PALEMBANG– Kondisi lingkungan di Kota Palembang saat ini perlu mendapat perhatian yang serius. Pasalnya,selain pencemaran udara yang tinggi, tingkat kebisingan di kota berslogan BARI (bersih, aman,rapi dan indah ) ini juga sudah cukup tinggi.
Diperlukan upaya yang ekstra serius oleh pemerintah daerah untuk mengatasi hal ini. Bila tidak, ancaman terhadap kesehatan manusia juga makin tinggi. Data terakhir yang dilansir Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel menunjukkan betapa buruk dan memprihatinkannya kualitas udara Kota Palembang. Hal ini diindikasikan dengan kandungan karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2, nitrogen dioksida (NO2), amoniak (NH3), Timbal (Pb), dan Total Suspended Particulate (TSP) yang jauh melampaui ambang batas yang ditetapkan.
Kepala UPTB Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel Kemas Ahmad Sukri mengungkapkan, dari delapan titik di Kota Palembang yang diteliti,ternyata tingkat pecemaran tinggi dan diatas ambang baku yang ditetapkan. Hal ini makin parah di saat musim kemarau datang. “Jika musim kemarau maka kondisi makin parah lantaran volume asap yang disebabkan dari kebakaran,” jelasnya kepada SI pekan lalu.
Delapan titik yang rawan pencemaran udara dan kebisingan tinggi tersebut adalah perempatan Bandara SMB II, simpang Polda, simpang R RK Charitas, bundaran air mancur (BAM) Mesjid Agung, simpang Sungki,perempatan Jakabaring, simpang lima Jalan Kapten A Rivai dan simpang Jembatan Musi II. “Konsentrasi CO di beberapa titik padat lalulintas seperti bundaran air mancur- Masjid Agung, simpang Charitas dan Simpang Polda.
Hal ini disebabkan pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna seperti bensin, solar dan kayu bakar sehingga dapat menyebabkan pusing-pusing dan letih,”ujarnya. Selain itu,tambah Sukri,untuk pencemaran SO2 tertinggi terdapat di simpang bandara SMB II.Hal ini disebabkan pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur seperti solar dan batu bara.
“Gas ini tidak berwarna, berbau pada konsentrasi yang pekat. Jika terhirup gas ini dapat menyebabkan sesak nafas bahkan kematian pada manusia dan hewan,” jelasnya. Pelaksana Kegiatan Koordinasi Penelitian Langit Biru Novenda menambahkan, selain CO dan SO2, konsentrasi NO2 juga merupakan pencemaran tertinggi di beberapa titik, seperti simpang lima Jalan Kapten A Rivai dan Simpang Sungki.
Dimana gas ini berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam yang disebabkan pembakaran bensin, batu bara dan gas alam. “NO2 bersifat racun terutama pada paru-paru. Dimana, paruparu yang terkontaminasi dengan gas NO2 akan menglami pembengkakan. Apalagi, pada konsentrasi NO2 >100 ppm kebanyakan hewan mati,”jelas Noveda. Dia menyebutkan , untuk pencemaran amoniak atau NH3 yang tertinggi terjadi di simpang empat Musi II dan Simpang Sungki.
Sementara konsentrasi timbal atau Pb tertinggi berdasarkan pemantauan berada di simpang lima Jalan Kapten A Kapten A Rivai. “Kendaraan bensin yang mengandung timbal atau logam lunan kebiru-biruan atau keabu-abuan keperakan sangat beracun.Tidak hanya itu, logam dapat menyebabkan kerusakan sistem syarat dan pencernaan terutama pada anakanak,” bebernya.
Selain itu, unsur kandungan Total Suspended Partikulate (TSP) juga banyak berada di simpang Polda dan simpang Bandar SMB II. Dimana partikulat yang merupakan padatan atau cairan udara dalam bentuk asap, debu dan uap dapat membahayakan kesehatan umumnya berkisar 0,1 mikron- 10 mikron. PM 10 berukuran <>
WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.
Kunjungi Alamat Baru Kami
Senin, Agustus 02, 2010
Kualitas Udara Buruk, Kebisingan Tinggi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar