WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Juli 12, 2011

Hentikan Kekerasan dan Kriminalisasi terhadap Aktifis, Jurnalis dan Pejuang Rakyat di Sumsel.


PERNYATAAN SIKAP
Komite Rakyat Anti Kekerasan (KORAK)
” Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI), GMNI Palembang, Jaringan Isu Publik, DKR Sumsel, BEM FKIP UNSRI,WALHI sumsel.”


Pasal 28 Undang-Undang 1945 menegaskan Kemerdekaan akan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran baik lisan dan tulisan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Namun isi undang-undang itu semakin jauh dari harapan.

Tindakan premanisme baik dengan melakukan intimidasi hingga tindakan kekerasan lainnya, yang dialami oleh pelaku pro demokrasi di Indonesia, terutama di Sumatera Selatan (Sumsel) semakin genjar terdengar. Hal ini semakin membuktikan jika waktu yang bergulir atas kehidupan Negara berdemokrasi, kebebasan atas mengeluarkan pendapat dan pemikiran di tanah air hanya berpihak pada pemilik modal dan kekuasan.

Betapa tidak, beberapa waktu yang lalu, tindakan premisme yang dilakukan sejumlah oknum yang terindikasi merupakan pengawal Gubernur Sumsel, Alex Noerdin melakukan pemukulan terhadap 2 orang Aktifis Lingkungan dari Walhi Sumsel dan SHI Sumsel, pada saat perayaan Hari Agraria Nasional tahun 2010 atau tepatnya pada tanggal 27 september 2010 Pukul 11.00 Wib di halaman GOR Palembang jalan balap Sepeda. Akibat dari pengeroyokan dan pemukulan tersebut membuat Direktur Walhi Sumsel mengalami Luka di dahi yang berdasarkan hasil Visum yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, luka tersebut akibat pukulan benda tumpul. dan satu orang lainnya (SHI Sumsel) mengalami luka memar di hampir seluruh badan karena di pukul dan di tendang oleh puluhan orang yang berdasarkan informasi yang kami dapatkan penyerang menggunakan Pakaian Sipil dan pakaian Dinas Pemda Sumsel.

Lalu dalam sepekan terakhir, telinga rakyat Sumsel kembali didengarkan atas tindakan preminisme yang dilakukan sejumlah preman atas para pekerja profesionalisme, wartawan media rakyat. Dimana sejumlah awak media (6 orang) akhirnya menjadi korban keganasan kelompok preman bersenjata. Tepatnya pada Hari Selasa, tanggal 5 Juli 2011 Pukul 21.00 WIB, di Jalan Radial Palembang, Hal ini mengakibatnya ke 6 orang awak media tersebut mengalami luka tusuk dan luka Bacok di beberapa bagian tubuh dan sempat dilarikan ke rumah Sakit. Berdasarkan beberapa keterangan dan Informasi yang di tulis oleh media cetak dan elektronik yang ada di Sumatera Selatan,  motif penyerangan ini terjadi akibat dari ketidak sukaan beberapa oknum atas pemberitaan yang dimuat media massa ini. Namun terlepas apakah Media tersebut Menyalahi aturan dalam jurnalistik ataupun perbuatan lainnya, penyelesaian melalui cara kekerasan tidaklah patut di tunjukan di praktekan di negara ini.

Dua contoh tindakan premanisme diatas hanya sebagian kecil tindakan kekerasan atas rakyat Sumsel. Karena disisi lainnya  tindak kekerasan (premanisme) dan pengkriminalisasian terhadap rakyat (Petani, Buruh dan Miskin Kota) pun terjadi diberbagai daerah yang ada di sumsel, yang semuanya berawal dari sengketa-sengketa lahan (konflik agraria) di Sumsel contoh yag dapat diambil adalah sengketa antara Masyarakat simpang bayat MUBA melawan PT. Pakerin dan PT. SPR yang melibatkan pihak Kepolisian dan akhirnya 1 orang petani dikriminalisasikan dan harus mendekam di penjara karena dituduh merampas dan merusak lahan milik perusahaan, kasus Masyarakat Sungai Sodong OKI VS PT. SWA yang akhirnya menimbulkan korban jiwa masyarakat sipil dari kedua belah pihak sebanyak 7 orang dan beberapa orang masyarakat lainnya dikriminalisasikan.selanjutnya pada tahun 2009 lalu adalah Kasus masyarakat rengas dan Lubuk Bandung Ogan Ilir VS PT.PN VII karena keterlibatan pihak kepolisian (Brimob) dalam Sengketa Lahan tersebut menyebabkan sedikitnya 5 Orang Petani mengalami Luka tembakan peluru dari senjata yang seharusnya dipakai untuk melindungi rakyat dan sedikitnya 2 orang warga dikriminalisasikan (penjara). Dan kasus Masyarakat Tanjung menang Banyuasin VS Balitbang Sembawa akibat dari konflik lahan yang tidak pernah diselesaikan (pembiaran) oleh pemerintah membuat masyarakat melakukan tindakannya sendiri,dan parahnya Kehadiran aparat di tempat tersebut (Konflik) bukannya memberi rasa aman bagi masyarakat tetapi malah menangkapi dan menakut nakuti Rakyat.

Uraian beberapa Peristiwa atau kejadian kekerasan (premanisme dan militerisme) diatas merupakan sebuah contoh bahwa, sampai saat ini Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan aparat keamanan di Propinsi ini belum dapat memberikan rasa aman dan kenyaman kepada Rakyat sebagaimana fungsinya,  padahal itu merupakan salah satu hak warga negara yang harus di berikan oleh Negara melalui Pemerintah sesuai dengan Undang Undang yang sebelumnya telah kami tuliskan diatas.  Dan disudut lainnya malah kami melihat ada proses pembiaran (menciptakan Konflik) yang berujung nantinya akan bermuara pada kekerasan (konflik Horinzontal dan pengkriminalisasian ) yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap sebuah persoalan seperti kasus terhadap Alih fungsi kawasan RTH GOR palembang menjadi Hotel dan Mall dan alih fungsi kawasan RTH halaman parkir Sriwijaya dijadikan Undermall dimana rakyat dan aktifis yang kontra terhadap alih fungsi di benturkan (adu domba) dengan sekelompok orang yang Pro terhadap Alih fungsi yang terindikasi di mobilisasi oleh oknum Pengusaha dan pemerintah yang sangat berkepentingan dengan pengalih fungsian kawasan tersebut.

Atas rekaman kasus tindakan kekerasan terhadap rakyat Indonesia terutama di Sumsel saat ini, serta beberapa uraian kasus yang kami tampilkan diatas maka kami Koalisis Rakyat Anti Kekerasan (KORAK) Menuntut :

1.                  Hentikan tindakan kekerasan terhadap Pengiat Pro Demokrasi (Aktifis, Petani, kaum miskin kota, buruh, pekerja profesi dan mahasiswa)
2.                  Hentikan Segala Bentuk Premanisme dan militerisme serta pengkriminalisasian terhadap agenda dan Perjuangan Demokratisasi Rakyat di Sumsel
3.                  Mendesak Pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas dan menangkap Pelaku tindak kekerasan yang terjadi terhadap Aktifis Lingkungan Hidup pada 27 September 2010, dan awak Jurnalis Media Rakyat yang terjadi pada 5 juli 2011
4.                  Menuntut pada pihak eksekutif Sumsel guna menghentikan tindakan yang dapat memicu konflik horizontal yang akan memicu tindakan kekerasan terhadap rakyat dan meminta pihak kepolisian untuk tidak terlibat dalam kasus sengketa Agraria yang ada di Sumsel karena hanya akan memicu tindakan kekerasan terhadap Rakyat yang sedang mempertahankan hak nya.

Demikianlah pernyataan sikap ini, terakhir kami tidak akan henti mengutuk dan menyuarakan perlawanan atas segala tindakan premanisme dan kekerasan lainnya terhadap rakyat Indonesia.

Palembang, 12 Juli 2011
Koordinator Aksi
  
Rian syaputra



Artikel Terkait:

0 komentar: