WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat
Tampilkan postingan dengan label Keterbukaan Informasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keterbukaan Informasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, November 16, 2014

Walhi Minta Presiden Jokowi “Blusukan” Ke Palembang

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan meminta Presiden Joko Widodo melakukan blusukan ke provinsi setempat dan mengambil alih penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan dan lahan penyebab masalah kabut asap beberapa bulan terakhir.
“Pembakaran hutan dan lahan oleh perusahaan perkebunan besar yang beroperasi di wilayah Sumatera Selatan sudah di luar batas sehingga perlu mendapat perhatian presiden agar masalah kabut asap yang dapat mengganggu berbagai aktivitas dan kesehatan masyarakat tidak selalu terjadi pada setiap musim kemarau,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, di Palembang, Senin.
Dia menjelaskan, perusahaan perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman industri (HTI) yang beroperasi di sejumlah daerah provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota ini diduga telah melakukan pembakaran untuk membersihkan lahan secara sengaja namun hingga kini belum ada yang diproses secara hukum atau mendapat peringatan keras dari pemerintah daerah setempat.
Bahkan pemerintah daerah terkesan melindungi perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran hukum karena secara sengaja melakukan pembakaran di lahan konsesinya.
Sebagai gambaran pada rapat kordinasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Kantor Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan pada Rabu (5/11), digelar secara tertutup dengan melibatkan 17 Perusahaan baik HTI dan perkebunan yang di lahan konsesinya terdapat kebakaran yang menjadi salah satu sumber masalah kabut asap.
Berdasarkan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 10 No 14 Tahun 2008, semua informasi yang terkait dengan hajat hidup orang banyak atau publik apalagi kasus bencana, harus dibuka seluas luasnya dengan tujuan agar masyarakat tahu dan menyikapi dengan kritis apa yang sedang dibahas oleh pemerintah dengan perusahaan pembakar hutan dan lahan.
Untuk melindungi hak rakyat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, sesuai bunyi pembukaan UUD 45 pasal 28 H, yang menyatakan bahwa hak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia.
Hasil rapat koordinasi tersebut berdasarkan berita beberapa koran terbitan Palembang, pemerintah daerah hanya meminta perusahaan yang diduga membakar hutan dan lahan untuk memeriksa lahan konsesi mereka serta mengajak perusahaan untuk melakukan pemadaman bersama sama dengan pemerintah.
Sikap pemerintah yang lemah di depan pihak perusahaan pelaku kejahatan lingkungan hidup, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki keberpihakan terhadap lingkungan hidup dan jutaan rakyat yang menjadi korban bencana ekologi kabut asap.
“Sikap tersebut juga menurut kami para aktivis lingkungan hidup tidak akan memberikan efek jera di kemudian hari dan malah akan memberi peluang bencana asap kebakaran hutan dan lahan terus terjadi di Sumatera Selatan yang telah berlangsung selama 17 tahun terakhir.
Pemerintah harusnya memproses secara hukum para perusahaan penjahat lingkungan hidup sesuai Undang Undang Lingkungan Hidup (UU No32/2009) dan Undang Undang sektoral lainnya, baik UU No.18/2004 tentang perkebunan dan UU No.41/1999 tentang kehutanan.
Bukan malah bersikap lembut terhadap mereka yang telah menyebabkan jutaan rakyat menghirup udara yang tingkat ISPU-nya di atas 300 atau sangat berbahaya.
Pemerintah seharusnya melakukan tindakan hukum dengan mempidanakan pemilik perusahaan, menuntut ganti kerugian, mencabut izin dan menyita seluruh aset yang dimiliki perusahaan untuk mengganti semua kerugian yang dialami pemerintah, rakyat, dan lingkungan hidup, baikkerugian langsung maupun tidak langsung.
Mandulnya penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar lahan tersebut merupakan bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat dan menguatkan indikasi praktik mafia perizinan dan korupsi di sektor perizinan Sumber Daya Alam di wilayah Sumsel yang sangat massif dan terstruktur.
Oleh karen itu, Walhi Sumsel meminta Presiden Joko Widodo untuk blusukan dan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan dan lahan yang menyebabkan bencana ekologi kabut asap di provinsi berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa ini.
Selain itu, meminta pula Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan monitoring atas kasus kebakaran hutan dan lahan yang diduga dilakukan oleh perusahaan serta proyek-proyek pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sumsel, kata Hadi.
Selengkapnya...

