WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Agustus 03, 2010

Lahan Tak Kunjung di Kembalikan, Balit Sembawa Dibakar Massa

Banyuasin – Lebih dari 500 warga Desa Tanjung Menang Musi dan Sungai Naik Kecamatan Rantau Bayur,kemarin mengamuk dan membakar dua bangunan yang berfungsi sebagai kantor harian administrasi Balai Penelitian (Balit) Sembawa. Selain itu, massa juga merusak kantor operasional pabrik dengan cara memecahkan kaca, mencoret dinding dan merusak fasilitas administrasi di dalamnya, serta melempari pabrik pengolahan karet dengan batu.


Karena tidak direspon oleh pihak Balit Sembawa, massa lalu merusak jalan dan menghentikan kendaraan yang akan masuk ke pabrik. Aksi anarkis ini dipicu rasa kesal warga atas sengketa lahan seluas 3.500 hektare (ha) dengan Balit Kebun Karet Sembawa. Konsentrasi massa dimulai sekitar pukul 07.00 WIB. Saat itu, mereka langsung mendatangi lokasi kebun, perkantoran dan pabrik percobaan karet remah milik Balit Sembawa.

Sebagian dari mereka membawa kayu, bensin, ban bekas dan senjata tajam sejenis parang. Mereka berkumpul di lokasi penanaman unit V perkebunan dan pabrik pengolahan karet. Massa menuntut agar dapat berdialog dengan perwakilan Balit Sembawa terkait konflik la-han yang terjadi sejak tahun 1995 lalu. Namun, karena tidak mendapat respon dari Balit Sembawa, akhirnya massa yang emosi membakar dua bangunan perkantoran.

Sekitar pukul 11.00 WIB, massa kembali melakukan aksi dengan memboikot aktivitas pabrik dan perkebunan. Alhasil, seluruh pegawai akhirnya menghentikan aktivitasnya. Bahkan, beberapa pegawai dan keluarga yang menempati mess Balit Sembawa yang terletak tak jauh dari lokasi, tampak ketakutan dengan aksi anarkis ratusan warga dari dua desa tersebut. Sambil menunggu perwakilan Balit Sembawa untuk bernegosiasi, massa memusatkan diri di depan pabrik.

Sambil menunggu, mereka membakar ban bekas. Sementara itu, sekitar pukul 08.00 WIB, jajaran Polres Banyuasin mulai melakukan pengamanan. Namun, karena kondisi massa yang menyebar di lokasi perkebunan, pihak keamanan sedikit kesulitan melakukan pengamanan. Ketua Forum Masyarakat Desa Rafiudin mengatakan, aksi yang dilakukan warga merupakan bentuk kekesalan yang telah memuncak.

Sebab, sengketa lahan yang terjadi sejak tahun 1995 itu tak kunjung mendapatkan solusi. Sementara,sejak tahun 1999,permasalahan sengketa sudah pernah diperjuangkan hingga tingkat pemerintah daerah, namun tidak menuai hasil. “Warga kesal karena lahan adat dikuasai paksa oleh Balit. Sementara, lama-kelamaan luas areal garap Balit semakin meluas hingga tidak memberikan akses bagi masyarakat.

Apalagi,sengketa lahan yang mencuat sejak empat tahun terakhir juga tidak mendapat respon dari pemerintah,” ujar Rafiudin. Mantan anggota TNI AD ini menambahkan, sengketa lahan yang terjadi juga pernah diadukan kepada Kementerian Pertanian RI. “Kami warga sudah tidak percaya lagi dengan janji yang diberikan. Apalagi, tanah adat yang menyimpan kekayaan adat desa makin beralih fungsi menjadi tanaman karet dan sawit,” tukasnya.

Sementara itu, di ruang Balai Penelitian, perwakilan dari Balit Sembawa, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuasin serta Kapolres Banyuasin melakukan dialog guna membawa tuntutan warga. Ternyata, pihak Balit tidak mampu memberikan jawaban atas tuntutan warga karena semua kebijakan Badan Litbang Pertanian berada di bawah Kementerian Pertanian RI.

Lalu, enam anggota DPRD Banyuasin yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Banyuasin Arkoni memutuskan untuk menemui massa. Namun, massa menolak mediasi yang akan difasilitasi anggota legislatif Banyuasin tersebut. Warga kukuh mempertahankan diri di seputaran pabrik dan mengancam akan membakar pabrik jika sampai dengan pukul 18.00 WIB, tuntutan atas lahan tersebut tidak mendapatkan solusi dari pihak Balit Sembawa.

Dibubarkan Paksa

Sementara itu, Kapolres Banyuasin Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Susilo RI melakukan upaya persuasif sambil mengimbau warga agar menunggu hasil mediasi di Kementerian Pusat. Namun, melihat kemarahan warga terus memuncak, diputuskan untuk melakukan pembubaran paksa. Dengan menurunkan satu kompi Brimob Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel dan 250 personel huru hara (PHH), pembubaran paksa diwarnai aksi kejar-kejaran dan suara tembakan.

Empat warga ditangkap bersama barang bukti berupa dua motor, dua senjata tajam jenis parang, tempat bensin,dan ban bekas. Keempat warga yang ditangkap yakni Pini bin Lohan, 48, warga Lorong Yakin Kertapati, Rapiudin, 57,warga Desa Sembawa, Imron Heri bin Abdullah, 38, warga RT 3 Desa Tanjungmenang, dan Muhammad bin Abas, 23, warga RT 05 Desa Tanjungmenang Musi.

Petugas juga mengamankan satu unit sepeda motor Yamaha RX King BG 4037 JG dan lima senjata tajam milik warga desa. “Petugas sudah mengupayakan pendekatan persuasif dan meminta warga bersabar menunggu mediasi. Apalagi, warga sudah ditemui wakil rakyatnya,” kata Susilo. Sementara itu, Camat Rantau Bayur Deni Sukmana mengatakan, permasalahan sengketa lahan memang sudah berlangsung lama.

Hanya saja, memang harus menunggu kebijakan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Dia berjanji akan mengumpulkan tokoh masyarakat Kecamatan Rantau Bayur guna meredam kemarahan warga atas penahanan warga Rantau Bayur.“Kita mengharapkan yang terbaik. Tidak ada warga yang dirugikan,” janji Deni.

Sampai berita ini dimuat, pihak Balit Sembawa tidak bersedia dimintai keterangan terkait sengketa lahan yang memicu aksi anarkistis tersebut.Kepala Monitoring Kebun Nusirwan yang ditemui di sela-sela kejadian mengatakan, dirinya tidak bersedia memberikan keterangan. “Maaf, kami belum bisa beri keterangan. Nanti saja kita jelaskan,”ujarnya singkat. (tazmalinda)

Sumber : Seputar Indonesia

Selengkapnya...

Ratusan Warga Banyuasin Ngamuk

BANYUASIN, SRIPO — Ratusan warga Desa Tanjungmenang Musi dan Seinaik Kecamatan Rantaubayur Banyuasin, Senin (2/8) sore melakukan tindakan anarkis. Mereka mengamuk dengan membakar kantor Divisi V Balai Penelitian Sembawa. Kantor itu selama ini digunakan untuk menyimpan arsip-arsip penting milik Balit Sembawa.

Warga yang beringas datang membawa parang, golok tombak dan kayu. Mereka merusak 10 rumah yang ditempati para karyawan Balit Sembawa dan pos jaga. Mereka juga merusak pos komunikasi Pabrik pengolahan karet remah Balit Sembawa tersebut.

Sedikitnya 30 Kepala Keluarga (KK) yang mendiami rumah semi permanen tersebut ketakutan. Mereka berlari meninggalkan rumah tempat tinggal mereka dan merelakan rumah tersebut hancur dirusak warga.

Aparat Polres Banyuasin yang berusaha mencegah justru diserang warga. Kondisi tidak terkendali. Situasi baru dapat dikendalikan setelah satu kompi anggota Brimod Polda Sumsel yang dilengkapi tameng dan senjata laras panjang datang ke lokasi sekitar pukul 17.40.

Sudah 15 Tahun Aksi anarkis warga dua desa ini terjadi, lantaran warga kesal tuntutan mereka yakni lahan seluas 2.500 hektar yang dikuasai Balit Sembawa sejak 1995 dan sudah ditanami sawit tidak pernah ada titik penyelesaian. Sementara warga merasa tidak pernah menjual lahan tersebut kepada Balit Sembawa.

Informasi yang dihimpun, warga yang berjumlah sekitar 300 orang itu, mulai mendatangi pabrik pengolahan karet remah milik Balit Sembawa itu sekitar pukul 08.00.

Aksi pertama sempat mereda lantaran Kapolres Banyuasin AKBP Drs Susilo Rahayu Irianto, bersama wakil Ketua DPRD Banyuasin H Arkoni, anggota DPRD Banyuasin Suis Tiqlal Efendi, Khaidir, dan Burhanuddin HN serta Camat Rantaubayur tiba di lokasi. Mereka bersedia menyampaikan aspirasi warga kepada pimpinan Balit Sembawa.

Namun warga memberi batas waktu hingga pukul 18.0, jika balit Sembawa masih tetap tidak mengembalikan lahan milik warga, maka mereka akan membakar habis pabrik itu.

Setelah sempat bernegosiasi sekitar satu jam lebih rombongan dewan kembali menghampiri warga dan meminta perwakilan warga untuk ikut. Namun warga menolak. Mereka justru membakar ban. Bahkan sejumlah warga membakar gudang.

Melihat kondisi makin tidak terkendali, satu kompi Brimob Polda Sumsel didatangkan ke lokasi lengkap dengan tameng dan senjata laras panjang.

Kocar-kacir Karena warga tidak mau membuburkan diri ditambah gelagat warga yang sudah mulai menyiapkan senjata, akhirnya anggota Polres Banyuasin menghalau warga dengan dibantu satu Kompi Brimob Polda Sumsel.

Melihat anggota Polres maju, ratusan warga pun kocar-kacir. Sementara empat warga yang diduga menjadi provokator dan juga membawa sajam berhasil diamankan petugas.

Warga yang diamankan petugas, Pini Bin Lohan (48) warga lorong yakin Kertapati, Rapiudin (57) warga Desa Sembawa, Imron Heri bin Abdullah (38) warga RT 3 Desa Tanjungmenang, dan Muhammad bin Abas (23) warga Rt 05 Desa Tanjungmenang Musi.

Ketua Aksi warga Dua Desa Rapiudin (57) mengatakan, aksi yang itu dilakukan lantaran tidak adanya titik terang tentang lahan seluas 2.500 hektar yang dikuasai Balit Sembawa.

Menurut Rapiudin, warga sudah menyampaikan masalah ini ke Bupati Banyuasin, DPRD hingga Komnasham di Jakarta, namun masalah ini tidak kunjung selesai.

“Kami sudah sabar menunggu sekitar 10 tahun lebih namun tidak ada titik temu. Balit Sembawa masih tetap ngotot bahwa tanah itu sah milik mereka dengan bukti sertifikat kepemilikan,”katanya.(udn)

Sumber: sripoku.com
Selengkapnya...

Senin, Agustus 02, 2010

Walhi: SEA Games Jangan Justifikasi Gusur RTH

PALEMBANG - Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat menegaskan bahwa pihak tidak pernah mempersoalkan bahkan menolak pelaksaan SEA Games di Palembang. Malah pihaknya mendukung even tersebut digelar di Palembang.

"Kami mengingatkan jangan sampai even tersebut menjadi justifikasi ruang terbuka hijau dalam hal ini GOR dialihfungsikan," kata Sadat dalam dialog terbuka soal RTH di pelataran GOR, Senin (2/8).

Menurutnya, Walhi Sumsel menolak alih fungsi karena beberapa alasan. Diantaranya, alih fungsi itu melabrak aturan atau regulasi yang ada yakni soal RTH dan lingkungan hidup.
Walhi kembali menegaskan bahwa Kota Palembang saat ini hanya memiliki kurang dari tiga persen RTH dari luas kota yang mencapai 40 ribu hektare. Itu jauh dari ketentuan bahwa kota harus memiliki minimal 30 persen RTH dari luas kota. Sebanyak 20 persen RTH dikelola oleh pemerintah dansisanya 10 persen oleh masyarakat.

Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup Sumsel, Akhmad Najib mengatakan RTH tidak semata-mata diciptakan dan dikelola oleh pemerintah melainkan RTH bisa diciptakan oleh pihak swasta semisal pengembang perumahan. Selain itu RTH dimaksud ruang terbuka yang tanpa bangunan. Bila ada bangunan, ia mencontohkan kawasan GOR, sulit didefinisikan sebagai RTH.

Menurutnya, pengertianRTH harus diluruskan agar tidak terjadi salah pengertian.
Soegeng Haryadi

Sumber : Sripoku.com

Selengkapnya...

Air Sungai Jadi Warna Coklat


MUARAENIM - Beberapa hari terakhir Sungai Enim yang membelah Muaraenim berwana coklat, hitam dan kotor terutama setiap selesai hujan. Diduga itu berasal dari areal pertambangan batubara dan pembuangan limbah Batubara.

Dari pengamatan dan informasi di lapangan, Minggu (1/8), hampir setiap hari hujan terutama dari daerah hulu, kondisi Sungai Enim selalu kotor.

Warna air sungai berubah coklat kehitam-hitaman dan sangat tidak layak dikonsumsi sebab diduga mengandung kandungan limbah berat yang cukup membahayakan kesehatan masyarakat.

Penyebab kotornya Sungai Enim diduga berasal dari limbah rumah tangga dan industri. Namun yang paling banyak dari limbah pertambangan dan operasional batubara di hulu Sungai Enim.

Menurut Yoyok (34), warga Kelurahan Pasar I Muaraenim yang bermukim di dekat Kantor Bupati Muaraenim, mengeluhkan dengan kondisi air Sungai Enim yang kotor.

Apalagi jika musim penghujan warna Sungai Enim berwarna coklat dan kehitaman sehingga ia dan warga khawatir menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari.

“Kami kalau minum sudah beberapa tahun sudah menggunakan air galonan. Kalau dahulu masih air sungai. Sekarang kalau mau mandi harus melihat kondisi air sungainya agak jernih sedikit. Jika air kotor dipaksakan mandi biasanya badan gatal-gatal dan kurang bersih,” katanya.

Hal senada dikatakan Usdek (50), pemerhati lingkungan. Menurutnya, selayaknya perusahaan besar yang bergerak di bidang pertambangan seperti PTBA, PLTU Bukit Asam dan PT Lingga Jaya

serta usaha rumah tangga di hulu sungai, benar-benar memperhatikan kondisi tempat pembuangan limbah. Mereka harus membuat tempat pembuangan limbah dan mengoperasikan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang berlaku.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BKH) Kabupaten Muaraenim, Zulkarnain Bachtiar melalui Kabid Pengendalian Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan, Edi Irson, mengaku belum mengetahui permasalahan tersebut secara detil.

Namun diakui ia telah menerima keluhan dan laporan mengenai hal itu. Pihaknya kini masih menunggu kebijakan dari pimpinan untuk meninjau dan mengecek sumber-sumber yang diduga menjadi pencemar Sungai Enim. (ari)

Sumber : Sripoku



Selengkapnya...