Masyarakat Desa Nusantara ada di garda terdepan menghadang pembukaan
lahan gambut di Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera
Selatan.
“Masyarakat menolak kehadiran perkebunan
sawit. Selain merusak lahan gambut, menyebabkan pula hilangnya
persawahan mereka,” kata Direktur Walhi Sumsel Hadi Jatmiko.
Gambut Rusak
Sebagian
besar perkebunan sawit skala besar di Kabupaten OKI berada di lahan
gambut. Misalnya di Air Sugihan, Mesuji Makmur, Mesuji, Lempuing Jaya,
dan Teluk Gelam. Luasnya sekitar 200-an ribu hektar.
Dari
700-an ribu hektar lahan gambut di OKI, sekitar 500-an ribu hektar
rusak akibat kebakaran dan perambahan. Lahan tersebut kemudian dijadikan
perkebunan hutan tanaman industri (HTI) yang dikelola empat
perusahaan.
“Sisanya, sekitar 200-an ribu hektar,
kemungkinan besar dijadikan perkebunan sawit. Sebab, sebagian besar
masyarakat di wilayah pesisir timur, hanya para transmigran yang menanam
pangan, seperti padi dan sayuran. Lahan pertanian terluas yakni 1.200
hektar, dikelola masyarakat Desa Nusantara ini,” kata Hadi.
Pemasok beras
Persawahan
yang diolah 600 kepala keluarga yang sebagian besar transmigran ini
dilakukan sejak 1985. Padi dari sawah ini merupakan pemasok kebutuhan
beras Sumatera Selatan yang rata-rata per tahunnya sekitar 7.200 ton.
Namun,
sejak tahun 2009, Pemerintah Kabupaten OKI saat dipimpin Ishak
Mekki—saat ini menjadi Wakil Gubernur Sumsel—lahan gambut tersebut
dijadikan hak guna usaha (HGU) untuk perusahaan sawit PT. Selatan Agro
Makmur Lestari (PT. SAML).
Setelah mendapatkan HGU,
perusahaan ini mengirimkan alat berat beserta aparat keamanan untuk
menggusur persawahan warga. Upaya ini digagalkan masyarakat dengan
melakukan penghadangan.
Tahun 2012, Pemerintah
Kabupaten OKI melayangkan surat kepada perusahaan yang ditembuskan ke
masyarakat dan Pemerintah Sumatera Selatan, bahwa PT. SAML yang memiliki
luas HGU 39.000 hektar di Air Sugihan, dilarang melakukan penggusuran
persawahan. Sebelum, adanya kesepakatan dengan masyarakat.
Namun,
penggusuran terus dilakukan perusahaan hingga pertengahan 2014. Warga
tidak melakukan perlawanan. Anehnya, sejumlah warga Desa Nusantara
dipanggil polisi dengan tuduhan melakukan perusakan alat berat berupa
ekskavator PT. SMAL.
Masyarakat Desa Nusantara sadar
jika lahan gambut akan terjaga dengan pertanian dibandingkan perkebunan.
Aktivitas perkebunan akan diikuti bencana kebakaran, kekeringan, asap,
juga konflik dengan satwa seperti gajah. “Perkebunan sawit juga
menyebabkan krisis air, baik untuk pertanian maupun kehidupan,”
jelasnya.
Saat ini, dari luasan Sumsel 8,7 juta hektar
sekitar 1 juta hektar telah dijadikan perkebunan sawit. Sebagian besar
perkebunan ini berada di kawasan rawa gambut yang tersebar dari
Kabupaten OKI, Banyuasin, Musi Banyuasin, hingga Musirawas.
Sumber : http://www.portalkbr.com/nusantara/acehdansumatera/3337917_4264.html?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter
0 komentar:
Posting Komentar