WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Mei 10, 2011

Tuntutan aksi Masyarakat Simpang Bayat yang berkonflik dengan PT.PAKERIN

PERNYATAAN DAN TUNTUTAN

Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan, apalagi penghisapan dari modal-asing terhadap Rakyat Indonesia
(Bung Karno)

Semua orang menyadari bahwa tanah merupakan aset penting bagi kehidupan manusia. Terlebih terhadap kaum tani, tanah adalah sumber terpokok kehidupan. Tanah tempat petani hidup, tanah tempat petani menafkahi keluarga, tanah tempat petani memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anak-anaknya, tanah bagian dari harkat dan martabatnya, dan secara mendasar tanah bagi petani adalah bagian yang tidak tepisahkan dalam hidup dan urat nadinya.
Namun sejarah telah mengguratkan, penindasan terhadap kaum tani khususnya berupa penguasaan atau penggusuran lahan secara sefihak yang dilakukan oleh kekuatan modal hingga detik ini terus berlangsung. Penggusuran tersebut terus berjalan hingga membuat petani hidup dalam gelimang kesengsaraan dan penderitaan.
Adalah persoalan yang hari ini kami kemukakan, yaitu pengusiran dan penangkapan terhadap warga Desa Simpang Bayat dan lainnya yang ditenggarai didalangi oleh PT. Pakerin, yang sesungguhnya tidaklah aktif lagi keberadaannya. Sebagai informasi dapat kami sampaikan bahwa PT. Pakerin yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI), mendasarkan usahanya pada surat keputusan dari Menteri Kehutanan Nomor 226/Kpts-II/1998 dengan luas usaha mencapai ±43.380 (Empat Puluh Tiga Ribu Tiga Ratus Delapan Puluh) hektar. Tetapi SK dari kementerian kehutanan tersebut ternyata tidaklah dijadikan dasar oleh perusahaan untuk memulai aktifitasnya, karena 5 Tahun sebelum SK itu di dapat, tepatnya pada Tahun 1992, Perusahaan telah terlebih dahulu mengarap dan melakukan aktifitasnya, salah satunya termasuk lahan yang berada di desa Simpang Bayat Kecamatan Bayung Lencir MUBA. Aktifitas perusahaan tersebut ternyata di lapangan telah mengusur lahan milik Masyarakat serta lahan milik Kelompok Tani Suka Tani Desa Simpang Bayat, yang telah tereksisting, yakni ditanami dengan tanaman Karet dengan total lahan seluas 7.000 Hektar. Praktek perusahaan itu kemudian memicu protes masyarakat yang melihat lahan perkebunan karetnya yang selama ini digunakan dan dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi keluarga digusur oleh perusahaan, tanpa sedikitpun mendapat Ganti Rugi. Akan tetapi kondisi politik yang saat itu masih dalam bayang-bayang Rezim Orde Baru yang berwatak Otoriter, malah mengantarkan sedikitnya 8 Orang masyarakat pemilik Tanah yang digusur perusahaan harus mendekam di dalam Penjara selama kurang lebih 3 bulan, dengan tuduhan telah merusak tanaman milik Perusahaan.
Paska dari kejadian tersebut masyarakat kembali mengelar aksi-aksi demonstrasi hingga terjadi negosiasi yang menghasilkan kesepakatan bahwa pihak perusahaan akan mengembalikan lahan masyarakat dengan persyaratan setelah tanaman akasia milik PT. Pakerin yang ada ditanah masyarakat tersebut dilakukan pemanenan. Akan tetapi kesepakatan inipun ternyata tidaklah juga dijalankan oleh Pihak Perusahaan karena perusahaan sampai dengan tahun 2009, tidaklah pernah melakukan pemanenan terhadap tanaman yang berada dilahan masyarakat dan malah berdasarkan pengamatan masyarakat tidak ada sedikit-pun aktifitas yang dilakukan perusahaan dilokasi, inipun diperjelas dengan peta yang didapat oleh masyarakat dari Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin yang menerangkan bahwa Perusahaan sudah Tidak aktif lagi.
Atas situasi demikian, masyarakat Desa Simpang Bayat dan warga lainnya mulai memanfaatkan lahan eks PT. Pakerin. Namun pada tanggal 25 Maret 2011 salah seorang warga A/N SABAR atas laporan PT. Pakerin ditangkap oleh aparat kepolisian dari Polsekta Bayung Lencir. Atas penangkapan tersebut pada tanggal 6 April 2011 warga kemudian menggelar aksi di Pemerintahan Kabupaten Musi Banyuasin, yang diterima oleh Asisten I Drs. H. Sohan Madjid. Beberapa hasil yang diperoleh dalam dialog tersebut yakni (1) Pemkab MUBA akan secepatnya menggelar pertemuan untuk mencari jalan keluar atas persoalan yang ada; (2) dalam proses atau upaya menuju penyelesaian tersebut, tidak akan ada penangkapan kembali terhadap warga.

