PERNYATAAN DAN TUNTUTAN
Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan, apalagi penghisapan dari modal-asing terhadap Rakyat Indonesia ”
(Bung Karno)
Semua orang menyadari bahwa tanah merupakan aset penting bagi kehidupan manusia. Terlebih terhadap kaum tani, tanah adalah sumber terpokok kehidupan. Tanah tempat petani hidup, tanah tempat petani menafkahi keluarga, tanah tempat petani memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anak-anaknya, tanah bagian dari harkat dan martabatnya, dan secara mendasar tanah bagi petani adalah bagian yang tidak tepisahkan dalam hidup dan urat nadinya.
Namun sejarah telah mengguratkan, penindasan terhadap kaum tani khususnya berupa penguasaan atau penggusuran lahan secara sefihak yang dilakukan oleh kekuatan modal hingga detik ini terus berlangsung. Penggusuran tersebut terus berjalan hingga membuat petani hidup dalam gelimang kesengsaraan dan penderitaan.
Adalah persoalan yang hari ini kami kemukakan, yaitu pengusiran dan penangkapan terhadap warga Desa Simpang Bayat dan lainnya yang ditenggarai didalangi oleh PT. Pakerin, yang sesungguhnya tidaklah aktif lagi keberadaannya. Sebagai informasi dapat kami sampaikan bahwa PT. Pakerin yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI), mendasarkan usahanya pada surat keputusan dari Menteri Kehutanan Nomor 226/Kpts-II/1998 dengan luas usaha mencapai ±43.380 (Empat Puluh Tiga Ribu Tiga Ratus Delapan Puluh) hektar. Tetapi SK dari kementerian kehutanan tersebut ternyata tidaklah dijadikan dasar oleh perusahaan untuk memulai aktifitasnya, karena 5 Tahun sebelum SK itu di dapat, tepatnya pada Tahun 1992, Perusahaan telah terlebih dahulu mengarap dan melakukan aktifitasnya, salah satunya termasuk lahan yang berada di desa Simpang Bayat Kecamatan Bayung Lencir MUBA. Aktifitas perusahaan tersebut ternyata di lapangan telah mengusur lahan milik Masyarakat serta lahan milik Kelompok Tani Suka Tani Desa Simpang Bayat, yang telah tereksisting, yakni ditanami dengan tanaman Karet dengan total lahan seluas 7.000 Hektar. Praktek perusahaan itu kemudian memicu protes masyarakat yang melihat lahan perkebunan karetnya yang selama ini digunakan dan dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi keluarga digusur oleh perusahaan, tanpa sedikitpun mendapat Ganti Rugi. Akan tetapi kondisi politik yang saat itu masih dalam bayang-bayang Rezim Orde Baru yang berwatak Otoriter, malah mengantarkan sedikitnya 8 Orang masyarakat pemilik Tanah yang digusur perusahaan harus mendekam di dalam Penjara selama kurang lebih 3 bulan, dengan tuduhan telah merusak tanaman milik Perusahaan.
Paska dari kejadian tersebut masyarakat kembali mengelar aksi-aksi demonstrasi hingga terjadi negosiasi yang menghasilkan kesepakatan bahwa pihak perusahaan akan mengembalikan lahan masyarakat dengan persyaratan setelah tanaman akasia milik PT. Pakerin yang ada ditanah masyarakat tersebut dilakukan pemanenan. Akan tetapi kesepakatan inipun ternyata tidaklah juga dijalankan oleh Pihak Perusahaan karena perusahaan sampai dengan tahun 2009, tidaklah pernah melakukan pemanenan terhadap tanaman yang berada dilahan masyarakat dan malah berdasarkan pengamatan masyarakat tidak ada sedikit-pun aktifitas yang dilakukan perusahaan dilokasi, inipun diperjelas dengan peta yang didapat oleh masyarakat dari Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin yang menerangkan bahwa Perusahaan sudah Tidak aktif lagi.
Atas situasi demikian, masyarakat Desa Simpang Bayat dan warga lainnya mulai memanfaatkan lahan eks PT. Pakerin. Namun pada tanggal 25 Maret 2011 salah seorang warga A/N SABAR atas laporan PT. Pakerin ditangkap oleh aparat kepolisian dari Polsekta Bayung Lencir. Atas penangkapan tersebut pada tanggal 6 April 2011 warga kemudian menggelar aksi di Pemerintahan Kabupaten Musi Banyuasin, yang diterima oleh Asisten I Drs. H. Sohan Madjid. Beberapa hasil yang diperoleh dalam dialog tersebut yakni (1) Pemkab MUBA akan secepatnya menggelar pertemuan untuk mencari jalan keluar atas persoalan yang ada; (2) dalam proses atau upaya menuju penyelesaian tersebut, tidak akan ada penangkapan kembali terhadap warga.
(3) Bahwa akan dilakukan atau diberikan proses penangguhan terhadap warga A/N Sabar – dan hal tersebut dinyatakan secara langsung oleh Kapolsek Bayung Lencir AKP Suhardiman, SH.
Namun pada hari Rabu (4/5/11) kembali 1 (satu) orang warga A/N SUGIRI ditangkap oleh aparat Kepolisian dari Brimobda Sumsel, Polsek Bayung Lencir yang dibantu oleh oknum Dinas Kehutanan dan karyawan PT. Pakerin. Hal ini tentu merupakan pelanggaran atas kesepakatan yang telah dihasilkan – termasuk proses penangguhan-pun hingga kini tidak pernah direalisasikan. Dalam hal ini kami menduga bahwa Kapolsek Bayung Lencir telah main mata dengan perusahaan, karena disebutkan dapat saja penangguhan dilaksanakan jika masyarakat keluar dari kawasan kelola eks PT. Pakerin.
Atas paparan yang kami sebutkan di atas, dalam aksi kali ini kami menuntut dan mendesak:
1. Kepada Kapolda Sumsel agar menginstruksikan kepada Polres MUBA dan Polsek Bayung Lencir agar membebaskan tanpa syarat rekan kami A/N SABAR. Menurut kami penangkapan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat, karena dengan dasar pengaduan oleh PT. Pakarin, kenyataan di lapangan sangatlah jelas bahwa dalam kurun waktu ±10 tahun PT. Pakerin sendiri tidak lagi menjalankan usahanya secara aktif;
2. Mendesak kepada Kapolda Sumsel agar mencopot jabatan Kapolsek Bayung Lencir A/N AKP Suhardiman, SH karena Ybs dianggap tidak netral terhadap konflik pertanahan warga Desa Simpang Bayat dan lainnya dengan PT. Pakerin;
3. Mendesak kepada Polri (struktural Polda Sumsel) untuk menghentikan keterlibatan atas konflik pertanahan warga Desa Simpang Bayat dan lainnya dengan PT. Pakerin;
4. Mendesak kepada Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan agar merekomendasikan kepada Menteri Kehutanan untuk mencabut izin usaha PT. Pakerin sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1990 Tentang Hak Pengusaha Hutan Tanaman Industri, yakni Hak Pengusahaan HTI dapat dicabut apabila; ’Pemegang Hak Pengusahaan HTI menghentikan pekerjaannya dan meninggalkan arealnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terus menerus sebelum Hak Pengusahaan HTI berakhir (Pasal 18 ayat 3);
Demikianlah hal ini kami sampaikan, demi terwujudnya keadilan atas akses Sumber Daya Alam bagi rakyat di Republik tercinta ini.
Palembang, 10 Mei 2011
Koordinator Aksi
Dedek Chaniago
Artikel Terkait:
Pernyataan Sikap
- Walhi Sumsel : Penurunan Emisi Tanpa Penegakan Hukum = Bohong!
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Walhi : Indonesia Darurat Kejahatan Korporasi, Presiden Segeralah Bertindak!
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Walhi Sumsel : Addendum Andal PT. OKI Pulp and Paper Mills, Pemaksaan dan Penekanan terhadap sumber daya alam
- Pernyataan Sikap Bersama : Mengutuk Pengusuran pemukiman dan lahan Dusun cawang Gumilir yang di lakukan PT. MUsi Hutan Persada (Marubeni)
- Pernyataan Sikap : Negara kembali di Lemahkan oleh Perusahaan HTI (PT. MHP/Marubeni Coorporation)
- Siaran Pers : Bencana Ekologis mengintai ; Ubah Persfektif, Perbaiki tata Kelola Hutan dan Lahan
- Siaran Pers : Keuntungan bagi negara Kaya, tidak ada jaminan perbaikan iklim dan keselamatan rakyat
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
Siaran Pers
- Siaran Pers : Penegakan Hukum, Bukti Keseriusan Negara Memutus Rantai Kejahatan Korporasi
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Walhi Sumsel Apresiasi Pembentukan Satgas Percepatan penyelesaian Konflik Agraria dan SDA di Muba.
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- 160 Hari Pemiskinan Warga Cawang Gumilir oleh PT. Musi Hutan Persada Negara Dimana?
- Walhi Sumsel : Stop Alih Fungsi dan Reklamasi Rawa Palembang !
- Walhi Sumsel : Penegakan Hukum Perusahaan Pembakar Hutan masih Setengah Hati!
- Kaburnya Hukum dalam Kabut Asap Kasus Karhutla
- Kronologis Penembakan Warga Oleh Aparat Saat Demo Tolak Tambang.
- 5 Tahun Moratorium Menjadi Kamuflase Regulasi Eksploitasi SDA Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar