![]() |
Peserta PKA PNLH XII Walhi di Palembang |
PALEMBANG – Agenda
Pendidikan Konservasi Alam (PKA) Walhi XII resmi dibuka kemarin (17/4).
Kegiatan hari pertama PKA diisi dengan dua materi pembuka
berupa pengenalan kerusakan lingkungan dan pengindetifikasi permasalahan
lingkungan.
Di sesi pembuka, Perwakilan SC
PNLH Walhi XII, Ahmad Pelor mengatakan aktivitas PKA menjadi bagian dari proses
transformasi peningkatan kemampuan elemen organisasi Walhi sebagai
tanggungjawab sosial mendorong kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Para
peserta diharapkan mampu menerapkan pentingnya perilaku hidup yang
enviromentalis dalam kehidupan keseharian. Selain itu, peserta juga hendaknya
bisa melakukan pendampingan dan penyadaran penyelamatan lingkungan hidup.
“PKA berfungsi meningkatkan
kemampuan pemantauan guna terlibat aktif dalam pemantauan serta mengkritisi
berbagai kebijakan pembangunan pemerintah yang beresiko terhadap lingkungan
hidup,”ungkapnya.
Selain pembuka, juga terdapat
sambutan Ketua OC PNLH Walhi XII, Hadi Jatmiko. Para peserta yang berasal dari
28 perwakilan provinsi di Indonesia, mulai mengikuti materi awal, yang
disampaikan perwakilan debtWATCH Indonesia, Diana Gultom.
Dalam pemaparannya, Diana
menjabarkan penyebab kerusakan lingkungan dipengaruhi oleh perilaku hidup
manusia. Faktor penyebab kerusakan lingkungan terbagi atas subjek dan objek
kerusakan lingkungan. Sistem neoliberalisme mendorong kerusakan lingkungan
dengan objek pada negara-negara miskin, dan berkembang, terutama negara yang
memiliki sumber daya alam berlimpah dengan tenaga kerja dinilai murah.
“Kerusakan alam juga didorong
dari lemahnya regulasi pemerintah melindungi negerinya. Misalnya terbitnya
berbagai aturan hukum yang malah mendorong sistem neoliberalisme di
Indonesia,”ujar ia.
Kata Diana, aktivitas neoliberalisme
akan mengakibatkan arah pembangunan ditentukan oleh kekuatan luar negeri.
Selain itu, berdampak melemahkan partisipasi rakyat yang sekedar menjadi simbol
hingga lemahnya kekuatan dalam negeri.
“Dampak lainnya, terjadi
kemiskinan secara sistematis, dan tercabutnya budaya masyarakat
setempat,”katanya.
Sementara di sesi kedua, pemateri
Ahmad Muhaimin mengenalkan bagaimana analisa sosial menjadi alat dalam
melakukan perubahan atas kerusakan lingkungan. Di sesi ini, beberapa peserta
yang berasal dari perwakilan anggota Walhi dengan latar belakang pencinta alam
dari 28 propinsi di Indonesia berbagi pengalaman dalam mengidentifikasi
permasalahan kerusakan lingkungan di daerah mereka masing-masing.
“Analisa sosial ini sangat
penting dalam menentukan orientasi dan sudut pandang permasalahan kerusakan
lingkungan,”ujarnya.
Artikel Terkait:
PNLHXII
Siaran Pers
- Siaran Pers : Penegakan Hukum, Bukti Keseriusan Negara Memutus Rantai Kejahatan Korporasi
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Walhi Sumsel Apresiasi Pembentukan Satgas Percepatan penyelesaian Konflik Agraria dan SDA di Muba.
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- 160 Hari Pemiskinan Warga Cawang Gumilir oleh PT. Musi Hutan Persada Negara Dimana?
- Walhi Sumsel : Stop Alih Fungsi dan Reklamasi Rawa Palembang !
- Walhi Sumsel : Penegakan Hukum Perusahaan Pembakar Hutan masih Setengah Hati!
- Kaburnya Hukum dalam Kabut Asap Kasus Karhutla
- Kronologis Penembakan Warga Oleh Aparat Saat Demo Tolak Tambang.
- 5 Tahun Moratorium Menjadi Kamuflase Regulasi Eksploitasi SDA Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar