WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Minggu, November 09, 2014

JOKOWI - KPK Harus Segera Blusukan dan Ambil Alih Penegakan Hukum atas Perusahaan Pembakar Hutan dan Lahan di Sumsel

Setiap hari selama agustus - oktober 2014 jutaan anak anak menghirup udara tercemar oleh asapp dari kebakaran Hutan dan lahan di Sumsel (foto : Mlx Walhi sumsel )

Rapat Kordinasi Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan pada Rabu, 5 November 2014 kemarin, di gelar secara tertutup dan melibatkan 17 Perusahaan baik HTI dan Perkebunan yang dilahan konsesinya terdapat kebakaran, perlu dipertanyakan.

Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada Pasal 10 menyatakan bahwa, semua Informasi yang terkait dengan hajat hidup orang banyak/publik apalagi kasus bencana, harus di buka seluas luasnya. Dengan tujuan agar masyarakat tahu dan menyikapi dengan kritis apa yang sedang dibahas oleh pemerintah dengan perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan tersebut. Juga untuk melindungi hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sesuai bunyi pembukaan UUD 45 pasal 28 H, yang menyatakan bahwa Hak atas Lingkungan Hidup yang baik dan sehat adalah Hak Asasi Manusia dan juga diturunkan dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 65.
Apalagi hasil dari rapat tersebut berdasarkan berita beberapa media cetak (6/11), pemerintah hanya meminta perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan untuk memeriksa lahan konsesi mereka dan mengajak perusahaan untuk melakukan pemadaman bersama sama dengan pemerintah.

Sikap pemerintah yang lemah di depan perusahaan pelaku kejahatan lingkungan hidup, menunjukan bahwa pemerintah tidak memiliki keberpihakan terhadap lingkungan hidup dan juga terhadap jutaan rakyat yang menjadi korban bencana ekologis kabut asap. Sikap tersebut  juga menurut kami tidak akan memberikan efek jera di kemudian hari dan malah akan memberi peluang bencana asap kebakaran hutan dan lahan akan terjadi kembali di Sumatera Selatan seperti yang dialami selama  17 Tahun terakhir.

Anak anak berlari menuju ruang kelas yang diselimuti asapp kebakaran Hutan dan lahan (Foto : Mlx Walhi sumsel)
Pemerintah harusnya memproses secara hukum para perusahaan Penjahat Lingkungan Hidup sesuai Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang PPLH dan Undang-Undang sektoral lainnya, seperti UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dalam Pasal 108 dan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Bukan malah bersikap lembut terhadap mereka yang telah menyebabkan jutaan rakyat menghirup udara yang tingkat ISPU-nya di atas 300 (sangat berbahaya). Adapun proses hukum yang diharapkan oleh rakyat untuk dilakukan pemerintah adalah mempidanakan pemilik perusahaan, menuntut ganti kerugian, mencabut izin dan menyita seluruh asset yang dimiliki perusahaan, untuk mengganti semua kerugian yang dialami pemerintah, rakyat dan lingkungan hidup, baik kerugian langsung maupun tidak langsung.

Mandulnya penegakan Hukum terhadap perusahaan pembakar lahan ini juga merupakan bentuk Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan menguatkan indikasi praktek mafia perizinan dan korupsi di sektor Sumber Daya Alam di dalam tubuh pemerintahan daerah di Sumatera Selatan sangatlah massif dan terstruktur.

Berdasarkan kajian Walhi Sumsel, hampir semua perizinan di sektor Sumber Daya Alam seperti HTI (penyumbang asap kebakaran hutan dan lahan) semuanya dilakukan menjelang prosesi pergantian kepala daerah, yang artinya jika dugaan ini benar maka wajar jika pemerintah tidak akan melakukan tindakan represif terhadap perusahaan-perusahaan ini, layaknya istilah “Jeruk tidak akan makan Jeruk”

Untuk itu menurut Walhi Sumsel, dibutuhkan upaya cepat dan tegas dari Pemerintah Pusat untuk mengambil alih upaya penegakan hukum, karena yang dilakukan oleh pemerintah propinsi dan daerah saat berhadapan dengan perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan tak lebih dari sekedar “negosiasi bisnis”.

Walhi Sumatera Selatan mendesak Presiden Jokowi untuk segera blusukan ke Sumatera Selatan dan segera mengambil alih upaya penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Kami tidak lagi mempercayai upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumater Selatan yang terus melindungi pelaku kejahatan lingkungan hidup. Kami juga meminta KPK untuk memonitor anggaran-anggaran pemerintah yang dikeluarkan untuk membiayai penanggulangan kabut asap. Terindikasi ada kesengajaan agar dana pemerintah puluhan milyar dapat terus digunakan untuk menanggulangi kabus asap, padahal seharusnya itu adalah tanggung jawab perusahaan pembakar hutan, bukan dengan menghabiskan uang rakyat untuk menanggulangi bencana kabut asap (bukan bencana alam). Terakhir, kami memperingatkan Pemprov Sumsel untuk membuka seluas-luasnya akses publik atas informasi kebakaran hutan dan juga rapat-rapat kordinasi untuk upaya-upaya penanggulangan bencana asap, termasuk penyebaran dokumentasi hasil melalui media-media mainstream atau media sosial.

Palembang, 9 November 2014
Hadi Jatmiko

Direktur Walhi Sumatera Selatan

CP : 0812 731 2042



Artikel Terkait:

0 komentar: