Hari-hari ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang
diuji ketegasannya dalam menjaga wibawa pemerintah. Awal Juli lalu terjadi
kekerasan terhadap tim investigasi dari Kementerian LHK untuk kasus perusakan
kebun karet warga Dusun Cawang Gumilir, Desa Bumi Makmur, Kabupaten Musi Rawas,
Sumatera Selatan.
Selasa (7 Juli 2015)
sekitar pukul 15.00 WIB. Tim investigasi yang terdiri atas tiga orang dari
Kementerian KLHK dan satu staf Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel
mendatangi lokasi untuk pengumpulan data terkait konflik antara warga dan PT
MHP. Mereka hendak bertemu warga, polisi, dan polisi kehutanan.
"Tim ini memergoki
perusakan kebun warga oleh perusahaan PT MHP. Saat tim meminta agar perusakan
dihentikan, mereka justru diteriaki sebagai provokator. Padahal, kami resmi dan
membawa surat," tutur Direktur Walhi Sumsel Hadi Jatmiko saat dihubungi
dari Jakarta, beberapa waktu lalu. Mereka pun dibawa paksa ke pos perusahaan.
Di lokasi ada orang berseragam polisi dan TNI, polisi kehutanan, dan anggota
Dalmas (Pengendalian Massa) dari kepolisian. Bahkan, di antaranya ada staf
kehutanan daerah.
Seruan terbuka
Seminggu tanpa ada reaksi
terbuka dari Kementerian LHK, muncul seruan terbuka dari sejumlah organisasi
masyarakat sipil. Organisasi masyarakat sipil Walhi, Kontras, Konsorsium
Pembaruan Agraria (KPA), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam),
Transformasi Keadilan untuk Indonesia (TuK Indonesia), Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI), dan PIL (Public Interest Law)-Net.
Mereka mendesak Kapolri
dan Panglima TNI untuk menindak anggotanya yang terlibat dalam tindakan
kekerasan itu sesuai prosedur hukum. Ketua Komnas HAM didesak menghentikan
penggusuran warga dan membentuk Tim Investigasi untuk konflik warga-PT MHP.
Berupaya menyelesaikan
konflik, Menteri LHK Siti Nurbaya mengajak para pihak, yaitu pemda, polres,
perusahaan, serta Walhi Sumsel dan Walhi Nasional.
"Perusahaannya nakal.
Diminta hentikan perusakan, malah menambah mesin dari dua menjadi lima,"
ungkapnya. Secara lisan, Siti melalui Sekjen KLHK Bambang Hendroyono
menegaskan, perusahaan berhenti dan berunding ulang dulu atau didongkel dan
dihentikan izinnya.
"Sebenarnya yang
paling penting konflik dengan masyarakat selesai dan perusahaan tetap jalan.
Posisi pemerintah adalah sebagai simbol untuk mendapatkan keputusan
optimal," tegas Siti Nurbaya.
Momentum lewat
Peristiwa di Musi Rawas
sebenarnya bisa dipandang sebagai "pintu emas". Pertama, untuk
menegakkan wibawa negara. Insiden kekerasan terhadap aparat negara adalah suatu
tindakan yang bisa dikatakan melawan negara. Tak ada pembenaran apa pun untuk
itu, sehingga kasusnya harus diproses. Tak ada yang bisa menawar itu.
Kedua, inilah pintu untuk
memeriksa seluruh perizinan yang terkait dengan aktivitas PT MHP. Sebagai
contoh, izin terkait konsesi, amdal, pemeriksaan terhadap rencana kerja tahunan
(RKT), dan sebagainya. Sayangnya, titik awal untuk penertiban dan evaluasi
perizinan itu tak kunjung dijalankan hingga sekarang.
Sudah saatnya wibawa
negara ditegakkan. Jangan sampai pemerintah dilecehkan, karena tak mampu
menuntut ketaatan korporasi. Kesempatan kadangkala tak lewat dua kali. (ISW)
1 komentar:
Di desa sadu akan ada pembukaan lahan oleh PT GSL benar nggak pak, katanya itu hutan kawasan
Posting Komentar