Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera
Selatan meminta Presiden Joko Widodo melakukan blusukan ke provinsi
setempat dan mengambil alih penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar
hutan dan lahan penyebab masalah kabut asap beberapa bulan terakhir.
“Pembakaran hutan dan lahan oleh perusahaan
perkebunan besar yang beroperasi di wilayah Sumatera Selatan sudah di
luar batas sehingga perlu mendapat perhatian presiden agar masalah kabut
asap yang dapat mengganggu berbagai aktivitas dan kesehatan masyarakat
tidak selalu terjadi pada setiap musim kemarau,” kata Direktur Eksekutif
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, Hadi
Jatmiko, di Palembang, Senin.
Dia menjelaskan, perusahaan perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan
tanaman industri (HTI) yang beroperasi di sejumlah daerah provinsi yang
memiliki 17 kabupaten dan kota ini diduga telah melakukan pembakaran
untuk membersihkan lahan secara sengaja namun hingga kini belum ada yang
diproses secara hukum atau mendapat peringatan keras dari pemerintah
daerah setempat.
Bahkan pemerintah daerah terkesan melindungi perusahaan yang diduga
melakukan pelanggaran hukum karena secara sengaja melakukan pembakaran
di lahan konsesinya.
Sebagai gambaran pada rapat kordinasi pemadaman kebakaran hutan dan
lahan di Kantor Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan pada Rabu (5/11),
digelar secara tertutup dengan melibatkan 17 Perusahaan baik HTI dan
perkebunan yang di lahan konsesinya terdapat kebakaran yang menjadi
salah satu sumber masalah kabut asap.
Berdasarkan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 10
No 14 Tahun 2008, semua informasi yang terkait dengan hajat hidup orang
banyak atau publik apalagi kasus bencana, harus dibuka seluas luasnya
dengan tujuan agar masyarakat tahu dan menyikapi dengan kritis apa yang
sedang dibahas oleh pemerintah dengan perusahaan pembakar hutan dan
lahan.
Untuk melindungi hak rakyat atas lingkungan hidup yang bersih dan
sehat, sesuai bunyi pembukaan UUD 45 pasal 28 H, yang menyatakan bahwa
hak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia.
Hasil rapat koordinasi tersebut berdasarkan berita beberapa koran
terbitan Palembang, pemerintah daerah hanya meminta perusahaan yang
diduga membakar hutan dan lahan untuk memeriksa lahan konsesi mereka
serta mengajak perusahaan untuk melakukan pemadaman bersama sama dengan
pemerintah.
Sikap pemerintah yang lemah di depan pihak perusahaan pelaku
kejahatan lingkungan hidup, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki
keberpihakan terhadap lingkungan hidup dan jutaan rakyat yang menjadi
korban bencana ekologi kabut asap.
“Sikap tersebut juga menurut kami para aktivis lingkungan hidup tidak
akan memberikan efek jera di kemudian hari dan malah akan memberi
peluang bencana asap kebakaran hutan dan lahan terus terjadi di Sumatera
Selatan yang telah berlangsung selama 17 tahun terakhir.
Pemerintah harusnya memproses secara hukum para perusahaan penjahat
lingkungan hidup sesuai Undang Undang Lingkungan Hidup (UU No32/2009)
dan Undang Undang sektoral lainnya, baik UU No.18/2004 tentang
perkebunan dan UU No.41/1999 tentang kehutanan.
Bukan malah bersikap lembut terhadap mereka yang telah menyebabkan
jutaan rakyat menghirup udara yang tingkat ISPU-nya di atas 300 atau
sangat berbahaya.
Pemerintah seharusnya melakukan tindakan hukum dengan mempidanakan
pemilik perusahaan, menuntut ganti kerugian, mencabut izin dan menyita
seluruh aset yang dimiliki perusahaan untuk mengganti semua kerugian
yang dialami pemerintah, rakyat, dan lingkungan hidup, baikkerugian
langsung maupun tidak langsung.
Mandulnya penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar lahan tersebut
merupakan bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
daerah setempat dan menguatkan indikasi praktik mafia perizinan dan
korupsi di sektor perizinan Sumber Daya Alam di wilayah Sumsel yang
sangat massif dan terstruktur.
Oleh karen itu, Walhi Sumsel meminta Presiden Joko Widodo untuk
blusukan dan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar
hutan dan lahan yang menyebabkan bencana ekologi kabut asap di provinsi
berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa ini.
Selain itu, meminta pula Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
melakukan monitoring atas kasus kebakaran hutan dan lahan yang diduga
dilakukan oleh perusahaan serta proyek-proyek pemadaman kebakaran hutan
dan lahan di Provinsi Sumsel, kata Hadi.
Sumber: hutanindonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar