Palembang (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mengingatkan ancaman krisis pangan di daerah ini, antara lain akibat penurunan produksi pangan karena alih fungsi lahan pertanian pangan untuk kepentingan lain.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, di Palembang, Senin, menyatakan, ancaman krisis pangan bisa saja terjadi di Provinsi Sumsel karena terus berlangsung penurunan produksi pertanian pangan, terutama beras di daerah ini.
"Penyusutan produksi pangan itu dapat memicu terjadinya krisis pangan di tingkat lokal di daerah ini," ujar Sadat.
Dia mengingatkan adanya kecenderungan penurunan produksi pangan itu, akibat ketersediaan lahan pertanian pangan yang kian menyusut, dan nyaris tidak mampu dikuasai maupun dikontrol keseimbangannya oleh pemerintah setempat.
Informasi dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel menyebutkan, lahan pertanian padi di daerahnya pada tahun 2005 mencapai 626.849 hektare, dengan jumlah produksi sebanyak 2,32 juta ton.
Produksi padi tersebut, sebanyak 171.928 ton berasal dari areal pertanian lahan kering seluas 73.504 ha, antara lain terbanyak berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Komering Ulu Timur.
Kecenderungan terjadi penyusutan areal pertanian pangan di Sumsel itu, menurut Sadat, selain konversi lahan pertanian untuk keperluan lain, juga akibat mengejar target perluasan areal perkebunan khususnya kelapa sawit sehingga lahan pangan dialihkan menjadi lahan sawit yang produktif.
"Konversi lahan pertanian pangan di daerah ini setiap tahun mencapai sekitar delapan persen, sedangkan penambahan areal pertanian baru melalui program cetak sawah hanya berkisar lima persen per tahun," kata dia pula.
Ditambah lagi dengan alih fungsi lahan pertanian pangan itu menjadi perumahan dan permukiman, kepentingan pembangunan lain serta konversi menjadi lahan sawit, hampir dipastikan terus berlangsung penyusutan areal pertanian pangan yang akan berakibat penurunan produksi pangan di daerah ini.
Padahal, menurut dia, ketersediaan produksi pangan yang memadai sangat strategis, dan ketidaktersediaannya bisa berdampak sangat komplek dan luas serta saling terkait berdampak secara ekonomi, politik dan sosial budaya.
Karena itu, Walhi Sumsel kembali mengingatkan jajaran Pemprov dan dinas terkait di daerahnya untuk kembali memfokuskan program ketahanan pangan dan pencapaian produksi beras yang mencukupi untuk masyarakat di daerahnya.
"Perlu kebijakan dan strategi yang tepat yang berorientasi pada terwujudnya keadilan, kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat dengan kecukupan pangan guna menuju ketahanan pangan di daerah ini," tutur Sadat.
Berkaitan itu, Senin ini, Walhi Sumsel menggelar diskusi publik bertema Memperkuat Keberadaan Pertanian Pangan dan Perkebunan Sawit Rakyat (Mandiri) Melalui Kebijakan Daerah di Era Otonomi, dengan menghadirkan narasumber jajaran pejabat dinas terkait, pimpinan DPRD Sumsel dan wakil masyarakat petani setempat.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, di Palembang, Senin, menyatakan, ancaman krisis pangan bisa saja terjadi di Provinsi Sumsel karena terus berlangsung penurunan produksi pertanian pangan, terutama beras di daerah ini.
"Penyusutan produksi pangan itu dapat memicu terjadinya krisis pangan di tingkat lokal di daerah ini," ujar Sadat.
Dia mengingatkan adanya kecenderungan penurunan produksi pangan itu, akibat ketersediaan lahan pertanian pangan yang kian menyusut, dan nyaris tidak mampu dikuasai maupun dikontrol keseimbangannya oleh pemerintah setempat.
Informasi dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel menyebutkan, lahan pertanian padi di daerahnya pada tahun 2005 mencapai 626.849 hektare, dengan jumlah produksi sebanyak 2,32 juta ton.
Produksi padi tersebut, sebanyak 171.928 ton berasal dari areal pertanian lahan kering seluas 73.504 ha, antara lain terbanyak berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Komering Ulu Timur.
Kecenderungan terjadi penyusutan areal pertanian pangan di Sumsel itu, menurut Sadat, selain konversi lahan pertanian untuk keperluan lain, juga akibat mengejar target perluasan areal perkebunan khususnya kelapa sawit sehingga lahan pangan dialihkan menjadi lahan sawit yang produktif.
"Konversi lahan pertanian pangan di daerah ini setiap tahun mencapai sekitar delapan persen, sedangkan penambahan areal pertanian baru melalui program cetak sawah hanya berkisar lima persen per tahun," kata dia pula.
Ditambah lagi dengan alih fungsi lahan pertanian pangan itu menjadi perumahan dan permukiman, kepentingan pembangunan lain serta konversi menjadi lahan sawit, hampir dipastikan terus berlangsung penyusutan areal pertanian pangan yang akan berakibat penurunan produksi pangan di daerah ini.
Padahal, menurut dia, ketersediaan produksi pangan yang memadai sangat strategis, dan ketidaktersediaannya bisa berdampak sangat komplek dan luas serta saling terkait berdampak secara ekonomi, politik dan sosial budaya.
Karena itu, Walhi Sumsel kembali mengingatkan jajaran Pemprov dan dinas terkait di daerahnya untuk kembali memfokuskan program ketahanan pangan dan pencapaian produksi beras yang mencukupi untuk masyarakat di daerahnya.
"Perlu kebijakan dan strategi yang tepat yang berorientasi pada terwujudnya keadilan, kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat dengan kecukupan pangan guna menuju ketahanan pangan di daerah ini," tutur Sadat.
Berkaitan itu, Senin ini, Walhi Sumsel menggelar diskusi publik bertema Memperkuat Keberadaan Pertanian Pangan dan Perkebunan Sawit Rakyat (Mandiri) Melalui Kebijakan Daerah di Era Otonomi, dengan menghadirkan narasumber jajaran pejabat dinas terkait, pimpinan DPRD Sumsel dan wakil masyarakat petani setempat.
0 komentar:
Posting Komentar