PANGKALAN BALAI (Banyuasin) – Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Tanjung Menang, Banyuasin Hasibuan mengungkapkan, pasca pembakaran kantor administrasi Balai Penelitian (Balit) Sembawa, Banyuasin, ternyata masih ada beberapa warga yang dilaporkan hilang dan belum kembali ke kediaman masing-masing.
Belum pulangnya warga diduga karena masih dilanda rasa ketakutan, akibat aksi anarkis di lokasi Balit Sembawa.“Dengar dari obrolan warga, memang ada (beberapa warga) yang belum kembali ke rumah sejak tragedi Balit terjadi. Namun, untuk berapa jumlahnya saya juga kurang tahu,” ujar Hasibuan. Dijelaskan Hasibuan, kendati ada sejumlah warga yang hilang, namun hingga kemarin, aktivitas warga sudah kembali normal.
“Tapi ada juga yang masih masih shock dan tidak berani keluar desa, apalagi masih banyak pengamanan di lokasi Balit,” ungkap Hasibuan. Hasibuan menambahkan, sebenarnya permasalahan sengketa lahan desa milik warga dengan pihak Balit sudah berlangsung lama. “Namun penyelesaiannya memang tidak pernah jelas, dan perangkat desa juga sudah berkali- kali ganti orang,”tukasnya.
Sementara Kepala Kepolisian Resor (Polres) Banyuasin Ajun Komisaris Polisi (AKP) Susilo RI memastikan, bahwa hanya ada empat warga yang ditangkap saat pembubaran paksa berlangsung. “Untuk warga yang belum kembali, kita belum tahu pasti, dan jelas bukan dilakukan oleh anggota kita.Namun,masyarakat desa dipersilahkan melaporkan anggota keluarga yang tidak ditemukan, pasca pengamanan ini,” ujar Susilo.
Khusus untuk pengamanan di lokasi pabrik, lanjut Susilo, pihaknya masih menyiagakan 90 personel Brimob dan 60 personel gabungan dari Polres Banyuasin. “Pengamanan masih akan dilakukan selama tiga hari ke depan, sampai nanti dikembalikan pada pengamanan Balit,” ungkapnya. Soal status keempat warga yang ditahan oleh Polres Banyuasin? Susilo memastikan keempatnya ditetapkan sebagai tersangka.“
Empat warga diamankan masih dilakukan penyidikan. Karena,selain melakukan tindakan provokasi, keempatnya juga melakukan perusakan,”tegasnya. Di tempat berbeda, terkait aksi anarkis warga yang mengklaim tanah Balit Sembawa milik mereka, pihak Balit malah bersikukuh lahan yang disengketakan warga resmi milik Balit Sembawa dengan sertifikat lahan yang sah.
Kepala Balit Sembawa Haidir Hanipalupi bahkan mengakui, Balit Sembawa sudah memiliki sertifikat atas 3.350 hektare (ha) penelitian tanaman sawit dan karet dari Kementerian Perta-nian RI sejak 1989. “Pihak Balit sudah mengurus lahan perencanaan bagi penelitian karet dan sawit di provinsi Sumsel sejak 1974. Lalu, pada 1989, Balit sudah memiliki sertifikat yang langsung diurus oleh Departemen Pertanian RI .
Saat itu,lokasi penelitian masih dalam pemerintahan Kabupaten Musi Banyuasin,” ujarnya usai menemui Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed,kemarin. Haidir juga menjelaskan areal lokasi Balit berada di areal Sembawa memiliki batas hingga perbatasan Sungai Musi, termasuk diantaranya 10 dusun yang berada di sana. “Memang di lokasi Balit masuk adminitrasi Desa Sembawa, Sungai Naik, Tanjung Menang, Lebung,Kemang Bejalu dan desadesa lainnya.
Namun, batas-batas desa juga tidak diketahui secara pasti,”jelasnya. Karena ketidakjelasan itu, sambung Haidir,dugaan Balit melakukan penyerobotan atas lahan adat di dua desa tidak benar adanya. “Toh, pihak Balit sudah memiliki sertifikat sah,dan warga juga tak mampu menunjukkan bukti atas tanah mereka,” terang Haidir seraya memastikan, pihak Balit tidak bisa mengakomodir tuntutan warga dua desa, yang melakukan aksi anarkis di Balit Sembawa Banyuasin.
Dia juga memastikan, pasca pembakaran, kondisi operasional perkebunan mulai berjalan normal. Tapi, untuk operasional pabrik pengolahan karet remah masih dinonaktifkan. “Tentunya kejadian ini merugikan pihak Balit yang sedang fokus dalam penelitian tanaman perkebunan yang dimulai sejak 1982,yakni penelitian karet lahan sedang dan sawit kultur jaringan,” tukasnya.
Haidir memprediksi, akibat aksi anarkis yang mengakibatkan dua kantor terbakar,hingga pengrusakan kantor operasional pabrik dan sejumlah fasilitas kantor unit V, pihak Balit mengalami kerugian mencapai Rp200 juta. Di tempat yang sama, Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed membenarkan, permasalahan sengketa lahan yang dituntut warga sudah berlangsung lama.
“Tapi, sejak 1999 sudah ditegaskan lahan menjadi milik Balit. Namun, gejolak masyarakat yang diprovokasi oleh segelintir oknum membuat masalah sengketa terus berlanjut, dan. berakhir dengan aksi anarkis yang merugikan pihak lain,”ujar Amiruddin. Dia juga menyesalkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh warga Desa Kecamatan Rantau Bayur.
“Semua masalah bisa diselesaikan jika semua pihak dapat duduk satu meja. Namun, jika anarkis yang dilakukan tentunya sudah tidak menggunakan akal sehat lagi. Tapi, ke depan kita akan melakukan komunikasi bersama dengan tokoh masyarakat Kecamatan Rantau Bayur, guna menyelesaikan permasalahan ini,”janjinya.
Sumber: Sindo
0 komentar:
Posting Komentar