Penambangan Timah Rusak Lingkungan Pesisir
Aktifitas pertambangan batubara di kaki Bukit Jempol Kecamatan Merapi Selatan Kabupaten Lahat. | Foto : Walhi Sumsel |
PALEMBANG, KOMPAS — Kegiatan tambang dinilai masih lebih
banyak merugikan masyarakat di sekitarnya daripada meningkatkan
kesejahteraan. Kerugian ini baik dari kerusakan lingkungan yang
berakibat pada hilangnya mata pencaharian masyarakat maupun banyaknya
tunggakan penerimaan negara.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bangka Belitung Ratno Budi mengatakan, masifnya kapal isap untuk menambang timah di kawasan pesisir Pulau Bangka mengakibatkan kerugian pada sekitar 45.000 nelayan. ”Pendapatan mereka dari nelayan turun drastis karena lingkungan pesisir rusak,” katanya seusai monitoring dan evaluasi pertambangan mineral di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (21/11).
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bangka Belitung Ratno Budi mengatakan, masifnya kapal isap untuk menambang timah di kawasan pesisir Pulau Bangka mengakibatkan kerugian pada sekitar 45.000 nelayan. ”Pendapatan mereka dari nelayan turun drastis karena lingkungan pesisir rusak,” katanya seusai monitoring dan evaluasi pertambangan mineral di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (21/11).
Karena tak mempunyai pilihan lain, saat ini ribuan nelayan
beralih profesi sebagai pekerja ataupun pengelola tambang timah. Hal ini
justru memicu kerusakan lingkungan Bangka kian parah sehingga pemulihan
lingkungan diperkirakan memakan waktu hingga ratusan tahun.
Dikhawatirkan, saat timah sudah habis, warga Bangka Belitung akan
kehilangan mata pencaharian sementara sumber daya alam sudah rusak.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Zulkarnain mengatakan, menurut kajian Kementerian
Lingkungan Hidup terhadap kegiatan tambang di sembilan kabupaten dan
kota, baru satu daerah yang bernilai positif. Artinya, sebagian besar
pertambangan baru menguntungkan pengusaha dan pekerjanya, tetapi justru
merugikan masyarakat.
Kajian ini dilakukan di Bangka Barat, Bangka Timur, Bogor,
Kanowe Utara, Morowali, Tanah Bumbu, Tanah Laut, Kutai Kartanegara, dan
Kutai Timur. Hanya kegiatan tambang di Bogor yang memberi nilai tambah
atau menguntungkan bagi masyarakat. Reklamasi pun, kata Zulkarnain,
masih sangat minim dilakukan pada bekas tambang.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko mengatakan,
nilai kerugian akibat tambang di Sumsel pada 2010-2013 diperkirakan
lebih dari Rp 248 miliar, di Jambi Rp 50,5 miliar, dan di Bangka
Belitung Rp 6,6 miliar. ”Ini baru dihitung dari tunggakan pemasukan
negara dari nilai lahan yang belum masuk. Belum dihitung dari sisi
kerusakan lingkungan,” katanya.
Aktivis Wahana Bumi Hijau, Adios Syafri, mengatakan, dari
sisi kesejahteraan pun, kegiatan tambang di Kabupaten Musi Banyuasin tak
berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakatnya. Musi Banyuasin
merupakan salah satu kabupaten yang paling banyak mengeluarkan izin
usaha pertambangan (IUP) yang pada 2013 mencapai 69 IUP. Namun, tingkat
kemiskinan di kabupaten ini masih sangat tinggi, mencapai 18,02 persen
dari total jumlah penduduk atau sekitar 34.277 jiwa.
Ditutup
Di Maluku, Pemerintah Kabupaten Buru akhirnya menutup penambangan liar di Gunung Botak. Aktivitas tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan lingkungan. Semua pihak, termasuk TNI dan Polri, berkomitmen mendukung penutupan tersebut.
Di Maluku, Pemerintah Kabupaten Buru akhirnya menutup penambangan liar di Gunung Botak. Aktivitas tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan lingkungan. Semua pihak, termasuk TNI dan Polri, berkomitmen mendukung penutupan tersebut.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Sekretariat Daerah
Kabupaten Buru Istanto ketika dihubungi Kompas dari Ambon, Jumat,
mengatakan, penutupan tersebut resmi dilakukan oleh Gubernur Maluku Said
Assagaff. Assagaff bersama rombongan tiba di lokasi tambang pada Kamis
lalu.
Penambangan mineral emas di Gunung Botak merupakan
penambangan rakyat yang mulai masif pada 2011. Areal yang ditambang
seluas lebih kurang 250 hektar. Jumlah petambang tidak terdata, tetapi
diperkirakan pernah mencapai lebih kurang 10.000 orang. Hampir 90 persen
petambang dari luar daerah itu.
Istanto mengatakan, areal tambang kini sudah mulai
dikosongkan setelah ratusan aparat gabungan TNI dan Polri melakukan
penyisiran. Tenda petambang, lubang galian, dan tempat pengolahan emas
setengah jadi sudah dipasangi garis polisi. Semua peralatan tambang
tradisional itu akan disita.
Berdasarkan catatan Kompas, pada awal bulan ini, empat
petambang di Gunung Botak tewas. Kuat dugaan, mereka tewas akibat
perebutan areal tambang.
Selain menimbulkan korban jiwa, aktivitas itu juga
berdampak pada pencemaran lingkungan. Sungai Wai Apu yang berada di
sekitar lokasi serta Teluk Kayeli yang menjadi muara sungai tersebut
tercemar merkuri. Merkuri digunakan petambang untuk memisahkan emas
dengan batuan mineral lainnya.
Sementara itu, di Kalimantan Barat, warga Dusun Belatung,
Desa Tanjung Lokang, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas
Hulu, yang semula menambang emas secara liar, terancam krisis pangan
karena nyaris tak berpenghasilan. Warga bahkan meminta Dinas Pendidikan
Kapuas Hulu mengizinkan anak mereka tidak sekolah selama dua bulan untuk
ikut berladang guna memenuhi kebutuhan pangan.
Camat Kecamatan Putussibau Selatan Serli, Jumat,
mengatakan, di Dusun Belatung ada 23 keluarga atau 95 jiwa. Dalam rapat
yang dipimpin Bupati M Nasir, kemarin, pemkab memutuskan memberikan
bantuan bahan pangan kepada warga Dusun Belatung. Pemkab segera
menyalurkan bantuan tersebut kepada masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar