WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Minggu, Oktober 23, 2016

Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.


Foto bersama Perwakilan Kantor Staf Presiden,KEMENDES,EKNAS WALHI,
Walhi Sumsel dan Perwakilan Petani Nusantara  di
Wilayah Kelola Rakyat Desa Nusantara (Walhi Sumsel)
Nusantara(22/10). WALHI Sumsel, bersama Komunitas Masyarakat Pengelola Rawa dan Gambut (KOMPAG), dan beberapa Lembaga Masyarakat Sipil lainnya lakukan peringatan hari Pangan Se-Dunia dan sekaligus Mendeklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis. Kegiatan ini dilaksanakan pada sabtu,22 Oktober 2016 bertempat di desa Nusantara, Air Sugihan, Ogan Komering Ilir (OKI). Hadir dalam kegiatan ini Abetnego Tarigan Ketua Tim Reforma Agraria (Kantor Staf Presiden), Rusnadi Padjung, Ph.d merupakan Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan (Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi), Nur hidayati Direktur Eksekutif Nasional WALHI, dan beberapa perwakilan oragnisasi masyarakat sipil serta petani dari beberapa Kabupaten di Sumatera selatan.
Tujuan penyelenggaraan kegiatan ini, agar para pengambil kebijakan paham akan persoalan yang dialami oleh para petani sebagai pahlawan pangan di Sumatera selatan, yang hidupnya jauh dari keramain kota namun selalu di usik oleh orang orang Kota dan para pengambil kebijakan yang tinggal di Kota .
Hadi Jatmiko Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Selatan menyatakan, dipilihnya Desa Nusantara menjadi tempat peringatan Hari Pangan Se-Dunia yang setiap tahunnya di peringati pada 16 oktober, karena Desa Nusantara merupakan salah satu contoh desa yang sukses dalam mengelola lahan gambut seluas 1.200 Ha menjadi lahan petanian pangan,di saat pemerintah baru sibuk berbicara bagaimana cara menjaga lahan gambut agar tidak mengalami kerusakan, Petani Nusantara tampil terdepan menunjukan cara agar manusia dan alam hidup berdampingan.
Namun usaha Petani ini tidak di apresiasi oleh pemerintah daerah misalnya dengan memberikan bantuan baik infrastruktur maupun bantuan teknis peralatan pertanian, Nusantara yang merupakan desa  transmigrasi yang dibuka pada 1980 tersebut,malah di hadiahi dengan anacaman. sejak tahun 2009 lalu dan sampai dengan saat ini lahan pertanian seluas 1.200 Ha terancam oleh perkebunan Sawit milik PT. Selatan Agro Makmur Lestari (SAML/sebelumnya PT. SAM) yang HGU nya di keluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Ogan Komering Ilir, padahal sejak awal izin lokasi diberikan telah di protes keras oleh masyarakat dan tidak pernah di didengar serta di tindak lanjuti. Malah sejak Penolakan yang dilakukan oleh petani terhadap keberadaan Perkebunan Sawit, pemerintah setempat seolah menutup ‘keran’ terkait pembangunan, Jikalaupun ada, tanpa proses partisipasi dan koordinasi dengan masyarakat.
Tabur benih Padi di Wilayah Kelolah Rakyat (WKR)
Pertanian Padi di Gambut Desa Nusantara.
Desa Ekologis menjadi penting untuk di kembangkan dan di wujudkan karena sejak dibukanya rezim penguasaan hutan dan lahan oleh korporasi melalui pertambangan, Hutan Tanaman Industry (HTI), dan perkebunan kelapa sawit, membuat laju krisis lingkungan hidup di Sumsel terus meningkat menyebabkan Kebakaran hutan, degradasi ekosistem rawa dan gambut hingga hilangnya akses masyarakat (desa) atas sumber daya alam.
Desa Ekologis merupakan model pembangunan desa yang minim eksploitatif dan merupakan kritik dari model pembangunan industrialisasi yang top down serta miskin nilai dan kearifan lokal. Namun kritik pembangunan tersebut haruslah aplikatif dan mampu menyelesaiakan berbagai latar persoalan yang ada. Terutama dalam hal hak akses dan kontrol masyarakat atas sumber daya alam. Peta jalan ini sesunggunya sudah dimiliki dan hidup ditengah masyarakat secara turun menurun, pemerintah dan actor-aktor lainnya tinggal mendukung dan memberikan pengakuan.
Ruang kebijakan untuk menuju Desa Ekologis bisa dilakukan dengan adanya Undang-Undang Desa, yang berperan penting dalam membuka ruang masyarakat di tingkat tapak (pembangunan) untuk mengatur ruang kelolanya secara arif, berkelanjutan, dan berdaulat. UU tersebut juga mengakui bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Foto bersama setelah Penanda Tanganan Deklarasi Nusantara
Menuju desa Ekologis.
Peringatan hari pangan di Nusantara merupakan gambaran potret krisis dari bentuk keterancaman lahan pangan masyarakat dan desa, yang diakibatkan oleh proses pembangunan yang miskin visi dan keberlanjutan. Pangan ada karena ketersediaan lahan, kedaulatan lahan ada karena adanya akses masyarakat. Akses masyarakat bukan hanya dapatnya masyarakat mengelola lahan, melainkan juga terpenuhnya seluruh syarat akan makna kedaulatan, yakni (1) tata kuasa (kebijakan penguasaan wilayah), (2) tata kelola (sistem untuk menjalankan dan mengendalikan pemanfaatan atas ruang/wilayah perdesaan, (3) tata produksi (kaidah atau aturan dalam proses mengeluarkan atau menghasilkan suatu produk (sandang, pangan, papan, energi dll.) yang berbasis pada potensi  yang ada di wilayah desa untuk meningkatkan taraf kesejahteraan warganya), dan (4) tata konsumsi (pengaturan pola konsumsi masyarakat desa yang harus dapat memperkuat relasi dengan potensi komoditinya; serta pengaturan distribusi produk masyarakat desa keluar yang harus memberikan nilai tambah bagi masyarakat desa sebagai produsen).
Hadi Jatmiko menambahkan, dihadirkannya Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, dan Direktur Eksekutif Nasional WALHI  adalah bentuk dukungan yang nyata untuk masyarakat Nusantara  baik secara kebijakan maupun dukungan politik terhadap masyarakat dan ruang kelolanya. 



Artikel Terkait:

0 komentar: