Banjir masih mengancam sejumlah wilayah di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) menyusul hujan deras yang terus mengguyur, sehingga warga termasuk para petani di daerah ini mengharapkan pemda setempat segera mengantisipasinya.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi ) Sumsel di Palembang, Kamis (29/1), akibat banjir di sejumlah tempat yang terjadi pada 2008 menimbulkan kerugian berupa kehilangan dan kerusakan harta benda maupun kerusakan areal pertanian produktif serta
kerusakan rumah tinggal, dengan nilai mencapai sekitar Rp5 miliar.
Staf Walhi Sumsel Hadi Jatmiko mendampingi Direktur Eksekutif Anwar Sadat menyebutkan, bencana banjir dan longsor masih terus menjadi ancaman di wilayah Sumsel, antara lain akibat kerusakan areal hutan yang masih tersisa di daerah itu.
Menurutnya, berdasarkan laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bendana (BNPB) bahwa Provinsi Sumsel merupakan salah satu provinsi yang secara serius rentan terkena bencana banjir dan tanah longsor.
Setidaknya sejak Januari hingga Desember 2008 telah terjadi 39 kali bencana banjir dan longsor di Sumsel, tersebar pada hampir seluruh kabupaten/kota di daerah ini, seperti Kota Palembang, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Muaraenim, Lahat, Prabumulih, dan
Ogan Komering Ulu Timur.
Longsor juga telah terjadi di beberapa tempat, seperti pada ruas jalan Lahat-Pagar Alam dan beberapa jalur jalan utama provinsi maupun kabupaten daerah ini.
Hutan alam Sumsel, menurut WALHI setempat, telah mengalami kehancuran (deforestasi) dan terus terancam makin rusak cukup parah. Kondisi itu diperkirakan menjadi salah satu penyebab banjir dan longsor serta bencana alam lainnya terus mengancam Sumsel.
Semula terdapat 3,777 juta hektare kawasan hutan alam di Sumsel dan saat ini hanya tersisa sekitar 1,129 juta ha. Tiap tahun Sumsel kehilangan ratusan ribu hektare hutan alaminya.
Hingga Kamis pekan ini, sejumlah warga di beberapa kabupaten di Sumsel juga mengeluhkan banjir maupun genangan air yang masih terjadi, seperti di Banyuasin dan Lahat.
Banjir itu tidak saja menggenangi rumah mereka, tapi mengancam areal pertanian, termasuk padi yang saat ini sedang dilakukan penebaran benih, mengakibatkan benih padi itu terbawa arus air banjir.
Sejumlah warga di Banyuasin di kawasan sekitar Gilirang dan Muara Sugihan, berharap pemda setempat segera turun tangan mengatasi banjir itu. Banjir di Lahat, sekitar Sungai Lengkupi juga menimbulkan kerugian bagi petani setempat.
Ancaman banjir juga terjadi di Kota Palembang, dengan belasan titik yang selalu tergenang air karena banjir musiman saat musim penghujan tiba.
Banjir paling parah di Palembang telah dialami warga sekitar Sekip Bendung, kendati di wilayah itu terdapat Sungai Bendung yang difungsikan untuk menampung luberan air hujan agar tidak menimbulkan banjir.
Dinas PU Kota Palembang juga memiliki belasan sistem drainase dan memfungsikan bendung maupun pompa air untuk mengatasi banjir di ibu kota Provinsi Sumsel itu, termasuk segera menerapkan manajemen pengelolaan air hujan secara lebih baik.(Antara)
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi ) Sumsel di Palembang, Kamis (29/1), akibat banjir di sejumlah tempat yang terjadi pada 2008 menimbulkan kerugian berupa kehilangan dan kerusakan harta benda maupun kerusakan areal pertanian produktif serta
kerusakan rumah tinggal, dengan nilai mencapai sekitar Rp5 miliar.
Staf Walhi Sumsel Hadi Jatmiko mendampingi Direktur Eksekutif Anwar Sadat menyebutkan, bencana banjir dan longsor masih terus menjadi ancaman di wilayah Sumsel, antara lain akibat kerusakan areal hutan yang masih tersisa di daerah itu.
Menurutnya, berdasarkan laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bendana (BNPB) bahwa Provinsi Sumsel merupakan salah satu provinsi yang secara serius rentan terkena bencana banjir dan tanah longsor.
Setidaknya sejak Januari hingga Desember 2008 telah terjadi 39 kali bencana banjir dan longsor di Sumsel, tersebar pada hampir seluruh kabupaten/kota di daerah ini, seperti Kota Palembang, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Muaraenim, Lahat, Prabumulih, dan
Ogan Komering Ulu Timur.
Longsor juga telah terjadi di beberapa tempat, seperti pada ruas jalan Lahat-Pagar Alam dan beberapa jalur jalan utama provinsi maupun kabupaten daerah ini.
Hutan alam Sumsel, menurut WALHI setempat, telah mengalami kehancuran (deforestasi) dan terus terancam makin rusak cukup parah. Kondisi itu diperkirakan menjadi salah satu penyebab banjir dan longsor serta bencana alam lainnya terus mengancam Sumsel.
Semula terdapat 3,777 juta hektare kawasan hutan alam di Sumsel dan saat ini hanya tersisa sekitar 1,129 juta ha. Tiap tahun Sumsel kehilangan ratusan ribu hektare hutan alaminya.
Hingga Kamis pekan ini, sejumlah warga di beberapa kabupaten di Sumsel juga mengeluhkan banjir maupun genangan air yang masih terjadi, seperti di Banyuasin dan Lahat.
Banjir itu tidak saja menggenangi rumah mereka, tapi mengancam areal pertanian, termasuk padi yang saat ini sedang dilakukan penebaran benih, mengakibatkan benih padi itu terbawa arus air banjir.
Sejumlah warga di Banyuasin di kawasan sekitar Gilirang dan Muara Sugihan, berharap pemda setempat segera turun tangan mengatasi banjir itu. Banjir di Lahat, sekitar Sungai Lengkupi juga menimbulkan kerugian bagi petani setempat.
Ancaman banjir juga terjadi di Kota Palembang, dengan belasan titik yang selalu tergenang air karena banjir musiman saat musim penghujan tiba.
Banjir paling parah di Palembang telah dialami warga sekitar Sekip Bendung, kendati di wilayah itu terdapat Sungai Bendung yang difungsikan untuk menampung luberan air hujan agar tidak menimbulkan banjir.
Dinas PU Kota Palembang juga memiliki belasan sistem drainase dan memfungsikan bendung maupun pompa air untuk mengatasi banjir di ibu kota Provinsi Sumsel itu, termasuk segera menerapkan manajemen pengelolaan air hujan secara lebih baik.(Antara)
0 komentar:
Posting Komentar