Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan mendesak pemerintah daerah setempat segera mengambil langkah untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup, termasuk menghentikan pencemaran sungai, penggundulan hutan, dan pengrusakan ekologis lainnya.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, didampingi stafnya Hadi Jatmiko di Palembang Rabu mengemukakan, sejumlah fakta hasil temuan dan investigasi yang mereka lakukan selama 2010 menunjukkan masih berlangsungnya praktik penjarahan dan penghancuran sumber daya alam di Provinsi Sumsel.
"Kami khawatir, kalau tidak ada langkah tegas untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup itu, pada tahun 2011 ini, akan terjadi lebih parah lagi," kata Sadat pula.
Pada Selasa (11/1), Walhi Sumsel di Kantor LKBN ANTARA Biro Sumsel telah menyampaikan catatan kritis atas potret dan praktik penyelenggaraan lingkungan hidup di Sumsel tahun 2010 di hadapan dinas dan instansi terkait, kalangan akademisi, praktisi pers dan LSM serta mahasiswa.
Hadi Jatmiko menegaskan bahwa dalam realitasnya, berbagai program pembangunan dan investasi di Sumsel yang dikampanyekan oleh pemda setempat sebagai upaya untuk menjamin kesejahteraan rakyat, dinilai hanya merupakan `bualan` semata yang justru makin memperlebar kemiskinan rakyat serta memasifkan kehancuran lingkungan hidup di daerah ini.
Dia mencontohkan, penyelenggaraan event SEA Games ke-26 pada November 2011 di Sumsel, dengan berbagai program pembangunan maupun investasi lainnya, lebih tertuju pada semakin terakumulasi modal dan kekayaan kepada para elit bisnis dan politik di daerah ini yang secara paralel juga telah mereduksi kualitas lingkungan hidup yang ada.
Secara detail Walhi Sumsel memaparkan kondisi kerusakan ekologis yang terjadi di daerahnya, seperti adanya alihfungsi GOR Palembang sebagai kawasan publik untuk dijadikan Palembang Sport and Convention Centre (PSCC) guna mendukung pelaksanaan SEA Games itu.
Terjadi pula alihfungsi rawa di kawasan Jakabaring Palembang tanpa melalui kajian mendalam atas dampak lingkungan yang akan ditimbulkan berbagai aktivitas pembangunan di dalamnya, ujar Hadi lagi.
Walhi menemukan pula kasus penggalian tanah galian C untuk penimbunan rawa di Jakabaring itu diduga tanpa izin dan tidak dilengkapi persyaratan dokumen kajian lingkungan hidup.
Keberadaan industri ekstraktif yang memiliki daya rusak lingkungan dan dampak buruk bagi masyarakat di Sumsel, juga diungkapkan Walhi Sumsel, seperti pertambangan batu bara, pertambangan minyak dan gas bumi, serta laju degradasi dan deforestasi hutan alam di Sumsel yang terus berlanjut tanpa diikuti upaya menanganinya secara baik.
"Kami telah beberkan kasus-kasus kerusakan lingkungan hidup di Sumse ini, termasuk yang terjadi di depan mata di Kota Palembang dan seharusnya menggerakkan pemerintah dan pihak terkait segera mengambil langkah untuk menanganinya," demikian Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel.
0 komentar:
Posting Komentar