Minggu, November 09, 2014

JOKOWI - KPK Harus Segera Blusukan dan Ambil Alih Penegakan Hukum atas Perusahaan Pembakar Hutan dan Lahan di Sumsel

Setiap hari selama agustus - oktober 2014 jutaan anak anak menghirup udara tercemar oleh asapp dari kebakaran Hutan dan lahan di Sumsel (foto : Mlx Walhi sumsel )

Rapat Kordinasi Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan pada Rabu, 5 November 2014 kemarin, di gelar secara tertutup dan melibatkan 17 Perusahaan baik HTI dan Perkebunan yang dilahan konsesinya terdapat kebakaran, perlu dipertanyakan.

Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada Pasal 10 menyatakan bahwa, semua Informasi yang terkait dengan hajat hidup orang banyak/publik apalagi kasus bencana, harus di buka seluas luasnya. Dengan tujuan agar masyarakat tahu dan menyikapi dengan kritis apa yang sedang dibahas oleh pemerintah dengan perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan tersebut. Juga untuk melindungi hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sesuai bunyi pembukaan UUD 45 pasal 28 H, yang menyatakan bahwa Hak atas Lingkungan Hidup yang baik dan sehat adalah Hak Asasi Manusia dan juga diturunkan dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 65.
Apalagi hasil dari rapat tersebut berdasarkan berita beberapa media cetak (6/11), pemerintah hanya meminta perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan untuk memeriksa lahan konsesi mereka dan mengajak perusahaan untuk melakukan pemadaman bersama sama dengan pemerintah.

Sikap pemerintah yang lemah di depan perusahaan pelaku kejahatan lingkungan hidup, menunjukan bahwa pemerintah tidak memiliki keberpihakan terhadap lingkungan hidup dan juga terhadap jutaan rakyat yang menjadi korban bencana ekologis kabut asap. Sikap tersebut  juga menurut kami tidak akan memberikan efek jera di kemudian hari dan malah akan memberi peluang bencana asap kebakaran hutan dan lahan akan terjadi kembali di Sumatera Selatan seperti yang dialami selama  17 Tahun terakhir.

Anak anak berlari menuju ruang kelas yang diselimuti asapp kebakaran Hutan dan lahan (Foto : Mlx Walhi sumsel)
Pemerintah harusnya memproses secara hukum para perusahaan Penjahat Lingkungan Hidup sesuai Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang PPLH dan Undang-Undang sektoral lainnya, seperti UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dalam Pasal 108 dan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Bukan malah bersikap lembut terhadap mereka yang telah menyebabkan jutaan rakyat menghirup udara yang tingkat ISPU-nya di atas 300 (sangat berbahaya). Adapun proses hukum yang diharapkan oleh rakyat untuk dilakukan pemerintah adalah mempidanakan pemilik perusahaan, menuntut ganti kerugian, mencabut izin dan menyita seluruh asset yang dimiliki perusahaan, untuk mengganti semua kerugian yang dialami pemerintah, rakyat dan lingkungan hidup, baik kerugian langsung maupun tidak langsung.

Mandulnya penegakan Hukum terhadap perusahaan pembakar lahan ini juga merupakan bentuk Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan menguatkan indikasi praktek mafia perizinan dan korupsi di sektor Sumber Daya Alam di dalam tubuh pemerintahan daerah di Sumatera Selatan sangatlah massif dan terstruktur.

Berdasarkan kajian Walhi Sumsel, hampir semua perizinan di sektor Sumber Daya Alam seperti HTI (penyumbang asap kebakaran hutan dan lahan) semuanya dilakukan menjelang prosesi pergantian kepala daerah, yang artinya jika dugaan ini benar maka wajar jika pemerintah tidak akan melakukan tindakan represif terhadap perusahaan-perusahaan ini, layaknya istilah “Jeruk tidak akan makan Jeruk”

Untuk itu menurut Walhi Sumsel, dibutuhkan upaya cepat dan tegas dari Pemerintah Pusat untuk mengambil alih upaya penegakan hukum, karena yang dilakukan oleh pemerintah propinsi dan daerah saat berhadapan dengan perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan tak lebih dari sekedar “negosiasi bisnis”.

Walhi Sumatera Selatan mendesak Presiden Jokowi untuk segera blusukan ke Sumatera Selatan dan segera mengambil alih upaya penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Kami tidak lagi mempercayai upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumater Selatan yang terus melindungi pelaku kejahatan lingkungan hidup. Kami juga meminta KPK untuk memonitor anggaran-anggaran pemerintah yang dikeluarkan untuk membiayai penanggulangan kabut asap. Terindikasi ada kesengajaan agar dana pemerintah puluhan milyar dapat terus digunakan untuk menanggulangi kabus asap, padahal seharusnya itu adalah tanggung jawab perusahaan pembakar hutan, bukan dengan menghabiskan uang rakyat untuk menanggulangi bencana kabut asap (bukan bencana alam). Terakhir, kami memperingatkan Pemprov Sumsel untuk membuka seluas-luasnya akses publik atas informasi kebakaran hutan dan juga rapat-rapat kordinasi untuk upaya-upaya penanggulangan bencana asap, termasuk penyebaran dokumentasi hasil melalui media-media mainstream atau media sosial.

Palembang, 9 November 2014
Hadi Jatmiko

Direktur Walhi Sumatera Selatan

CP : 0812 731 2042
Selengkapnya...

Senin, Oktober 13, 2014

Petisi Gubernur @alexnoerdin Kami bukan iwak salai, Cabut izin dan pidanakan perusahaan pembakar hutan Lahan



Sejak agustus sampai Oktober 2014 kebakaran hutan dan lahan tidak pernah berhenti, puluhan bahkan ratusan titik api api muncul setiap harinya di atas lahan yang pertanggung jawaban sepenuhnya ada pada perusahaan. Sesuai dengan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku seperti UU lingkungan hidup, UU Kehutanan, UU Perkebunan dan Peraturan peraturan pemerintah lainnya.
Bapak Gubernur Tahu gak,semenjak bermunculan titik api itu pula, kami tak bisa lagi menghirup udara segar dipagi hari dan sepanjang hari. Semuanya telah tercemar oleh asap kebakaran Hutan dan lahan yang membawa ribuan zat, yang seharusnya tidak boleh di hisap oleh kami apalagi anak anak, perempuan hamil dan lansia. Karena menurut Dinas Kesehatan jika polutan ini terhisap oleh manusia akan menyebabkan berbagai penyakit seperti ISPA, Pneumonia, Asma, jantung dan penyakit penyakit lainnya yang dapat mengancam keselamatan Hidup Manusia. Dan Dinas kesehatan juga telah menyebutkan terjadi kenaikan penderita penyakit Ispa mencapai 60-70 persen lebih di Palembang sepanjang September,hal ini seiring dengan kandungan ISPU yang sudah mulai berada diambang batas mencapai 262 http://ppesumatera.menlh.go.id/index.php?r=detail_agenda&x=41 .
Bapak @alexnurdin, bulan lalu kami pernah membaca di suatu media massa yang isinya tentang bapak yang sangat peduli dengan Lingkungan hidup, wujudnya Bapak menanda tangani kesepakatan dengan BP REDD untuk menurunkan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi Hutan di sumsel. Namun kami tidak melihat implementasi dari kesepakatan itu, Bapak dan juga lembaga BPREDD terapkan di kasus kebakaran Hutan dan lahan yang terjadi di propinsi yang kita cintai ini.
Ribuan hutan dan lahan gambut kita habis Pak, di bakar oleh perusahaan perusahaan multi nasional dan Internasional yang izinnya sebenarnya di keluarkan oleh Bapak bersama pejabat kabupaten maupun pusat/kemanterian kehutanan itu sendiri. Alih alih ingin menyelamatkan hutan dan lahan seperti yang di bangga banggakan oleh Bapak dan pejabat Negara lainnya, bahwa dengan di berikannya izin terhadap perusahaan Hutan tanaman industry dan perkebunan, hutan dan lahan yang rusak akan pulih. Tapi Nyatanya malah mereka menambah parah kerusakan hutan dan gambut kita.
Bapak Gubernur sumsel  upaya pemadaman terhadap kebakaran hutan dan lahan itu penting namun itu adalah opsi terakhir karena pesan dari Ibu/Bapak guru waktu sekolah dulu mungkin juga bapak masih ingat tentang ini, bahwa mencegah lebih baik ketimbang menanggulangi. Tapi mengapa pemadaman selalu menjadi hal utama yang bapak dan pejabat lain lakukan, padahal kebakaran hutan dan lahan ini bukan pertama di Sumsel setidaknya menurut Organisasi Lingkungan hidup seperti Walhi menyebutkan, kebakaran hutan dan lahan setidaknya dimulai tahun 1997. Sehingga menurut kami harusnya Bapak sudah mendapatkan pembelajaran setiap tahunnya bahwa kebakaran hutan dan lahan ini akibat dari Obral izin yang dilakukan oleh pemerintah sehingga berdampak buruknya tata kelola hutan dan lahan kita, wilayah yang harusnya dilindungi tapi malah diberi izin. Pasti kita gak mau kan Pak di bilang lebih dungu dari keledai,karena mengulang ulang hal yang salah?
Oh iya pak tahu gak bapak bahwa kami sangat terkejut ketika BNPB menyebutkan bahwa kerugian yang dialami akibat kebakaran hutan dan lahan di sumatera, yang berdampak bencana ekologi kabut asap sepanjang 2014 ini, telah menyebabkan Negara di rugikan mencapai 20 triliun (http://www.mediaindonesia.com/hottopic/read/4039/Bencana-Asap-Rugikan-Negara-Rp50-Triliun/2014/09/18) .Bapak Gubernur, berapa besar APBD kita pak dan berapa pendapatan keuntungan dari investasi perizinan pembakar hutan ini kepada Negara?. Kami sempat cari cari berita tentang besaran APBD sumsel tahun 2013, ternyata APBD kita hanya 6 triliun pak. Dan berdasarkan informasi dari lembaga non pemerintah menyebutkan sumbangan dari perizinan yang rakus ruang ini sekitar 70 persen dari nilai total APBD, itupun sudah digabungkan dari pendapatan bagi hasil Migas dan tambang. Artinya hitungan cepat kami kita tekor pak, dan uang yang bertahun tahun kita kumpulkan dari pajak yang dibayar oleh pedagang kecil dipasar,tukang becak, tukang ojek dan tukang ketek lenyap seketika menjadi air dan garam untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan. Belum lagi biaya untuk pemadaman kebakaran yang setidaknya sudah di gelontorkan 28 Milyar, padahal ini bencana Ekologi bencana lingkungan hidup (ekologi) yang seharusnya pertanggung jawabannya ada pada Penjahat nya atau perusahaannya, bukan kepada Negara dari hasil uang pajak rakyat. Mengapa Negara begitu mudah mengeluarkan uang untuk bencana ekologi tapi sulit mengeluarkan uang ketika terjadi bencana geologi seperti meletusnya Gunung Sinabung?
Penegakan hukum harus bapak dan pejabat daerah maupun pusat lakukan , bapak harus membawa perusahaan perusahaan pembakar hutan dan lahan di sumsel baik yang bergerak di perkebunan kayu (HTI) dan Perkebunan seperti Asia Pulp and Paper ke meja hijau, memaksa mereka menganti kerugian yang dialami oleh kami,istri kami yang sedang hamil, anak anak kami, ibu dan bapak kami yang usianya telah lanjut atau jutaan penduduk lainnya, serta menganti kerugian lingkungan hidup atas kerusakan Hutan dan lahan yang selama ini tanpa pamrih memberikan oksigen kepada seluruh penghuni bumi.
Dan bapak harus mencabut Izin izin perusahaan perusahaan pembakar hutan dan lahan yang ada di kabupaten OKI, Muara enim, banyuasin, Musi banyuasin, Musi rawas dan kabupaten lainnya karena mereka secara jelas tidak mematuhi aturan undang undang yang ada di Negara kita.  Baiknya hutan dan lahan tersebut di berikan kepada petani dan masyarakat adat yang secara nyata terbukti mampu menjaga Lingkungan hidup dengan kearifan local yang mereka terapkan.
Dan terakhir kami yakin bahwa bapak gubernur @alexnoerdin juga seperti kami yang memiliki keluarga yang disayangi, bapak pasti ingin melindungi keluarga bapak dari segala bahaya apapun, termasuk bahaya kabut asap seperti yang kami lakukan saat ini dan tidak lain dan tidak bukan untuk melindungi orang orang yang kami sayangi dari bahaya Asapp kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh Perusahaan. Tapi bedanya kami dengan bapak, bapak bisa membawa keluarga bapak terbang ke luar sumatera ketempat daerah yang udaranya masih bersih, sedangkan kami tetap dipaksa menjadi ikan salai dan menghirup udara beracun.

Palembang,  Oktober 2014 di tengah kepungan asAPP

Selengkapnya...

Rabu, Februari 19, 2014

Walhi sumsel mendukung upaya masyarakat mengajukan Sengketa Informasi di Komisi Informasi Publik


(Palembang,11/2/14) UU Keterbukaan Informasi Publik  No 14 tahun 2008 merupakan peraturan yang mewajibkan setiap Badan Publik baik Pemerintah,Perusahaan yang mengelolah Dana Publik, baik melalui APBD,APBN maupun dana Publik secara langsung memberikan informasi yang dikuasai dan dimilikinya kepada masyarakat. 

Namun sampai dengan saat ini masih banyak pemerintah daerah yang belum menjalankannya,. seperti yang terjadi di kabupaten Ogan Komering Ilir. 

Rian syahputra salah satu mahasiswa yang juga Volunter Walhi sumsel, mengatakan bahwa pada bulan Nopember 2013 lalu,dia secara Pribadi telah melayangkan surat permohonan Informasi kepada Dinas Kehutanan kabupaten OKI, untuk meminta beberapa data dan informasi lengkap tentang kehutanan di kabupaten OKI seperti Dokumen Izin perusahaan yang berada di kawasan Hutan, Berita acara penetapan batas hutan di OKI dan Informasi lainnya, namun sampai dengan saat ini belum juga mendapatkan respon dari Dinas terkait, padahal Dokumen yang dimintanya sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan RI P.02/Menhut-II/2010 merupakan Dokumen Publik yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat.

Apa yang dialami Rian ternyata juga dialami oleh beberapa mahasiswa lainnya, permintaan Informasi dan Data yang mereka layangkan kepada Dinas Perkebunan, Badan Lingkungan Hidup dan Pertambangan di Kabupaten OKI tidak mendapatkan respon. 

Padahal dalam Pasal 22 angka 7 UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi public menyebutkan bahwa Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib  menyampaikan pemberitahuan tertulis .. dst.

Untuk itu pada 7 Januari 2014 lalu beberapa personal melaporkan permasalahan yang dihadapi kepada Komisi Informasi Publik (KIP) Propinsi Sumatera selatan, meminta Komisi Informasi dapat memanggil dan menyidangkan perkara ini sesuai dengan wewenang KIP yang diatur oleh Undang undang kata Rian syahputra. 

Tertutupnya informasi yang di praktekan oleh Dinas atau Badan public yang ada di Kabupaten OKI, mencerminkan bahwa selama ini tidak ada pelibatan masyarakat dalam setiap kebijakan yang di keluarkan oleh Pemerintah OKI. Sehingga Wajar jika konflik Sumber daya Alam/agrarian dan kerusakan Lingkungan hidup terus terjadi.

Untuk itu Walhi Sumsel yang dalam salah satu mandate organisasinya adalah Aktif mendorong perubahan kebijakan, penegakkan hukum, dan perbaikan tata kelola dalam sistem demokrasi. Mendukung inisiatif masyarakat melaporkan kasus ini ke Komisi Informasi Publik. 

Selain itu Walhi juga mendesak pemerintah kabupaten OKI dan seluruh jajaran Dinas yang ada ogan komering Ilir untuk segera mengimplementasikan mandate Undang Undang No 14 tahun 2008 di Kabupaten OKI serta meminta kepada Komisi Informasi Publik untuk segera mengadili dan mengembalikan Hak atas Informasi yang selama ini dikebiri oleh Pemerintah kepada Publik sesuai dengan UU KIP dan Peraturan lainnya. Ungkap Hadi Jatmiko Direktur Walhi Sumsel 

Kontak Person 
Hadi Jatmiko Direktur Walhi Sumsel 0812 7312042
Selengkapnya...