WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Agustus 02, 2010

Kualitas Udara Buruk, Kebisingan Tinggi


PALEMBANG– Kondisi lingkungan di Kota Palembang saat ini perlu mendapat perhatian yang serius. Pasalnya,selain pencemaran udara yang tinggi, tingkat kebisingan di kota berslogan BARI (bersih, aman,rapi dan indah ) ini juga sudah cukup tinggi.

Diperlukan upaya yang ekstra serius oleh pemerintah daerah untuk mengatasi hal ini. Bila tidak, ancaman terhadap kesehatan manusia juga makin tinggi. Data terakhir yang dilansir Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel menunjukkan betapa buruk dan memprihatinkannya kualitas udara Kota Palembang. Hal ini diindikasikan dengan kandungan karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2, nitrogen dioksida (NO2), amoniak (NH3), Timbal (Pb), dan Total Suspended Particulate (TSP) yang jauh melampaui ambang batas yang ditetapkan.

Kepala UPTB Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel Kemas Ahmad Sukri mengungkapkan, dari delapan titik di Kota Palembang yang diteliti,ternyata tingkat pecemaran tinggi dan diatas ambang baku yang ditetapkan. Hal ini makin parah di saat musim kemarau datang. “Jika musim kemarau maka kondisi makin parah lantaran volume asap yang disebabkan dari kebakaran,” jelasnya kepada SI pekan lalu.

Delapan titik yang rawan pencemaran udara dan kebisingan tinggi tersebut adalah perempatan Bandara SMB II, simpang Polda, simpang R RK Charitas, bundaran air mancur (BAM) Mesjid Agung, simpang Sungki,perempatan Jakabaring, simpang lima Jalan Kapten A Rivai dan simpang Jembatan Musi II. “Konsentrasi CO di beberapa titik padat lalulintas seperti bundaran air mancur- Masjid Agung, simpang Charitas dan Simpang Polda.

Hal ini disebabkan pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna seperti bensin, solar dan kayu bakar sehingga dapat menyebabkan pusing-pusing dan letih,”ujarnya. Selain itu,tambah Sukri,untuk pencemaran SO2 tertinggi terdapat di simpang bandara SMB II.Hal ini disebabkan pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur seperti solar dan batu bara.

“Gas ini tidak berwarna, berbau pada konsentrasi yang pekat. Jika terhirup gas ini dapat menyebabkan sesak nafas bahkan kematian pada manusia dan hewan,” jelasnya. Pelaksana Kegiatan Koordinasi Penelitian Langit Biru Novenda menambahkan, selain CO dan SO2, konsentrasi NO2 juga merupakan pencemaran tertinggi di beberapa titik, seperti simpang lima Jalan Kapten A Rivai dan Simpang Sungki.

Dimana gas ini berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam yang disebabkan pembakaran bensin, batu bara dan gas alam. “NO2 bersifat racun terutama pada paru-paru. Dimana, paruparu yang terkontaminasi dengan gas NO2 akan menglami pembengkakan. Apalagi, pada konsentrasi NO2 >100 ppm kebanyakan hewan mati,”jelas Noveda. Dia menyebutkan , untuk pencemaran amoniak atau NH3 yang tertinggi terjadi di simpang empat Musi II dan Simpang Sungki.

Sementara konsentrasi timbal atau Pb tertinggi berdasarkan pemantauan berada di simpang lima Jalan Kapten A Kapten A Rivai. “Kendaraan bensin yang mengandung timbal atau logam lunan kebiru-biruan atau keabu-abuan keperakan sangat beracun.Tidak hanya itu, logam dapat menyebabkan kerusakan sistem syarat dan pencernaan terutama pada anakanak,” bebernya.

Selain itu, unsur kandungan Total Suspended Partikulate (TSP) juga banyak berada di simpang Polda dan simpang Bandar SMB II. Dimana partikulat yang merupakan padatan atau cairan udara dalam bentuk asap, debu dan uap dapat membahayakan kesehatan umumnya berkisar 0,1 mikron- 10 mikron. PM 10 berukuran <> Selengkapnya...

Perlu Ada Penataan Ruang

SALAH satu bidang pekerjaan yang memegang peranan penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim adalah penataan ruang. Penataan ruang merupakan pendekatan dalam pengembangan wilayah untuk mengatur pemanfaatan ruang serta sumber daya alam dan buatan bagi aktivitas manusia.


Keberhasilan penerapan pendekatan penataan ruang diyakini akan mewujudkan ruang yang aman,nyaman, produktif, dan berkelanjutan. ”Dengan kata lain, secara menyeluruh, penataan ruang merupakan instrumen untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, dimana rencana tata ruang merupakan terjemahan dari kebijakan dan strategi pembangunan nasional di dalam “ruang”,”kata Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) SumateraSelatan( Sumsel) Sarimuda.

Dalam konteks ini, kata Sarimuda, penataan ruang harus mampu mengarahkan pengembangan wilayah yang berkelanjutan. Ini antara lain dicirikan oleh penurunan emisi gas buang serta terjaganya jumlah dan stabilitas sediaan sumber daya air.Dengan demikian upaya pengembangan wilayah dapat mencapai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat tanpa harus mengorbankan kualitas lingkungan hidup.

Sarimuda menjelaskan, upaya mitigasi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon dan pengurangan emisi gas-gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer yang berpotensi menipiskan lapisan ozon. Untukitu,upaya mitigasiterutamadifokuskan untuk dua sektor.Pertama, sektor kehutanan sebagai sumber mekanisme pemeliharaan hutan berkelanjutan, pencegahan deforstasi dandegradasihutan, pencegahan illegallogging( carbonsink),pencegahan kebakaran hutan dan lahan.


Kedua,sektor energi untuk mengurangi emisi GRK yang berasal dari pembangkitan energi, transportasi, industri, perkotaan dan lahan gambut. Sedangkan upaya adaptasi,merupakan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim. Namun upaya tersebut akan sulit memberikan manfaat secara efektif apabila laju perubahan iklim melebihi kemampuan beradaptasi.

”Upaya ini bertujuan untuk, mengurangi kerentanan sosialekonomi dan lingkungan yang bersumber dari perubahan iklim. Meningkatkan daya tahan (resilience) masyarakat dan ekosistem. Sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal,”imbuhnya Dia menyebutkan, ada beberapa langkah strategis lainnya yang harus dilakukan dalam melakukan mitigasi bidang penataan ruang terhadap dampak perubahan iklim.

Langkah strategis itu antara lain mendorong perwujudan 30% dari luas wilayah kota untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) . Ini dilakukan dalam rangka pengendalian iklim mikro, serta pengalokasian lahan parkir air dan resapan.Selain itu mendorong perwujudan 30% dari luas Daerah aliran Sungai (DAS) untuk hutan lindung dan kawasan konservasi dalam rangka pengendalian fungsi ekosistem.

”Selain itu, mengarahkan pembentukan struktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang lebih efisien. Caranya menghindari terjadinya urban/sub-urban sprawling. Mendorong pemanfaatan transportasi publik untuk mendukung kebutuhan pergerakan orang dan barang,jasa danlogistik yang dituangkan dalam produk-produk RTRW,” papar mantan calon Wali Kota Palembang ini.

Sumber : Seputar Indonesia



Selengkapnya...

Kamis, Juli 29, 2010

Aktivis Lingkungan Tolak alih fungsi Ruang Hijau

Jakarta - Sebagai tuan rumah SEA GAMES XXVI, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan akan segera melakukan pengalihfungsian ruang terbuka hijau (RTH) GOR menjadi Palembang Sport and Convention Centre (PSCC). Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan secara tegas menolak pembangunan PSCC tersebut.

"Kami mendesak kepada Presiden dan seluruh lembaga Pemerintahan Nasional terkait untuk membatalkan rencana pengalihfungsian RTH ini," ujar Anwar Sadat, Direktur WALHI Sumatera Selatan, saat jumpa pers di kantor WALHI, Jalan Tegal Parang No. 14, Jakarta Selatan, Rabu (28/7/2010).

Dalam jumpa pers, Sadat mengatakan bahwa sudah banyak terjadi pengalihfungsian RTH di Palembang, antara lain kawasan taman budaya menjadi Arya Duta, kawasan taman ria menjadi Palembang Square, dan RTH di Simpang Rajawali Palembang menjadi showroom mobil.

"GOR ini merupakan satu-satunya RTH yang masih tersisa, jadi wajib dipertahankan," tegas Anwar Sadat.

Sadat menambahkan, penolakannya ini didasari karena RTH GOR sudah berfungsi sangat baik. Di sekitar GOR tumbuh 414 pohon, serta fungsi ekonomi dan sosialnya berjalan dengan baik.

"RTH di Palembang juga berfungsi menjadi konsentrasi pengevakuasian apabila terjadi bencana," kata Sadat.

Sadat melanjutkan, pengalih-fungsian ini melanggar UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang memandatkan Pemerintah Daerah untuk memastikan setiap kota wajib memiliki RTH sebesar 30 persen dari luas kota tersebut.

"RTH di Palembang tidak lebih dari 3 persen, ini jauh dari target yang harus dicapai dalam mandat undang-undang," ucap Sadat.

Sumber : Detik.com(28/07)

Selengkapnya...

Warga Siap Ambil Alih Lahan

MUARAENIM - Warga Desa Harapan Mulia Kecamatan Muara Belida hari ini siap mengambil alih lahan adat mereka seluas 9.800 hektare (ha) dari total 11.700 ha yang diduga telah dicaplok oknum dan diperjualbelikan dengan perusahaan perkebunan.

“Kami telah mengadukan permasalahan tersebut kepada Kapolda Sumsel,Kajati,Bupati Muaraenim, Kapolres Muaraenim dan Kajari Muaraenim.Tetapi, sepertinya belum ada tindaklanjutnya. Makanya, besok pagi (hari ini) kami akan mematok kembali tanah yang dijual oknum tersebut,” tegas Kailani,
tokoh masyarakat Desa Harapan Mulia kemarin siang. Apa yang akan dilakukan warga, sambung dia, sudah sesuai dengan kesepakatan rapat desa kemarin siang. Di mana, hasil rapat dan tanya jawab antara Kepala Desa Harapan Mulia dan warga,diputuskan lahan adat tersebut harus dikembalikan kepada mereka. Sebab, warga kini sudah tidak memiliki mata pencarian.

“Selama ini, lahan dijual oknum tak bertanggung jawab yang mengatasnamakan warga.Namun, warga sendiri tidak mendapatkan konvensasi apa-apa,” tukasnya lagi. Kejadian ini telah berlangsung sejak setahun lalu,di mana saat itu, sebuah perusahaan sawit hendak mendirikan perkebunan. Beberapa warga sempat dihubungi oleh pihak perusahaan. Hanya saja, beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab kemudian menjual tanah tersebut kepada pihak perusahaan tersebut.Menurut Kailani,sebenarnya masyarakat sudah lama resah. Sebab, oknum yang dibekingi mantan pejabat Muaraenim itu telah mencaplok lahan ulayat milik nenek moyang.

“Untuk diketahui, lahan itu adalah tanah nenek moyang yang tidak boleh diperjualbelikan. Karena ada hukum adat yang mengaturnya,” tegas dia. Dugaan saat ini, lahan adat tersebut telah dikuasai perusahaan dan perseorangan, yakni PT Indralaya Agro Lestari (IAL) dengan panjang 3 km dan lebar 1 km,DK 50 ha dan HP 30 ha. “Mereka telah menguasai lahan itu. Dan, kini, kami merasa resah dan ingin agar tanah ulayat itu dikembalikan ke desa kami,”tegas Kailani. Rapat dengan warga di balai pertemuan Desa Harapan Mulia kemarin dihadiri perangkat desa, yakni Kades Meri Irawan, Ketua BPD Sastro Amijaya,Ketua LPMD Arkandi dan dua tokoh masyarakat,Kailani dan Masud.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Muaraenim Darmadi Suhaimi mengaku baru mengetahui permasalahan tersebut.Untuk itu, dia berjanji segera menggelar rapat komisi untuk menindaklanjutinya.“ Tentunya,kami akan melakukan pengecekan langsung ke lapangan sehingga duduk permasalahannya diketahui,”kata dia. Terpisah,Humas PT IAL Helmi yang dikonfirmasi terkait lahan yang ditanami sawit, membantah hal tersebut. Menurut dia, sawit yang ada di tanah ulayat tersebut ditanam sendiri oleh warga.“Kita tidak tahu menahu siapa yang menanamnya,” kilah dia.

Sementara R Siagian,pengacara yang namanya terpampang dalam plang yang dipasang di lahan itu, juga mengaku tidak tahu menahu. Dia menduga namanya dicatut oknum warga yang menguasai lahan itu untuk kepentingan pribadi.
Sumber : Seputar Indonesia


Selengkapnya...