrol masyarakat atas sumber daya alam. Peta jalan ini
sesunggunya sudah dimiliki dan hidup ditengah masyarakat secara turun menurun,
pemerintah dan actor-aktor lainnya tinggal mendukung
dan memberikan pengakuan.
Ruang kebijakan
untuk menuju Desa Ekologis bisa dilakukan dengan adanya Undang-Undang Desa, yang berperan penting dalam membuka ruang masyarakat di
tingkat tapak (pembangunan) untuk mengatur ruang kelolanya secara arif, berkelanjutan,
dan berdaulat. UU tersebut juga mengakui bahwa Desa memiliki hak asal usul dan
hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan
berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Foto bersama setelah Penanda Tanganan Deklarasi Nusantara Menuju desa Ekologis. |
Peringatan hari
pangan di Nusantara merupakan gambaran potret krisis dari bentuk keterancaman
lahan pangan masyarakat dan desa, yang diakibatkan oleh proses pembangunan yang
miskin visi dan keberlanjutan. Pangan ada karena ketersediaan lahan, kedaulatan
lahan ada karena adanya akses masyarakat. Akses masyarakat bukan hanya dapatnya
masyarakat mengelola lahan, melainkan juga terpenuhnya seluruh syarat akan
makna kedaulatan, yakni (1) tata kuasa (kebijakan penguasaan wilayah), (2) tata kelola (sistem untuk menjalankan dan mengendalikan
pemanfaatan atas ruang/wilayah perdesaan, (3) tata
produksi (kaidah atau aturan dalam proses mengeluarkan atau menghasilkan suatu produk
(sandang, pangan, papan, energi dll.) yang berbasis pada potensi yang ada di wilayah desa untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan warganya), dan (4) tata konsumsi (pengaturan pola konsumsi masyarakat desa yang
harus dapat memperkuat relasi dengan potensi komoditinya; serta pengaturan
distribusi produk masyarakat desa keluar yang harus memberikan nilai tambah
bagi masyarakat desa sebagai produsen).
Hadi Jatmiko
menambahkan, dihadirkannya Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Desa, PDT,
dan Transmigrasi, dan Direktur Eksekutif Nasional WALHI adalah bentuk dukungan yang nyata untuk
masyarakat Nusantara baik secara
kebijakan maupun dukungan politik terhadap masyarakat dan ruang kelolanya.
0 komentar:
Posting Komentar