Palembang, Kompas - Ganti rugi tanah petani di Desa Sinar Harapan, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Desa Sido Mulyo, Kabupaten Banyuasin, tidak diterima oleh pemilik tanah yang sah. Demikian dikatakan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumsel Ismaily Syah, Rabu (21/10).
Ismaily mengungkapkan hal tersebut kepada perwakilan petani Desa Sinar Harapan dan Desa Sidomulyo yang masih melanjutkan aksi protes karena tanahnya diserobot perusahaan perkebunan. Sebelumnya, para petani melakukan aksi protes di Kantor Gubernur Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel.
Menurut Ismaily, tanah petani yang masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT Berkat Sawit Sejahtera (BSS) harus mendapat ganti rugi. Persoalannya, kata Ismaily, perusahaan tak tahu ke siapa harus membayar ganti rugi itu. PT BSS telah memiliki HGU yang diterbitkan tahun 2003.
”Bisa jadi perusahaan sudah membebaskan tanah, tetapi ganti rugi tidak diterima pemilik tanah sebenarnya. Atau perusahaan hanya membayar biaya pancung alas (membuka hutan) karena tanah tersebut dikira tidak ada pemiliknya. Hal seperti ini sering terjadi,” ujarnya.
Ismaily mengutarakan, BPN akan memeriksa kembali bukti kepemilikan tanah PT BSS di Desa Sinar Harapan dan kepada siapa perusahaan membayar ganti rugi.
Menurut Ismaily, BPN belum pernah melakukan pengukuran terhadap tanah petani di Desa Sido Mulyo yang disengketakan dengan PT Perkebunan Nusantara VII. Namun, Ismaily yakin tanah itu memiliki sertifikat karena merupakan kawasan transmigrasi.
”Dulu pernah ada beberapa perusahaan yang meminta HGU di Desa Sido Mulyo, tetapi ditolak karena masuk kawasan transmigrasi,” kata Ismaily.
Ismaily menambahkan, tindakan petani yang mempertahankan tanahnya sudah tepat karena petani memiliki sertifikat dan surat keterangan dari pemerintah desa setempat.
Langkah konkret
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel Anwar Sadat yang mendampingi petani mengutarakan, Walhi meminta solusi konkret dari BPN. Persoalannya, perusahaan enggan memberikan ganti rugi kepada petani meski sudah melakukan kesalahan.
”Kami meminta BPN bertindak sebagai eksekutor,” kata Anwar Sadat.
Menanggapi permintaan Walhi Sumsel, Ismaily mengutarakan, BPN bukan lembaga yang mempunyai kewenangan mengeksekusi tetapi hanya sebagai mediator.
”Kami tidak bisa melakukan pengusiran. Kami hanya bisa menjelaskan siapa pemilik tanah,” katanya.
Menurut Basori, petani dari Desa Sido Mulyo, persoalan sengketa tanah tersebut sudah berlangsung 10 tahun tanpa ada penyelesaian. Petani menuntut agar sengketa tanah diselesaikan secepatnya.
Sukardi, petani dari Desa Sinar Harapan, mengungkapkan, petani tidak tahu soal hukum. Petani menganggap tanah yang mereka garap selama ini adalah tanah milik mereka.
”Kami masyarakat kecil tidak ingin mengadakan perlawanan, kami ingin damai. Sejak perusahaan datang, hidup kami tidak tenang,” ungkapnya. (WAD)
Ismaily mengungkapkan hal tersebut kepada perwakilan petani Desa Sinar Harapan dan Desa Sidomulyo yang masih melanjutkan aksi protes karena tanahnya diserobot perusahaan perkebunan. Sebelumnya, para petani melakukan aksi protes di Kantor Gubernur Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel.
Menurut Ismaily, tanah petani yang masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT Berkat Sawit Sejahtera (BSS) harus mendapat ganti rugi. Persoalannya, kata Ismaily, perusahaan tak tahu ke siapa harus membayar ganti rugi itu. PT BSS telah memiliki HGU yang diterbitkan tahun 2003.
”Bisa jadi perusahaan sudah membebaskan tanah, tetapi ganti rugi tidak diterima pemilik tanah sebenarnya. Atau perusahaan hanya membayar biaya pancung alas (membuka hutan) karena tanah tersebut dikira tidak ada pemiliknya. Hal seperti ini sering terjadi,” ujarnya.
Ismaily mengutarakan, BPN akan memeriksa kembali bukti kepemilikan tanah PT BSS di Desa Sinar Harapan dan kepada siapa perusahaan membayar ganti rugi.
Menurut Ismaily, BPN belum pernah melakukan pengukuran terhadap tanah petani di Desa Sido Mulyo yang disengketakan dengan PT Perkebunan Nusantara VII. Namun, Ismaily yakin tanah itu memiliki sertifikat karena merupakan kawasan transmigrasi.
”Dulu pernah ada beberapa perusahaan yang meminta HGU di Desa Sido Mulyo, tetapi ditolak karena masuk kawasan transmigrasi,” kata Ismaily.
Ismaily menambahkan, tindakan petani yang mempertahankan tanahnya sudah tepat karena petani memiliki sertifikat dan surat keterangan dari pemerintah desa setempat.
Langkah konkret
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel Anwar Sadat yang mendampingi petani mengutarakan, Walhi meminta solusi konkret dari BPN. Persoalannya, perusahaan enggan memberikan ganti rugi kepada petani meski sudah melakukan kesalahan.
”Kami meminta BPN bertindak sebagai eksekutor,” kata Anwar Sadat.
Menanggapi permintaan Walhi Sumsel, Ismaily mengutarakan, BPN bukan lembaga yang mempunyai kewenangan mengeksekusi tetapi hanya sebagai mediator.
”Kami tidak bisa melakukan pengusiran. Kami hanya bisa menjelaskan siapa pemilik tanah,” katanya.
Menurut Basori, petani dari Desa Sido Mulyo, persoalan sengketa tanah tersebut sudah berlangsung 10 tahun tanpa ada penyelesaian. Petani menuntut agar sengketa tanah diselesaikan secepatnya.
Sukardi, petani dari Desa Sinar Harapan, mengungkapkan, petani tidak tahu soal hukum. Petani menganggap tanah yang mereka garap selama ini adalah tanah milik mereka.
”Kami masyarakat kecil tidak ingin mengadakan perlawanan, kami ingin damai. Sejak perusahaan datang, hidup kami tidak tenang,” ungkapnya. (WAD)
0 komentar:
Posting Komentar