WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Mei 03, 2011

Walhi Sumsel Pengembangan Sawit ancam keselamatn Rakyat

PALEMBANG: Walhi Sumatra Selatan (Sumsel) mengkritisi pengembangan perkebunan kelapa sawit di itu cenderung menimbulkan konflik, sehingga mengakibatkan korban jiwa serta memberikan dampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat dan berkontribusi pada kerusakan lingkungan hidup.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel melalui Kepala Divisi Jaringan Kampanye, Yuliusman memberikan catatan kritis itu dalam sebuah pernyataan tertulis “Perkebunan Kelapa Sawit ‘Membunuh’ Petani Pedesaan”.
Buntut konflik lahan perkebunan kelapa sawit terakhir terjadi di Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel, Kamis (21/4) lalu, mengakibatkan dua warga setempat tewas bersama dengan lima petugas satuan pengamanan salah satu perusahaan perkebunan di sana ikut tewas oleh amukan warga.
Bentrok itu terjadi akibat rebutan lahan kebun kelapa sawit antara warga Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan  PT Sumber Wangi Alam (SWA).
Korban tewas, dua orang dari pihak warga setempat dan lima orang petugas keamanan (satpam) PT SWA.
Menurut warga Sungai Sodong, bentrokan berawal dari warga Sungai Sodong yang mengklaim kebun sawit tersebut bukan milik PT SWA, melainkan milik mereka.
Tapi kebun sawit itu dipanen pihak PT SWA.
Usai panen, warga mencegat rombongan karyawan dan buruh PT SWA hingga terjadi bentrokan.
Bentrok fisik ini mengakibatkan dua warga setempat tewas, yaitu Syafei (18), dan Macan bin Sulaiman (21), membuat warga Desa Sungai Sodong semakin marah.
Dibantu warga Desa Pagar Dewa, Sungai Tepuk, dan warga Pematang Panggang, mereka mendatangi lokasi kantor PT SWA, dengan menggunakan sejumlah truk.
Mereka membawa pula berbagai senjata, termasuk pistol rakitan, sehingga timbul bentrok dengan satpam perusahaan itu.
Amarah warga mengakibatkan lima petugas satpam PT SWA tewas, dan para karyawannya kocar kacir melarikan diri mencari tempat aman terdekat, a.l. bersembunyi di kantor perusahaan perkebunan lain yang dinilai lebih aman karena dijaga aparat kepolisian.
Polda Sumsel masih menempatkan personel di lokasi kejadian untuk mengantisipasi dampak peristiwa tersebut.
Menurut Yuliusman dari Walhi Sumsel, sejak tahun 2006, Sumsel ditetapkan sebagai provinsi penyangga pembangunan dan perluasan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari laju perluasan kebun kelapa sawit saat ini.
Berdasarkan data Walhi Sumsel bahwa tahun 2004, luas kebun kelapa sawit di Sumsel mencapai 343.985 hektare, dengan hak guna usaha (HGU) dikantongi oleh 98 perusahaan, mayoritas pengusaha dari Malaysia.
Pada 2008, luas kebun sawit itu membengkak menjadi 720.000 hektare.
“Artinya, dalam empat tahun saja terjadi perluasan kebun sawit lebih dari dua kali lipat,” kata Yuliusman yang mendampingi Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat.
Selama empat tahun itu, di Sumsel telah mencetak 376.015 hektare kebun sawit.
Sengketa Lahan Menurut Yuliusman, di balik pesatnya perluasan perkebunan kelapa sawit tersebut, 81 perusahaan perkebunan kelapa sawit semuanya memiliki masalah sengketa lahan dengan penduduk setempat.
Lahan yang menjadi sengketa dalam perkebunan besar kelapa sawit tersebut seluas 83 ribu ha atau 11 persen dari luas keseluruhan, kata dia lagi.
Perluasan perkebunan kelapa sawit ini, juga telah menimbulkan konflik dengan masyarakat yang berbuntut pada kekerasan dan memakan korban jiwa, ujar dia.
Ia membeberkan, tahun 2007 tercatat dua orang petani di Kabupaten Ogan Komering Ilir meninggal dunia, ketika mempertahankan tanah mereka dari penjarahan perusahaan.
Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, ujar dia lagi, tercatat 36 petani “dikriminalisasi” (dianggap sebagai penjarah dan menjadi daftar pencarian orang/DPO pihak kepolisian) demi kepentingan perusahan-perusahaan perkebunan kelapa sawit itu.
“Saat ini ada dua orang petani yang masih mendekam di Rumah Tahanan Tanjung Raja OKI,” ujar dia.
Wilayah-wilayah rawan konflik agraria yang telah terjadi itu, menurut Yuliusman, antara lain Kabupaten OKI, Banyuasin, Musi Rawas, Musi Banyuasi, Ogan Komering Ulu (OKU), dan Lahat.
Dia berpendapat, rentetan konflik ini terus memperpanjang deret kekerasan, kriminalisasi, dan “pembunuhan” yang dilakukan oleh perusahaan yang “didukung” oleh pemerintah.
Tragedi berdarah yang memakan korban jiwa sebanyak tujuh orang, antara masyarakat Sungai Sodong, Mesuji, OKI dengan PT SWA pada Kamis (21/4) adalah bukti nyata dari kekejaman investasi perkebunan kelapa sawit di daerah ini, kata dia.
Karena itu, Walhi Sumsel menurut Yuliusman menyimpulkan bahwa sesungguhnya investasi perkebunan kelapa sawit adalah penjajahan gaya baru yang berjubah investasi.
“Menghilangkan akses hidup masyarakat petani, kekerasan, kriminalisasi, dan ‘pembunuhan’ adalah misi sesungguhnya investasi perkebunan kelapa sawit itu,” ujar dia. (ant)



Artikel Terkait:

0 komentar: