Jaminan ketersediaan pangan merupakan persoalan serius bagi
kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Tidak stabilnya harga jual,
mahal dan langkanya pupuk bersubsidi, hingga cuaca tak menentu merupakan
persoalan yang dihadapi petani pangan. Akibatnya, mereka mulai
meninggalkan sawah maupun ladang dan mulai melirik produk perkebunan.
Kondisi ini terungkap dalam talkshow bertema ‘Inisiatif Daerah
untuk Melindungi Lahan dan Produk Pangan Lokal’, yang digelar Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan di Palembang, Minggu
(1/3/2015). Hadir sebagai pembicara Muhammad Rifai (Wakil Bupati Ogan
Komering Ilir), Beni Hernedi (Wakil Bupati Musi Banyuasin), Abetnego
Tarigan (Direktur Eksekutif Walhi Nasional, dan Giri Ramandha (Ketua
DPRD Sumsel).
Muhammad Rifai menyatakan bahwa daerahnya telah memiliki peraturan
daerah (perda) mengenai alih fungsi lahan yang telah disahkan 2012 lalu.
Menurutnya, perda tersebut telah berjalan walaupun masih ada saja
masyarakat yang mengalihfungsikan lahan pangannya.
Rifai menjelaskan, berdasarkan analisa pertanian, menanam padi
sebenarnya lebih menguntungkan daripada karet. Namun, lanjut Rifai, uang
penghasilan dari karet atau sawit lebih cepat diterima petani ketimbang
dari sawah yang dalam setahunnya hanya satu atau dua kali. “Ini masalah
yang masih dicarikan solusi,” ujarnya.
Beni Hernedi menuturkan Pemerintah Musi Banyuasin telah mendorong
peningkatan produksi pertanian dengan membenahi jaringan tata irigasi
mikro dan memoderenisasi peralatan pertanian. Serta, mengawasi
lahan-lahan pangan agar tak beralih fungsi.
Menurut Beni, pihaknya telah membatasi dan tidak lagi memberi ijin
perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI) di daerah produksi
pangan. “Saat ini, tengah disiapkan perda yang mengatur larangan alih
fungsi lahan pertanian.”
Perlu insentif dan konsistensi
Menurut Abetnego Tarigan, saat ini di Indonesia pengembangan kawasan
industri, permukiman, perkebunan, dan pertambangan yang berada di
sekitar kawasan pertanian telah banyak menggusur kawasan produksi
pangan.
“Di seluruh Indonesia, sekitar 500 ribu sampai satu juta hektar telah
terjadi alih fungsi lahan produksi pangan. Di Pulau Jawa, alasan
utamanya adalah untuk pengembangan kawasan industri dan perumahan.
Sementara di luar Jawa, tujuannya untuk perkebunan dan pertambangan,”
ujar Abet.
Oleh karenanya, menurut Abet, pemerintah harus memikirkan bagaimana
melindungi lahan pertanian. Tak hanya mengeluarkan peraturan daerah yang
melarang petani merubah fungsi sawahnya, melainkan juga memberikan
insentif kepada petani. “Misalnya, pemilik lahan pertanian dikenakan
pajak yang jauh lebih murah daripada lahan yang telah dialihfungsikan.
Perlindungan ini sangat penting.”
Sementara Giri Ramandha mengatakan konsistensi dalam penegakan
peraturan harus dilakukan. Menurutnya, kalaupun payung hukum alih fungsi
lahan sudah ada, terkadang kendala dalam penegakan peraturannya yang
belum konsisten.
Misal, suatu daerah yang dalam rencana tata ruang wilayahnya telah
menetapkan 100 ribu hektar sebagai lahan produksi pangan, tiba-tiba di
tahun berikutnya muncul peraturan lain yang bertentangan. Sehingga,
lahan produksi terus berkurang.
Parade pangan lokal
Selain talkshow, pada acara tersebut digelar juga parade
olahan pangan lokal yang terbuat dari singkong, ketan, jagung, pisang,
hingga kacang-kacangan. “Kita ingin mengingatkan publik pentingnya
pangan lokal. Kita juga ingin mengingatkan pemerintah dan masyarakat
luas agar alih fungsi lahan pangan menjadi lahan pertambangan,
perkebunan, dan industri tidak perlu terjadi lagi,” ujar Hadi Jatmiko,
Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan (Sumsel).
Iyus, ibu rumah tangga warga Bukit Kecil Palembang, yang turut
berpartisipasi mengatakan banyak sumber pangan lokal yang dapat diolah
menjadi kuliner sehat bergizi. “Harus dipromosikan, sehingga pangan
lokal semakin berkembang. Jika diolah dengan kreatif, tampilan pangan
lokal dapat menarik dan tak kalah dengan kuliner luar.”
Sementara Angraini, petani perempuan asal Desa Lubuk Sakti, Kabupaten
Ogan Ilir, mengatakan kelompok taninya yang tergabung dalam Tani Bunga
Rampai senang mendapatkan kesempatan ini. “Kami membawa keripik pisang,
dodol ketan rasa durian, kue semprong dari beras, dan lain-lain. Semua
bahannya dari kebun sendiri,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar