Tingkat degradasi hutan di Sumatera Selatan setiap tahunnya mencapai 100.000 hektar akibat pembalakan hutan dan alih fungsi hutan menjadi Hutan Tanaman Industri atau perkebunan kelapa sawit. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel memperkirakan, pada akhir tahun 2008 luas hutan di Sumsel tinggal 1.129.000 hektar dari luas hu tan keseluruhan 3.777.457 hektar.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat, Jumat (16/1) mengatakan, kerusakan hutan menyebabkan daya serap Daerah Aliran Sungai (DAS) saat hujan berkurang sehingga menyebabkan banjir. Menurut catatan Walhi Sumsel, kerusakan hutan di Sumsel adalah nomor dua terparah di Sumatera setelah Riau.
Anwar Sadat mengungkapkan, alih fungsi hutan di Sumsel bukan hanya terjadi di lahan kritis, tetapi juga di hutan tropis yang masih bagus. Jika sistem kehutanan di Sumsel tidak diperbaiki, pada akhir tahun 2009 luas hutan Sumsel tinggal 1 juta hektar.
Banjir menjadi ancaman setelah tidak ada lagi daerah resapan karena luas hutan semakin berkurang. Selama tahun 2008 ada 26 kasus pembalakan hutan. Dampaknya, tahun 2008 di Sumsel terjadi 39 kali banjir, kata Anwar Sadat.
Menurut Anwar Sadat, Walhi Sumsel tidak hanya melihat banjir dari segi kuantitasnya, namun juga memperhitungkan dampak banjir yang menyebabkan kerugian masyarakat. Banjir yang terjadi di sejumlah daerah menyebabkan sekitar 11.000 hektar sawah rusak dan terancam puso. Kerugian itu belum termasuk kerugian materi lainnya dan kenaikan harga barang pokok.
Anwar Sadat menambahkan, kondisi DAS di Palembang adalah yang terburuk. Hal itu karena di sepanjang DAS terdapat banyak industri yang berpotensi menimbulkan pencemaran Sungai Musi.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat, Jumat (16/1) mengatakan, kerusakan hutan menyebabkan daya serap Daerah Aliran Sungai (DAS) saat hujan berkurang sehingga menyebabkan banjir. Menurut catatan Walhi Sumsel, kerusakan hutan di Sumsel adalah nomor dua terparah di Sumatera setelah Riau.
Anwar Sadat mengungkapkan, alih fungsi hutan di Sumsel bukan hanya terjadi di lahan kritis, tetapi juga di hutan tropis yang masih bagus. Jika sistem kehutanan di Sumsel tidak diperbaiki, pada akhir tahun 2009 luas hutan Sumsel tinggal 1 juta hektar.
Banjir menjadi ancaman setelah tidak ada lagi daerah resapan karena luas hutan semakin berkurang. Selama tahun 2008 ada 26 kasus pembalakan hutan. Dampaknya, tahun 2008 di Sumsel terjadi 39 kali banjir, kata Anwar Sadat.
Menurut Anwar Sadat, Walhi Sumsel tidak hanya melihat banjir dari segi kuantitasnya, namun juga memperhitungkan dampak banjir yang menyebabkan kerugian masyarakat. Banjir yang terjadi di sejumlah daerah menyebabkan sekitar 11.000 hektar sawah rusak dan terancam puso. Kerugian itu belum termasuk kerugian materi lainnya dan kenaikan harga barang pokok.
Anwar Sadat menambahkan, kondisi DAS di Palembang adalah yang terburuk. Hal itu karena di sepanjang DAS terdapat banyak industri yang berpotensi menimbulkan pencemaran Sungai Musi.
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar