Pernyataan Sikap Walhi Sumsel dan Serikat Petani Sriwijaya (SPS)
“Tanah tidak Boleh Menjadi Alat Penghisapan,
apalagi Penghisapan Modal Asing Terhadap Rakyat Indonesia”(Soekarno)
“Forest to Pople (Hutan untuk Rakyat); Kita Menginginkan agar
Peruntukan Hutan bagi Kesejahteraan Rakyat – Untuk itu Pemerintah Saat ini
tengah Mendemokratisasi Sistem, agar Keberadaan Hutan Bermanfaat Luas untuk
Kesejahteraan dan Keadilan Rakyat” (Siti Nurbaya; Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Konflik agraria (lahan) merupakan satu situasi yang terus
terjadi hingga saat ini. Secara Nasional, Konsorsium Agraria (KPA) mencatat di
tahun 2014 terjadi 472 konflik agraria structural di seluruh Indonesia, dengan
jumlah korban sebanyak 19 orang tewas, 17 orang tertembak, 256 orang ditahan,
dimana jumlah konflik structural tersebut meningkat dari tahun 2013 sebanyak
369 konflik.
Dalam konteks lokal Sumatera Selatan, berbagai konflik
agraria juga terus menyelimuti daerah ini. Berbagai kasus agraria yang mencuat
seperti Cinta Manis Ogan Ilir, Sodong (OKI), merupakan bahagian cerita potret
agraria yang terjadi. Terlihat, atas situasi konflik yang berlarut-larut
penyelesaiannya, tidak sedikit kerugian yang harus diderita rakyat, baik
kehilangan tanahnya, kehilangan nyawa, dan lain sebagainya hanya demi
mendapatkan kembali atau mempertahankan tanah sebagai sumber kehidupan dan masa
depannya.
Terhadap persoalan yang kami kemukakan kali ini, yaitu
konflik agraria antara masyarakat Desa Merbau Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten
OKU seluas 3.858 Ha dengan PT. MHP. Konflik ini berlansung sejak tahun 1991,
yang dimulai dengan penggusuran-penggusuran terhadap tanah rakyat. Dengan janji
hanya melakukan survey, PT. Musi Hutan Persada (MHP) sejak tahun 1993 telah melakukan
pematokan dan penggusuran terhadap areal
kelola rakyat yang telah menjadi areal pertanian dan perkebunan, juga pemukiman
rakyat.
Dalam hal ini PT. MHP telah melakukan berbagai pelanggaran,
baik sebagaimana tertuang di dalam konsesi yang di dapatkan, yakni dalam SK Menteri
Kehutanan Nomor 38/Kpts-II/1996, diktum Kedua Angka 12 “Membantu meningkatkan
taraf hidup masyarakat yang berada di dalam atau di sekitar areal kerjanya”, diktum
Keempat Angka 1 “Apabila di dalam areal HPHTI terdapat lahan yang telah menjadi
tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap
oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk areal kerja HPHTI”.
Atas situasi tersebut, dengan ini kami menuntut kepada
Pemerintah Kabupaten OKU dan DPRD OKU, agar menekan kepada PT. MHP untuk:
1. Menghentikan penggusuran terhadap tanah
rakyat yang berada dalam wilayah Desa Merbau seluas 3.858 hektar
2. Mengembalikan tanah rakyat yang telah
digusur oleh PT. MHP
3. Tidak melakukan kekerasan dan
pengkriminalisasian terhadap masyarakat yang memperjuangkan tanahnya yang
digusur oleh PT. MHP
Demikianlah tuntutan ini kami sampaikan, untuk dapat
dipenuhi demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
OKU, 3 Maret 2014
Contact Person :
Hadi Jatmiko Walhi Sumsel : 0812731 2042
anwar sadat Serikat Petani Sriwijaya : 0812 7855725
0 komentar:
Posting Komentar