(3) Bahwa akan dilakukan atau diberikan proses penangguhan terhadap warga A/N Sabar – dan hal tersebut dinyatakan secara langsung oleh Kapolsek Bayung Lencir AKP Suhardiman, SH.
Namun pada hari Rabu (4/5/11) kembali 1 (satu) orang warga A/N SUGIRI ditangkap oleh aparat Kepolisian dari Brimobda Sumsel, Polsek Bayung Lencir yang dibantu oleh oknum Dinas Kehutanan dan karyawan PT. Pakerin. Hal ini tentu merupakan pelanggaran atas kesepakatan yang telah dihasilkan – termasuk proses penangguhan-pun hingga kini tidak pernah direalisasikan. Dalam hal ini kami menduga bahwa Kapolsek Bayung Lencir telah main mata dengan perusahaan, karena disebutkan dapat saja penangguhan dilaksanakan jika masyarakat keluar dari kawasan kelola eks PT. Pakerin.

Atas paparan yang kami sebutkan di atas, dalam aksi kali ini kami menuntut dan mendesak:
1.                          Kepada Kapolda Sumsel agar menginstruksikan kepada Polres MUBA dan Polsek Bayung Lencir agar membebaskan tanpa syarat rekan kami A/N SABAR. Menurut kami penangkapan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat, karena dengan dasar pengaduan oleh PT. Pakarin, kenyataan di lapangan sangatlah jelas bahwa dalam kurun waktu ±10 tahun PT. Pakerin sendiri tidak lagi menjalankan usahanya secara aktif;
2.                          Mendesak kepada Kapolda Sumsel agar mencopot jabatan Kapolsek Bayung Lencir A/N AKP Suhardiman, SH karena Ybs dianggap tidak netral terhadap konflik pertanahan warga Desa Simpang Bayat dan lainnya dengan PT. Pakerin;
3.                          Mendesak kepada Polri (struktural Polda Sumsel) untuk menghentikan keterlibatan atas konflik pertanahan warga Desa Simpang Bayat dan lainnya dengan PT. Pakerin;
4.                          Mendesak kepada Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan agar merekomendasikan kepada Menteri Kehutanan untuk mencabut izin usaha PT. Pakerin sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1990 Tentang Hak Pengusaha Hutan Tanaman Industri, yakni Hak Pengusahaan HTI dapat dicabut apabila; ’Pemegang Hak Pengusahaan HTI menghentikan pekerjaannya dan meninggalkan arealnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terus menerus sebelum Hak Pengusahaan HTI berakhir (Pasal 18 ayat 3);

Demikianlah hal ini kami sampaikan, demi terwujudnya keadilan atas akses Sumber Daya Alam bagi rakyat di Republik tercinta ini.

Palembang, 10 Mei 2011
Koordinator Aksi


Dedek Chaniago



Artikel Terkait:

0 komentar: