Banyuasin – Lebih dari 500 warga Desa Tanjung Menang Musi dan Sungai Naik Kecamatan Rantau Bayur,kemarin mengamuk dan membakar dua bangunan yang berfungsi sebagai kantor harian administrasi Balai Penelitian (Balit) Sembawa. Selain itu, massa juga merusak kantor operasional pabrik dengan cara memecahkan kaca, mencoret dinding dan merusak fasilitas administrasi di dalamnya, serta melempari pabrik pengolahan karet dengan batu.
Karena tidak direspon oleh pihak Balit Sembawa, massa lalu merusak jalan dan menghentikan kendaraan yang akan masuk ke pabrik. Aksi anarkis ini dipicu rasa kesal warga atas sengketa lahan seluas 3.500 hektare (ha) dengan Balit Kebun Karet Sembawa. Konsentrasi massa dimulai sekitar pukul 07.00 WIB. Saat itu, mereka langsung mendatangi lokasi kebun, perkantoran dan pabrik percobaan karet remah milik Balit Sembawa.
Sebagian dari mereka membawa kayu, bensin, ban bekas dan senjata tajam sejenis parang. Mereka berkumpul di lokasi penanaman unit V perkebunan dan pabrik pengolahan karet. Massa menuntut agar dapat berdialog dengan perwakilan Balit Sembawa terkait konflik la-han yang terjadi sejak tahun 1995 lalu. Namun, karena tidak mendapat respon dari Balit Sembawa, akhirnya massa yang emosi membakar dua bangunan perkantoran.
Sekitar pukul 11.00 WIB, massa kembali melakukan aksi dengan memboikot aktivitas pabrik dan perkebunan. Alhasil, seluruh pegawai akhirnya menghentikan aktivitasnya. Bahkan, beberapa pegawai dan keluarga yang menempati mess Balit Sembawa yang terletak tak jauh dari lokasi, tampak ketakutan dengan aksi anarkis ratusan warga dari dua desa tersebut. Sambil menunggu perwakilan Balit Sembawa untuk bernegosiasi, massa memusatkan diri di depan pabrik.
Sambil menunggu, mereka membakar ban bekas. Sementara itu, sekitar pukul 08.00 WIB, jajaran Polres Banyuasin mulai melakukan pengamanan. Namun, karena kondisi massa yang menyebar di lokasi perkebunan, pihak keamanan sedikit kesulitan melakukan pengamanan. Ketua Forum Masyarakat Desa Rafiudin mengatakan, aksi yang dilakukan warga merupakan bentuk kekesalan yang telah memuncak.
Sebab, sengketa lahan yang terjadi sejak tahun 1995 itu tak kunjung mendapatkan solusi. Sementara,sejak tahun 1999,permasalahan sengketa sudah pernah diperjuangkan hingga tingkat pemerintah daerah, namun tidak menuai hasil. “Warga kesal karena lahan adat dikuasai paksa oleh Balit. Sementara, lama-kelamaan luas areal garap Balit semakin meluas hingga tidak memberikan akses bagi masyarakat.
Apalagi,sengketa lahan yang mencuat sejak empat tahun terakhir juga tidak mendapat respon dari pemerintah,” ujar Rafiudin. Mantan anggota TNI AD ini menambahkan, sengketa lahan yang terjadi juga pernah diadukan kepada Kementerian Pertanian RI. “Kami warga sudah tidak percaya lagi dengan janji yang diberikan. Apalagi, tanah adat yang menyimpan kekayaan adat desa makin beralih fungsi menjadi tanaman karet dan sawit,” tukasnya.
Sementara itu, di ruang Balai Penelitian, perwakilan dari Balit Sembawa, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuasin serta Kapolres Banyuasin melakukan dialog guna membawa tuntutan warga. Ternyata, pihak Balit tidak mampu memberikan jawaban atas tuntutan warga karena semua kebijakan Badan Litbang Pertanian berada di bawah Kementerian Pertanian RI.
Lalu, enam anggota DPRD Banyuasin yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Banyuasin Arkoni memutuskan untuk menemui massa. Namun, massa menolak mediasi yang akan difasilitasi anggota legislatif Banyuasin tersebut. Warga kukuh mempertahankan diri di seputaran pabrik dan mengancam akan membakar pabrik jika sampai dengan pukul 18.00 WIB, tuntutan atas lahan tersebut tidak mendapatkan solusi dari pihak Balit Sembawa.
Dibubarkan Paksa
Sementara itu, Kapolres Banyuasin Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Susilo RI melakukan upaya persuasif sambil mengimbau warga agar menunggu hasil mediasi di Kementerian Pusat. Namun, melihat kemarahan warga terus memuncak, diputuskan untuk melakukan pembubaran paksa. Dengan menurunkan satu kompi Brimob Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel dan 250 personel huru hara (PHH), pembubaran paksa diwarnai aksi kejar-kejaran dan suara tembakan.
Empat warga ditangkap bersama barang bukti berupa dua motor, dua senjata tajam jenis parang, tempat bensin,dan ban bekas. Keempat warga yang ditangkap yakni Pini bin Lohan, 48, warga Lorong Yakin Kertapati, Rapiudin, 57,warga Desa Sembawa, Imron Heri bin Abdullah, 38, warga RT 3 Desa Tanjungmenang, dan Muhammad bin Abas, 23, warga RT 05 Desa Tanjungmenang Musi.
Petugas juga mengamankan satu unit sepeda motor Yamaha RX King BG 4037 JG dan lima senjata tajam milik warga desa. “Petugas sudah mengupayakan pendekatan persuasif dan meminta warga bersabar menunggu mediasi. Apalagi, warga sudah ditemui wakil rakyatnya,” kata Susilo. Sementara itu, Camat Rantau Bayur Deni Sukmana mengatakan, permasalahan sengketa lahan memang sudah berlangsung lama.
Hanya saja, memang harus menunggu kebijakan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Dia berjanji akan mengumpulkan tokoh masyarakat Kecamatan Rantau Bayur guna meredam kemarahan warga atas penahanan warga Rantau Bayur.“Kita mengharapkan yang terbaik. Tidak ada warga yang dirugikan,” janji Deni.
Sampai berita ini dimuat, pihak Balit Sembawa tidak bersedia dimintai keterangan terkait sengketa lahan yang memicu aksi anarkistis tersebut.Kepala Monitoring Kebun Nusirwan yang ditemui di sela-sela kejadian mengatakan, dirinya tidak bersedia memberikan keterangan. “Maaf, kami belum bisa beri keterangan. Nanti saja kita jelaskan,”ujarnya singkat. (tazmalinda)
Sumber : Seputar Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar