Oleh: Hadi Jatmiko,ST
Tak terasa besok kita sudah memasuki Tahun yang baru, tahun dimana setiap orang mempunyai harapan untuk mendapatkan kehidupan lebih baik dari tahun sebelumnya,begitupun dengan aku semoga harapan ku selama ini muncul menjadi nyata di tahun 2011.
Evaluasi dan refleksi atas harapan harapan sebelumnya pun ku lakukan, dimana dari banyaknya mimpi atau harapan yang ada di tahun belakang ternyata ada Dua Harapan yang tidak terwujud dan malah di 2011 ini harus ku benam sedalam dalam nya, kedalam “dangkal” nya Sungai Musi, sungai yang membelah kota kami menjadi dua,Kota seberang Ilir dan seberang Hulu.
Sea games, siapa yang tidak tahu dengan sea games. Tukang sapu dijalanan, pengemis, dan tukang becak ketika ditanya apa itu sea games pasti mereka akan tahu. Sea games merupakan ajang pertandingan olahraga paling bergengsi di Asia Tenggara, sedikitnya ada 10 Negara yang akan ikut bertanding memperebutkan piala dari 40 cabang olahraga.
Namun bagaimana jika kegiatan yang sebesar itu dilakukan di sebuah kota yang belum memiliki kelengkapan Infrastruktur sarana dan prasarana olahraga yang memadai?. Itulah yang terjadi di Kota kami, (Palembang) dengan modal pernah menjadi tuan rumah dari Pekan Olahraga Nasional ke 16 (PON) tahun 2004 yang lalu, gubernur secara berani meminta agar Pemerintah di Jakarta menjadikan Propinsi kami sebagai tuan rumah dari pelaksanaan Sea Games XXVI tahun 2011, tepatnya di Bulan Nopember. Dan tak ayal gayung pun bersambut presiden dalam rapat terbatasnya di Penghujung tahun 2010 menetapkan Sumsel sebagai Tuan Rumah Pembukaan dan penutupan Sea Games XXVI dengan 22 Cabang Olahraga (seagamessumsel.com)
Setelah resmi menjadi tuan rumah Sea Games, pembangunan untuk Venues venues tempat ke 22 Cabang olehraga tersebut dipertandingkan pun mulai digalakan. Jakabaring salah satu keluarahan yang ada di Kota Palembang menjadi wilayah yang ditunjuk untuk menjadi lokasi pembangunan Venues Venues tersebut. Namun sebelum jauh para pembaca dan masyarakat Indonesia dan Internasional membanggakan dan mendukung kesuksesan pelaksanaan event ini di Sumsel tepatnya di Kota Palembang ini, Ada baiknya semua orang (Masyarakat Indonesia, dan Internasional) mengetahui bagaimana pemerintah kami, membangun fasilitas venues venues cabang olahraga untuk Sea Games yang hanya berlangsung tidak lebih dari satu Bulan tersebut, tetapi menghancurkan semua ruang Hidup kami dan generasi kami puluhan bahkan sampai ratusan tahun mendatang.
Awal petaka kehancuran
Kota kami Palembang merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri,kota ini dibelah oleh satu sungai dengan sebutan sungai musi dengan panjang mencapai 720 Km, dua wilayah yang terpisah ini seberang ilir dan seberang ulu dihubungkan oleh satu buah jembatan tua yang diberi nama AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat) di buat pada tahun 60 –an masa pemerintahan presiden soekarno.
Luas Kota kami adalah 40.006 Ha, merupakan dataran rendah berawa yang dipengaruhi pasang surut air laut dengan range 2 – 3 Meter, dibagian utara kota (Seberang Ilir) tanah kota ini relatif landai 5 – 9 Persen, sedangkan bagian selatan (Seberang ulu)adalah Tanah datar 0 – 4 Persen.
50 Persen dari luas kota kami yaitu 20.000 Ha adalah rawa. Namun karena Pesatnya perkembangan pembangunan Kota, rawa rawa pun ditimbun disulap menjadi bangunan bangunan perkantoran,Perumahan dan lain nya, sehingga pada tahun 2006 yang lalu menurut walikota pada acara Seminar Nasional Peran dan Prospek Pengembangan Rawa dalam Pembangunan Nasional , sisa rawa yang ada hanya tinggal 30 Persen saja. Dampaknya tak dapat dipungkiri lagi setiap hujan turun, air pun tak dapat diserap dan ditampung lagi oleh rawa, akhirnya Banjirpun datang menyerang rumah rumah Penduduk, perkantoran dan pusat pusat kota kami.
Kini dari sedikitnya rawa yang tersisa tersebut harapan kami cuma tinggal kawasan rawa jakabaring, akan tetapi keberlanjutan lahan rawa dikawasan inipun tidak berlangsung lama karena seperti yang aku sebutkan diatas, wilayah ini telah di tetapkan oleh pemerintah Sumsel untuk menjadi pusat pembangunan Venues venues untuk pertandingan 22 Cabang Olahraga Sea Games XXVI nanti, dengan luas lahan rawa yang di timbun mencapai 300 Ha,dan ini belum termasuk lahan untuk pendukung pembangunan infrastruktur lainnya. Sehingga dapat dipastikan bahwa akan ada lebih dari 1 Juta Kubik air yang akan kehilangan “Tempat Tinggalnya” dan artinya air air ini akan mencari rumah rumah baru. (baca;Banjir).
Harapan terakhir pun musnah
Seiring dengan hancurnya lahan lahan Rawa yang tersisa yang selama ini berfungsi sebagai kawasan resapan air. maka agar kota kami tidak mengalami banjir besar seperti yang dialami oleh Kotanya “Para Ahli”(Jakarta), Kamipun mulai melirik mencoba mengantungkan harapan kami kepada pemerintahan, agar dapat melestarikan dan menjaga ruang hijau yang mulai tergerus oleh rakusnya pembangunan. Meminjam data Walhi sumsel ruang Terbuka hijau yang ada di Kota Kami hanya tinggal 3 Persen dari luas Kota yaitu 1.200 Ha. Dan menurut Walhi Ruang Hijau mempunyai fungsi yang hampir sama dengan rawa, tapi punya nilai plus lainnya yaitu penetral kualitas Udara.
Namun apa dikata harapan ku tentang sebuah Ruang Hijau dimana kami bisa bermain dan berdiskusi didalamnya, ruang dimana aku dapat melihat Firman firman utina kecil yang sedang tertawa riang sambil menendang bulatnya bola, ditengah nyaringnya suara klakson kendaraan. Dan ruang dimana udara bersih masih dapat di nikmati ditengah Hitam pekatnya asap asap kendaraan bermotor, dan asap asap dari “lintingan rokok” Raksasa Pabrik pabrik yang beterbangan, dan sedang mewarnai langit kota ini. Harus pupus bersamaan dengan semakin besarnya keinginan pemerintah daerah kami untuk menyukseskan penyelenggaran Sea games di Propinsi ini,sehingga jangankan menambah ruang ruang hijau yang luasnya belum memenuhi Kuota 20 Persen dari luas kota (UU No 26/2007), tapi malah menghancurkan ruang hijau yang telah ada.
Adalah Ruang Hijau GOR merupakan salah satu korbannya, Ruang Hiaju yang berdasarkan RTRW 2014 di tempatkan sebagai Ruang Publik untuk Pendidikan dan Olahraga, kini telah dihancurkan. Pohon Pohon rimbun yang telah umurnya sebanding dengan Umur orang tua kami, harus roboh seiring dengan berdirinya tiang tiang pancang untuk pembangunan Hotel dan cafe, yang katanya merupakan infrastruktur untuk menyukseskan penyelenggaraan Sea Games di kota kami. Tak ketinggalan pinggiran dari Kolam Kolam Retensi yang dahulunya berambalkan rerumputan hijau dan berfungsi sebagai penampung air yang ada di dalam kawasan ini pun ditimbun (diurug) dengan tanah tanah yang mereka ambil dari lokasi lokasi galian galian C yang diduga diambil secara ilegal di Kabupaten Banyuasin dan sekitarnya.
Sebenarnya telah banyak elemen organisasi rakyat seperti Walhi yang melakukan protes secara besar besaran terhadap rencana pemerintah menghancurkan kawasan ini, dan tak tanggung tanggung merekapun melakukan aksi protes ini setiap satu minggu sekali, dan atas murninya perjuangan mereka ini, akupun tertarik untuk bergabung dengan mereka guna melakukan protes. Namun apa dikata semua protes tersebut tidak pernah di dengarkan oleh pemerintah dan pengambil kebijakan (legislatif). dan perjuangan kamipun harus dikalahkan dengan besar dan banyaknya uang yang berterbangan di depan mata para pejabat dan anggota anggota legislatif atau bahkan mungkin Industri Media massa yang hanya diam tidak memberitakan apapun tentang protes protes kami ini.
Kini di menit menit akhir pergantian tahun 2010 – 2011, Untuk yang terakhir kalinya ditahun ini, dengan menggunakan sepeda motor butut ku. Aku mencoba untuk mendatangi dan melewati lagi semua kawasan Rawa dan Kawasan hijau Publik yang telah hancur lebur tersebut, guna merekam semua pemandangan dan kejadian ini sebagai sebuah sejarah kota ini. Sambil merenung dan bertanya kepada semua orang yang masih mempunyai Logika dan Nurani , "Wajarkah apa yang dilakukan pemerintah ini, yang hanya demi sebuah event yang berlangsung hanya sekejap mata dan menghabiskan uang rakyat milyaran bahkan triliunan Rupiah tersebut, harus menghancurkan penopang hidup dan keselamatan dari Puluhan Ribu Rakyat? ", serta tak luput sebuah pertanyaan ku kepada rezim bedebah ini "Ruang hidup kami yang mana lagikah di tahun depan, yang akan kau Hancurkan, Wahai bedebah.?".
Tak terasa besok kita sudah memasuki Tahun yang baru, tahun dimana setiap orang mempunyai harapan untuk mendapatkan kehidupan lebih baik dari tahun sebelumnya,begitupun dengan aku semoga harapan ku selama ini muncul menjadi nyata di tahun 2011.
Evaluasi dan refleksi atas harapan harapan sebelumnya pun ku lakukan, dimana dari banyaknya mimpi atau harapan yang ada di tahun belakang ternyata ada Dua Harapan yang tidak terwujud dan malah di 2011 ini harus ku benam sedalam dalam nya, kedalam “dangkal” nya Sungai Musi, sungai yang membelah kota kami menjadi dua,Kota seberang Ilir dan seberang Hulu.
Sea games, siapa yang tidak tahu dengan sea games. Tukang sapu dijalanan, pengemis, dan tukang becak ketika ditanya apa itu sea games pasti mereka akan tahu. Sea games merupakan ajang pertandingan olahraga paling bergengsi di Asia Tenggara, sedikitnya ada 10 Negara yang akan ikut bertanding memperebutkan piala dari 40 cabang olahraga.
