WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Maret 24, 2015

Cegah Alih Fungsi Lahan Pangan di Sumatera Selatan Tidak Cukup dengan Perda

Jaminan ketersediaan pangan merupakan persoalan serius bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Tidak stabilnya harga jual, mahal dan langkanya pupuk bersubsidi, hingga cuaca tak menentu merupakan persoalan yang dihadapi petani pangan. Akibatnya, mereka mulai meninggalkan sawah maupun ladang dan mulai melirik produk perkebunan.
Kondisi ini terungkap dalam talkshow bertema ‘Inisiatif Daerah untuk Melindungi Lahan dan Produk Pangan Lokal’, yang digelar Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan di Palembang, Minggu (1/3/2015). Hadir sebagai pembicara Muhammad Rifai (Wakil Bupati Ogan Komering Ilir), Beni Hernedi (Wakil Bupati Musi Banyuasin), Abetnego Tarigan (Direktur Eksekutif Walhi Nasional, dan Giri Ramandha (Ketua DPRD Sumsel).
Muhammad Rifai menyatakan bahwa daerahnya telah memiliki peraturan daerah (perda) mengenai alih fungsi lahan yang telah disahkan 2012 lalu. Menurutnya, perda tersebut telah berjalan walaupun masih ada saja masyarakat yang mengalihfungsikan lahan pangannya.
Rifai menjelaskan, berdasarkan analisa pertanian, menanam padi sebenarnya lebih menguntungkan daripada karet. Namun, lanjut Rifai, uang penghasilan dari karet atau sawit lebih cepat diterima petani ketimbang dari sawah yang dalam setahunnya hanya satu atau dua kali. “Ini masalah yang masih dicarikan solusi,” ujarnya.
Beni Hernedi menuturkan Pemerintah Musi Banyuasin telah mendorong peningkatan produksi pertanian dengan membenahi jaringan tata irigasi mikro dan memoderenisasi peralatan pertanian. Serta, mengawasi lahan-lahan pangan agar tak beralih fungsi.
Menurut Beni, pihaknya telah membatasi dan tidak lagi memberi ijin perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI) di daerah produksi pangan. “Saat ini, tengah disiapkan perda yang mengatur larangan alih fungsi lahan pertanian.”
Perlu insentif dan konsistensi
Menurut Abetnego Tarigan, saat ini di Indonesia pengembangan kawasan industri, permukiman, perkebunan, dan pertambangan yang berada di sekitar kawasan pertanian telah banyak menggusur kawasan produksi pangan.
“Di seluruh Indonesia, sekitar 500 ribu sampai satu juta hektar telah terjadi alih fungsi lahan produksi pangan. Di Pulau Jawa, alasan utamanya adalah untuk pengembangan kawasan industri dan perumahan. Sementara di luar Jawa, tujuannya untuk perkebunan dan pertambangan,” ujar Abet.
Oleh karenanya, menurut Abet, pemerintah harus memikirkan bagaimana melindungi lahan pertanian. Tak hanya mengeluarkan peraturan daerah yang melarang petani merubah fungsi sawahnya, melainkan juga memberikan insentif kepada petani. “Misalnya, pemilik lahan pertanian dikenakan pajak yang jauh lebih murah daripada lahan yang telah dialihfungsikan. Perlindungan ini sangat penting.”
Sementara Giri Ramandha mengatakan konsistensi dalam penegakan peraturan harus dilakukan. Menurutnya, kalaupun payung hukum alih fungsi lahan sudah ada, terkadang kendala dalam penegakan peraturannya yang belum konsisten.
Misal, suatu daerah yang dalam rencana tata ruang wilayahnya telah menetapkan 100 ribu hektar sebagai lahan produksi pangan, tiba-tiba di tahun berikutnya muncul peraturan lain yang bertentangan. Sehingga, lahan produksi terus berkurang.
Parade pangan lokal
Selain talkshow, pada acara tersebut digelar juga parade olahan pangan lokal yang terbuat dari  singkong, ketan, jagung, pisang, hingga kacang-kacangan. “Kita ingin mengingatkan publik pentingnya pangan lokal. Kita juga ingin mengingatkan pemerintah dan masyarakat luas agar alih fungsi lahan pangan menjadi lahan pertambangan, perkebunan, dan industri tidak perlu terjadi lagi,” ujar Hadi Jatmiko, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan (Sumsel).
Iyus, ibu rumah tangga warga Bukit Kecil Palembang, yang turut berpartisipasi mengatakan banyak sumber pangan lokal yang dapat diolah menjadi kuliner sehat bergizi. “Harus dipromosikan, sehingga pangan lokal semakin berkembang. Jika diolah dengan kreatif, tampilan pangan lokal dapat menarik dan tak kalah dengan kuliner luar.”
Sementara Angraini, petani perempuan asal Desa Lubuk Sakti, Kabupaten Ogan Ilir, mengatakan kelompok taninya yang tergabung dalam Tani Bunga Rampai senang mendapatkan kesempatan ini. “Kami membawa keripik pisang, dodol ketan rasa durian, kue semprong dari beras, dan lain-lain. Semua bahannya dari kebun sendiri,” ujarnya.



Artikel Terkait:

0 komentar: