Grafik Penguasaan Hutan Sumsel |
Namun pada prinsip dasarnya, kawasan hutan diperlukan
karena wilayah tersebut diharapkan memiliki fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, memelihara kesuburan tanah, perlindungan
tumbuhan dan satwa atau untuk menghasilkan kayu.
Dalam perkembangan, banyak kawasan hutan dibuka dan digunakan untuk dieksploitasi baik
lahan maupun kandungan mineral di dalamnya. Kondisi ini kemudian menyebabkan
terjadi penurunan kualitas dan kuantitas
hutan terutama di Propinsi Sumatera Selatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.
76 tahun 2001, Propinsi Sumatera Selatan memiliki kawasan hutan seluas
4.416.837 hektar (termasuk kawasan hutan Bangka Belitung 65.7510 hektar), yang
memiliki fungsi untuk penyangga kehidupan, habitat dan sebagai hutan produksi.
Luasan kawasan ini kemudian mengalami perubahan karena usulan rencana tata ruang
wilayah propinsi (RTRWP). Antara lain
perubahan dari kawasan hutan menjadi bukan hutan seluas 210.559 hektar
dan perubahan fungsi 44.299 hektar.
Total luas hutan
produksi di Sumatera Selatan adalah 2.490.275 ha. dari luasan tersebut areal
yang memiliki fungsi Hutan Produksi Tetap (HP) sehingga dapat diberikan izin
HTI seluas 1.669.370 Hektar, dimana 1.336.802
ha (80%) telah dibebani izin sebanyak 19 IUPHHK-HTI. Dari 19 Izin tersebut, 10
diantaranya dikuasai hanya oleh 1 (satu) grup yang sebagian besar diantaranya
memiliki riwayat konflik dengan masyarakat lokal.
Berdasarkan dokumen
perizinan yang ada, Gubernur Ir. Syahrial Oesman, MM selama
periode kepemimpinannya (2003-2008) mengeluarkan 8 izin
dengan total luasan 877.330 hektar. Ini merupakan luasan terbesar
yang dikeluarkan pada satu periode kepemimpinan Gubernur dalam 25 tahun terakhir. Sedangkan jumlah izin
terbanyak dikeluarkan oleh Alex Noerdin selama periode 2008-2013, sejumlah 11 Izin
dengan total luasan 326.084. Namun tidak menutup kemungkinan jumlah ini masih masih
akan bertambah pada periode
kedua kepemimpinan Alex Noerdin ( 2013-2018), mengingat rekam jejak
kepemimpinannya selama menjadi Bupati Musi Banyuasin, Alex Noerdin sangat berperan terhadap keluarnya izin-izin
IUPHH-TI.
Selain dari sektor kehutanan,
penguasaan dan eksploitasi kawasan hutan juga dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan
dan tambang, banyak kawasan hutan yang di kuasai melalui mekanisme pinjam
pakai, penurunan fungsi atau pelepasan kawasan hutan.
Kawasan hutan produksi dapat di
konversi (HPK) di Sumatera Selatan seluas
431.445 hektar (kawan hutan yang dapat digunakan untuk perkebunan dengan
sekema pelepasan kawasan), namun
berdasarkan data Kementerian Kehutanan tahun 2013 kawasan hutan di Sumatera
Selatan yang telah dilepaskan menjadi areal perkebuan mencapai 847.143 hektar. Kejanggalan
lain terdapat disektor pertambangan, dimana 801.160 hektar
IUP tumpang tindih dengan kawasan hutan, baik hutan konservasi maupun hutan
produksi (Planologi kehutanan, 2014)
Berdasarkan studi yang dilakukan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) di Provinsi Sumatera Selatan, hingga tahun 2014 terdapat
359 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dari jumlah tersebut, terdapat 31 pelaku
usaha yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Sedangkan
data Direktorat Jenderal Pajak (April
2014) meyebutkan, dari 241 wajib pajak , hanya 18 diantaranya yang melakukan
pelaporan penghitungan pajak (pelaporan SPT).
Jumlah dan luasan izin
IUP yang meningkat signifikan pada tahun 2009 dan 2010 memperlihatkan kuatnya pengaruh
politik terhadap keluarnya izin –izin usaha pertambangan di Sumatera Selatan,
dimana masa tersebut menjadi tahun politik karena berbarengan dengan
pelaksanaan Pemilu dan Pilkada. tercatat total 290 IUP (81 % dari total IUP yang ada) dikeluarkan
dalam 2 tahun tersebut. 140 IUP dikeluarkan pada tahun 2009 dan 150 IUP dikeluarkan pada tahun 2010. Hal ini
menguatkan indikasi bahwa izin-izin tersebut menjadi alat transaksi politik dalam
pelaksanaan pemilu dan pilkada.
Dengan kondisi ini
kami berharap organisasi masyarakat sipil yang ada di Sumatera Selatan dan
media dapat melakukan kontrol dan pengawasan, agar eksploitasi dan penguasaan lahan tidak
merajalela, dan masyarakat tidak semakin tersingkir dari akses pada sumberdaya alam.
Untuk itu kami menuntut :
1.
Dan pemerintah harus membuka informasi
kehutanan terkait luasan, pengelolaan dan pemanfatan kawasan hutan.
2. Hentikan pemberian izin dan penggunaan
sumberdaya alam sebagai alat
transaksi politik kekuasaan
3.
Penegakan hukum terhadap perusahaan
pelaku kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup
Sumber Referensi :
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
Pasal 1. Huruf (h)Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Pasal 38.Ayat (3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Ayat (4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Undang-
Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Pasal 17 Ayat (1)Setiap orang dilarang: (b). melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
Pasal 1. Huruf (h)Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Pasal 38.Ayat (3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Ayat (4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Undang-
Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Pasal 17 Ayat (1)Setiap orang dilarang: (b). melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;
. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 76
/Kpts-II/2001. Tanggal 05 Maret 2001
tentang kawasan hutan dan perairan di Sumatera Selatan seluas 4.416.837 hektar.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 357
/Kpts-II/2004
tentang kawasan hutan dan perairan di Propinsi Bangka Belitung seluas 657.510 hektar.
Surat keputusan menteri kehutanan SK.822/Menhut-II/2013 tentang perubahan peruntukan hutan menjadi bukan hutan seluas 210.559 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 44.299 hektar dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan 41.191 hektar di Propinsi Sumatera Selatan.
Surat keputusan menteri kehutanan SK.822/Menhut-II/2013 tentang perubahan peruntukan hutan menjadi bukan hutan seluas 210.559 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 44.299 hektar dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan 41.191 hektar di Propinsi Sumatera Selatan.
F. Buku Penetapan kawasan hutan menuju kawasan
hutan indonesia yang mantap. Direktorat jendral planologi kehutanan. Agustus
2014. “luas
kawasan hutan di sumatera selatan seluas 3.422.937,17 hektar dan kawasan hutan
yang telah di tetapkan di sumatera selatan seluas 2.314.165,72 hektar (67,61%)
yang terdiri dari 32 keputusan menteri dan 180 lembar peta.”
A.
Kontak konfirmasi:
-
Auriga
Nusantara : Timer Manurung
(0811125006)
-
Walhi
Sumatera Selatan : Hadi
jatmiko (081273-12042)
-
Auriga
Nusantara/Silvagama : Supintri
yohar (0813734-99788)