![]() |
Aksi Aktifis Walhi Sumsel di depan Kantor Pertambangan Propinsi Sumsel, Meminta Pemerintah Hentikan Izin dan Cabut IZin perusahaan Tambang Perusak Lingkungan Hidup |
Nasib nahas harus dialami Puput bin Iswandi (39), Kamis (7/8/14).
Truk kayu Hino Dutro hijau bernomor polisi BG 8523 CD yang ia kendarai
ditabrak dari belakang oleh truk pengangkut batubara Hino Dutro putih
bernomor polisi BG 8260 EG. Posisi truk kayu saat itu sedang berhenti
karena mogok.
Peristiwa yang terjadi di depan Rumah makan BPK Sembiring Jalan
Jendral Sudirman, Kelurahan Sindur, Kecamatan Cambai, Prabumulih,
Sumatera Selatan, ini tak pelak memakan korban. Puput harus merelakan
kepergian Nopri Apriani (30) yang tengah mengandung empat bulan,
Septiana (10), Muhammad Arpan (8), dan Iza Karmia Sabila (2). Keempatnya
tewas terlindas. Sementara, profil supir yang menabrak adalah Irul
(21), warga Desa Talang Gardu Kecamatan Tunggul Bute, Kabutapen Lahat.
Peristiwa tersebut merupakan satu dari rangkaian kecelakaan lalu
lintas yang disebabkan truk pengangkut batubara. Padahal, tiga tahun
lalu, pemerintah Sumatera Selatan telah mengeluarkan larangan truk
pengangkut batubara melintasi jalan umum. Truk diminta menggunakan jalan
khusus, seperti Jalan Servo yang menghubungkan Lahat-Muara Enim.
Namun, larangan tersebut mendapat perlawanan dari para pengusaha
batubara. Mereka protes. Ratusan truk dikerahkan untuk melakukan aksi di
Kantor Gubernur Sumatera Selatan dan DPRD di Palembang. Mereka enggan
menggunakan Jalan Servo karena dinilai tidak layak.
Meski larangan tidak dicabut, truk pengangkut ini tetap menggunakan jalan umum sebagai jalur utamanya.
Jalan khusus batubara
Senin (11/08/2014), Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin
kembali meminta perusahaan batubara membuat jalan alternatif angkutan.
Pernyataan Alex ini terkait peristiwa kecelakaan yang menimbulkan empat
korban jiwa di Prabumulih itu.
Alex mempersilahkan siapa saja yang berminat untuk membangun jalur
khusus angkutan batubara. “Keputusan persyaratan tetap di tangan
Kementerian Perhubungan. Pemerintah Sumsel hanya memberikan rekomendasi
terkait usulan tersebut,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Perhubungan Sumsel Musni Wijaya mengatakan,
pihaknya akan melakukan tilang ditempat terhadap truk angkutan batubara
yang tertangkap melintasi jalan umum. Baik jalan nasional maupun jalan
provinsi. “Pihaknya telah mengirimkan surat ke pengadilan untuk
dibuatkan draf atau kisaran denda,” tuturnya.
Terkait batubara, Alex Noerdin juga mengeluhkan dana bagi hasil
pertambangan, minyak, dan gas untuk daerah di Sumatera Selatan. Setiap
tahun, Sumsel hanya mendapatkan Rp600 miliar dari royalti batubara.
Sementara, batubara yang dihasilkan mencapai Rp6 triliun.
Royalti tersebut tidak sesuai dengan kerusakan lingkungan sebagai
dampak aktivitas industri tambang. “Pihaknya akan mengajukan revisi
besaran dana bagi hasil pusat yang sebelumnya 15 persen menjadi 25
persen,” tuturnya d Palembang, Kamis (10/7/2014) lalu.
Hentikan batubara
Walhi Sumsel meminta aktivitas penambangan batubara dihentikan.
“Penambangan batubara merupakan industri kotor. Merusak lingkungan, dan
terindikasi adanya korupsi dalam pemberiaan izin maupun pengemplangan
pajak. Dampaknya membuat kemacetan, kecelakaan yang memakan korban,
serta minimnya pendapatan bagi Sumsel,” kata Hadi Jatmiko, Direktur
Walhi Sumsel, Senin (11/08/2014).
Dikatakan Hadi, luasan Sumsel yang mencapai 8.702.741 hektar, sekitar
2,7 juta hektar diperuntukan bagi 300-an perusahaan pertambangan
batubara.
JJ Polong dari Spora Institute mengatakan, Presiden Indonesia yang
baru nanti diyakininya tidak akan mengandalkan batubara. Industri ini
merusak lingkungan hidup, banyak korupsi, menyengsarakan rakyat, dan
tidak berkelanjutan.
Pemerintah Sumatera Selatan harusnya mengembangkan pembangunan yang
berbasis kualitas sumber daya manusia (SDM). Pertanian seperti padi
lebak belum dikembangkan. Perkebunan buah seperti durian, duku, manggis,
juga belum dioptimalkan.
Menurut Polong, Sumsel juga berpotensi mengembangkan pariwisata
budaya. Seperti artefak Pasemah -bukti peradaban Bukit Barisan 2.000
tahun SM- peninggalan Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Palembang, hingga
Kesultanan Palembang Darussalam.
Sumber : http://www.mongabay.co.id/2014/08/14/resahnya-masyarakat-sumsel-akan-aktivitas-batubara/
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
Tambang
- Walhi Bentang Spanduk di Tongkang Pengangkut Batubara
- Walhi Tolak Tambang di Sumsel
- Pers Release : Negara berpotensi kehilangan kekayaan sebesar 201,82 Triliun!
- Izin Tambang Dicabut. Apakah Jerat Hukum Tetap Dilakukan?
- Tambang Banyak Merugikan
- Terkait Rekomendasi Korsuv Minerba KPK, Pemerintah Daerah lamban mencabut, tapi obral dalam memberi izin Tambang
- Hutan Sumsel Kembali Berkurang Diduga untuk Penambangan Batubara
0 komentar:
Posting Komentar