Namun bagaimana jika kegiatan yang sebesar itu dilakukan di sebuah kota yang belum memiliki kelengkapan Infrastruktur sarana dan prasarana olahraga yang memadai?. Itulah yang terjadi di Kota kami, (Palembang) dengan modal pernah menjadi tuan rumah dari Pekan Olahraga Nasional ke 16 (PON) tahun 2004 yang lalu, gubernur secara berani meminta agar Pemerintah di Jakarta menjadikan Propinsi kami sebagai tuan rumah dari pelaksanaan Sea Games XXVI tahun 2011, tepatnya di Bulan Nopember. Dan tak ayal gayung pun bersambut presiden dalam rapat terbatasnya di Penghujung tahun 2010 menetapkan Sumsel sebagai Tuan Rumah Pembukaan dan penutupan Sea Games XXVI dengan 22 Cabang Olahraga (seagamessumsel.com)
Setelah resmi menjadi tuan rumah Sea Games, pembangunan untuk Venues venues tempat ke 22 Cabang olehraga tersebut dipertandingkan pun mulai digalakan. Jakabaring salah satu keluarahan yang ada di Kota Palembang menjadi wilayah yang ditunjuk untuk menjadi lokasi pembangunan Venues Venues tersebut. Namun sebelum jauh para pembaca dan masyarakat Indonesia dan Internasional membanggakan dan mendukung kesuksesan pelaksanaan event ini di Sumsel tepatnya di Kota Palembang ini, Ada baiknya semua orang (Masyarakat Indonesia, dan Internasional) mengetahui bagaimana pemerintah kami, membangun fasilitas venues venues cabang olahraga untuk Sea Games yang hanya berlangsung tidak lebih dari satu Bulan tersebut, tetapi menghancurkan semua ruang Hidup kami dan generasi kami puluhan bahkan sampai ratusan tahun mendatang.
Awal petaka kehancuran
Kota kami Palembang merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri,kota ini dibelah oleh satu sungai dengan sebutan sungai musi dengan panjang mencapai 720 Km, dua wilayah yang terpisah ini seberang ilir dan seberang ulu dihubungkan oleh satu buah jembatan tua yang diberi nama AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat) di buat pada tahun 60 –an masa pemerintahan presiden soekarno.
Luas Kota kami adalah 40.006 Ha, merupakan dataran rendah berawa yang dipengaruhi pasang surut air laut dengan range 2 – 3 Meter, dibagian utara kota (Seberang Ilir) tanah kota ini relatif landai 5 – 9 Persen, sedangkan bagian selatan (Seberang ulu)adalah Tanah datar 0 – 4 Persen.
50 Persen dari luas kota kami yaitu 20.000 Ha adalah rawa. Namun karena Pesatnya perkembangan pembangunan Kota, rawa rawa pun ditimbun disulap menjadi bangunan bangunan perkantoran,Perumahan dan lain nya, sehingga pada tahun 2006 yang lalu menurut walikota pada acara Seminar Nasional Peran dan Prospek Pengembangan Rawa dalam Pembangunan Nasional , sisa rawa yang ada hanya tinggal 30 Persen saja. Dampaknya tak dapat dipungkiri lagi setiap hujan turun, air pun tak dapat diserap dan ditampung lagi oleh rawa, akhirnya Banjirpun datang menyerang rumah rumah Penduduk, perkantoran dan pusat pusat kota kami.
Kini dari sedikitnya rawa yang tersisa tersebut harapan kami cuma tinggal kawasan rawa jakabaring, akan tetapi keberlanjutan lahan rawa dikawasan inipun tidak berlangsung lama karena seperti yang aku sebutkan diatas, wilayah ini telah di tetapkan oleh pemerintah Sumsel untuk menjadi pusat pembangunan Venues venues untuk pertandingan 22 Cabang Olahraga Sea Games XXVI nanti, dengan luas lahan rawa yang di timbun mencapai 300 Ha,dan ini belum termasuk lahan untuk pendukung pembangunan infrastruktur lainnya. Sehingga dapat dipastikan bahwa akan ada lebih dari 1 Juta Kubik air yang akan kehilangan “Tempat Tinggalnya” dan artinya air air ini akan mencari rumah rumah baru. (baca;Banjir).
Harapan terakhir pun musnah
Seiring dengan hancurnya lahan lahan Rawa yang tersisa yang selama ini berfungsi sebagai kawasan resapan air. maka agar kota kami tidak mengalami banjir besar seperti yang dialami oleh Kotanya “Para Ahli”(Jakarta), Kamipun mulai melirik mencoba mengantungkan harapan kami kepada pemerintahan, agar dapat melestarikan dan menjaga ruang hijau yang mulai tergerus oleh rakusnya pembangunan. Meminjam data Walhi sumsel ruang Terbuka hijau yang ada di Kota Kami hanya tinggal 3 Persen dari luas Kota yaitu 1.200 Ha. Dan menurut Walhi Ruang Hijau mempunyai fungsi yang hampir sama dengan rawa, tapi punya nilai plus lainnya yaitu penetral kualitas Udara.
Namun apa dikata harapan ku tentang sebuah Ruang Hijau dimana kami bisa bermain dan berdiskusi didalamnya, ruang dimana aku dapat melihat Firman firman utina kecil yang sedang tertawa riang sambil menendang bulatnya bola, ditengah nyaringnya suara klakson kendaraan. Dan ruang dimana udara bersih masih dapat di nikmati ditengah Hitam pekatnya asap asap kendaraan bermotor, dan asap asap dari “lintingan rokok” Raksasa Pabrik pabrik yang beterbangan, dan sedang mewarnai langit kota ini. Harus pupus bersamaan dengan semakin besarnya keinginan pemerintah daerah kami untuk menyukseskan penyelenggaran Sea games di Propinsi ini,sehingga jangankan menambah ruang ruang hijau yang luasnya belum memenuhi Kuota 20 Persen dari luas kota (UU No 26/2007), tapi malah menghancurkan ruang hijau yang telah ada.
Adalah Ruang Hijau GOR merupakan salah satu korbannya, Ruang Hiaju yang berdasarkan RTRW 2014 di tempatkan sebagai Ruang Publik untuk Pendidikan dan Olahraga, kini telah dihancurkan. Pohon Pohon rimbun yang telah umurnya sebanding dengan Umur orang tua kami, harus roboh seiring dengan berdirinya tiang tiang pancang untuk pembangunan Hotel dan cafe, yang katanya merupakan infrastruktur untuk menyukseskan penyelenggaraan Sea Games di kota kami. Tak ketinggalan pinggiran dari Kolam Kolam Retensi yang dahulunya berambalkan rerumputan hijau dan berfungsi sebagai penampung air yang ada di dalam kawasan ini pun ditimbun (diurug) dengan tanah tanah yang mereka ambil dari lokasi lokasi galian galian C yang diduga diambil secara ilegal di Kabupaten Banyuasin dan sekitarnya.
Sebenarnya telah banyak elemen organisasi rakyat seperti Walhi yang melakukan protes secara besar besaran terhadap rencana pemerintah menghancurkan kawasan ini, dan tak tanggung tanggung merekapun melakukan aksi protes ini setiap satu minggu sekali, dan atas murninya perjuangan mereka ini, akupun tertarik untuk bergabung dengan mereka guna melakukan protes. Namun apa dikata semua protes tersebut tidak pernah di dengarkan oleh pemerintah dan pengambil kebijakan (legislatif). dan perjuangan kamipun harus dikalahkan dengan besar dan banyaknya uang yang berterbangan di depan mata para pejabat dan anggota anggota legislatif atau bahkan mungkin Industri Media massa yang hanya diam tidak memberitakan apapun tentang protes protes kami ini.
Kini di menit menit akhir pergantian tahun 2010 – 2011, Untuk yang terakhir kalinya ditahun ini, dengan menggunakan sepeda motor butut ku. Aku mencoba untuk mendatangi dan melewati lagi semua kawasan Rawa dan Kawasan hijau Publik yang telah hancur lebur tersebut, guna merekam semua pemandangan dan kejadian ini sebagai sebuah sejarah kota ini. Sambil merenung dan bertanya kepada semua orang yang masih mempunyai Logika dan Nurani , "Wajarkah apa yang dilakukan pemerintah ini, yang hanya demi sebuah event yang berlangsung hanya sekejap mata dan menghabiskan uang rakyat milyaran bahkan triliunan Rupiah tersebut, harus menghancurkan penopang hidup dan keselamatan dari Puluhan Ribu Rakyat? ", serta tak luput sebuah pertanyaan ku kepada rezim bedebah ini "Ruang hidup kami yang mana lagikah di tahun depan, yang akan kau Hancurkan, Wahai bedebah.?".
0 komentar:
Posting Komentar