Merespon Pidato Presiden RI di
COP 21 Paris
Paris, 30 November 2015.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah menyampaikan pidato di sidang
UNFCCC di Paris pada pukul 16. 30 waktu Paris. Dalam pidatonya, Presiden RI
menyampaikan beberapa point terkait dengan masalah yang dihadapi Indonesia
khususnya dalam kabut asap, dan komitmen pemerintah Indonesia dalam penanganan
perubahan iklim.
Dalam pidatonya, Presiden
menyampaikan beberapa hal penting. Sebagai negara pemilik hutan terbesar, yang
menjadi paru-paru dunia. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan
dengan luas wilayah lautnya mencapai dua pertiga dari wilayah Indonesia, yang
rentan dengan perubahan iklim, khususnya pulau-pulau kecil. Dengan prosesntasi
60% penduduk Indonesia tinggal di pesisir. Presiden dalam pidatonya juga
menyampaikan masalah kebakaran hutan dan lahan, dan upaya penanggulangannya,
baik dalam upaya penegakan hukum maupun langkah-langkah prevensi yang telah
disiapkan dintaranya restorasi ekosistem gambut dengan pembentukan Badan
Restorasi Gambut.
Bagi WALHI, penyampaian kesadaran
kerentanan Indonesia terhadap dampak perubahan iklim ini menjadi penting. Yang
mesti menjadi perhatian khusus, di tengah kerentanan kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil terhadap perubahan iklim, konversi terus terjadi. Berbagai
proyek reklamasi terjadi di Indonesia, dan pulau-pulau kecil diserbu industri
tambang dan sawit. Artinya, di tengah kerentanan, pemerintah terus memproduksi
pembangunan berisiko tinggi.
Selain masalah dan tantangan yang
dihadapi oleh Indonesia, Presiden juga menyampaikan komitmennya sebagai upaya
kontribusi dalam aksi global menurunkan emisi sebagaimana yang tercantum dalam
INDC Indonesia, menurunkan emisi hingga 29% dengan melalui business as usual
sampai tahun 2030, dan 41% dengan bantuan internasional. Penurunan emisi dibagi
dengan mengambil langkah di beberapa bidang antara lain energi, tata kelola
hutan dan lahan, dan di bidang maritim.
Sejak awal, kami telah mengkritik
INDC Indonesia, yang dalam konteks kebakaran hutan dan lahan, tidak menghitung
emisi dari kebakaran hutan dan lahan. Padahal kita tahu, bahwa sumber emisi
Indonesia, sebagian besar dari land use land use change and deforestasion
(LULUCF). pemerintah Indonesia harusnya mengukur ulang baseline emisi dari
kejadian kebakaran hutan dan gambut, sehingga perlu menjadikan kebakaran hutan
dan lahan dan juga tata kelola gambut sebagai salah satu hal yang paling
mendasar.
Penetapan moratorium dan review
izin pemanfaatan lahan gambut jika situasi seperti saat ini, tidak memiliki
kekuatan signifikan. Kita tahu, kebijakan moratorium yang dikeluarkan oleh
Presiden melalui Inpres No. 8/2015 sangat lemah, terlebih tanpa ada review terhadap
perizinan lama dan penegakan hukum.
Terlebih jika dihubungkan dengan
rencana pembangunan Indonesia sebagaimana yang termuat dalam RPJMN 2015-2019.
Antara lain di sektor energi, pembangunan 35.000 megawatt, sebagian besar masih
mengandalkan batubara, energi yang kotor yang justru akan semakin menaikkan
emisi Indonesia. Bagaimana mungkin target
menurunkan emisi karbon 29% pada 2030 dapat tercapai, jika karbon yang
dihasilkan dari pembakaran batubara, justru meningkat 2 kali lipat dari 201
juta tCO2 pada 2015 menjadi 383 juta tCO2 pada 2024. Artinya, komitmen yang
disampaikan oleh Presiden meragukan.
Pertanyaan kritisnya dari pidato
yang disampaikan hari ini di Paris adalah jika terdapat gap antara RPJMN dengan INDC Indonesia yang telah disubmit ke UNFCCC
sebagai sebuah komitmen Indonesia menurunkan emisi global, akan kah ada masa
transisi untuk menjembatani kotradiksi antara komitmen penurunan emisi dengan
kebijakan pembangunan yang memproduksi emisi.
Paris, 30 November 2015.
Narahubung di Paris, Khalisah
Khalid : +33754235158
Narahubung di Jakarta, Nur
Hidayati : 081316101154
Spoke Person di Paris yang dapat dihubungi:
1.
Kurniawan Sabar, Eksekutif Nasional WALHI
2.
Pius Ginting, Eksekutif Nasional WALHI
3.
Ari Rompas, Direktur WALHI Kalimantan Tengah
4.
Riko Kurniawan, Direktur WALHI Riau
5.
Musri Nauli, Direktur WALHI Jambi
6.
Hadi Jatmiko, Direktur WALHI Sumsel
0 komentar:
Posting Komentar