Studi Signifikansi Kebakaran Konsensi APP di Sumatera Selatan
Konferensi Pers di Kantor Walhi nasional " Menolak Lupa, Melawan asAPP" |
Jakarta, 28 Desember 2015 - Kebakaran besar hutan-lahan di
Indonesia terus berlanjut tanpa dapat dihentikan. Kebakaran hutan-lahan tahun
ini diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp. 200 Triliun.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan 425.377 orang menderita
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Selain itu, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa 10 orang meninggal karena kabut asap di
periode Juni-November 2015.
Kebakaran
Hutan dan lahan serta pencemaran ekstrim asap yang semakin parah, merupakan
buah dari kesalahan pemerintah meletakkan dasar pertimbangan regulasi tata
kelola sumber daya alam (SDA), yang mendorong dominasi penguasaan luas lahan
oleh korporasi, legitimasi kejahatan lingkungan, berbasis otoritas politik dan
kontrol yang lemah.
Zenzi
Suhadi, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Eksekutif Nasional
WALHI menyatakan, “Dalam konteks regulasi, pemerintah cenderung permisif
terhadap proses penghancuran lingkungan untuk eksploitasi SDA berbasis
komoditi. Tingginya kewenangan penerbitan izin tidak diimbangi dengan tanggung
jawab dan peningkatan kapasitas kontrol negara terhadap pemegang konsensi.
Mudahnya proses perizinan melimpahkan kewenangan pengelolaan terhadap SDA
kepada korporasi, mengantarkan situasi dimana luasnya wilayah yang dikuasai
korporasi jauh melampaui daya kelola korporasi itu sendiri. Seperti halnya
konsensi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang luas per korporasi bisa mencapai
300.000 hektar membuat kebakaran tidak dapat dipadamkan oleh pemilik konsensi”.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan
bahwa total luas hutan-lahan yang terbakar di Indonesia tahun ini mencapai 2,1
juta hektar, dengan Kalimantan dan Sumatera yang paling terkena dampak, menurut
perkiraan dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Sementara
itu sekitar 838.000 hektar atau 40% dari total lahan dan hutan terbakar
terletak di Propinsi Sumatera Selatan.
Tingginya
peruntukan luas lahan untuk Konsensi HTI dipengaruhi oleh perubahan regulasi
yang mengatur kriteria hutan untuk konsensi HTI, seperti PP nomor 06 Tahun 2007
J0 PP 03 Tahun 2008, yang membolehkan Konsesi HTI di kawasan hutan alam primer.
Di Sumatera Selatan setidaknya 13 perusahaan dari 20 perusahaan HTI yang
mengalami kebakaran tahun 2015 merupakan perusahaan yang mendapatkan izin pada kurun
waktu 2006 hingga 2014.
Di Propinsi Sumatera Selatan termasuk beberapa daerah, di
lahan gambut telah dikeluarkan ijin untuk 48 perusahaan dengan luas total
mencapai 1,5 juta hektare. Asian Pulp and Paper (APP) yang telah beroperasi
sejak tahun 2004 menguasai 51% dari luasan tersebut, dengan total luas 796.217
hektar dimana 55% dari wilayah ini berada di lahan gambut.
APP sudah mengumumkan "Roadmap untuk
Keberlanjutan 2020" termasuk Kebijakan Konservasi Hutan-nya (Fores
Conservation Policy), dimana di dalamnya termasuk memulihkan lahan gambut
, dan kebijakan "Nol Pembakaran". Direktur WALHI Sumatera Selatan,
Hadi Jatmiko, mengatakan “Faktanya, koalisi
organisasi non-pemerintah di Sumatera Selatan menemukan APP telah gagal
mencegah kebakaran hutan di dalam wilayah konsesi dan pensuplainya.
Artinya, komitmen APP tersebut hanya ilusi”.
“Koalisi ornop Sumatera Selatan menemukan bahwa total
area terbakar di dalam konsesi APP adalah 78% (293.065 Ha) dari area konsesi
terbakar di Sumatera Selatan (375.823 Ha), yang nota bene adalah 37% dari
seluruh area konsesi APP di Sumatera Selatan. Sebesar 174.080 ha dari areal
konsesi terbakar APP adalah pada lahan gambut, menurut Landsat”, ditegaskan
Aidil Fitri dari Hutan Kita Institute.
Selain
regulasi, praktik transaksional politik dalam penerbitan izin juga menjadi
faktor penyebab kebakaran dan asap, seperti halnya kebakaran di Sumatera
selatan yang mengalami peningkatan tahun 2010 pasca prosesi politik tahun 2009,
begitupun peningkatan kebakaran tahun 2015 merupakan buah prosesi politik tahun
2014, dimana 2 perusahaan HTI yang mengalami kebakaran tahun 2015 merupakan
perusahaan yang mendapatkan izin tahun 2014, selain penerbitan SK pelepasan
kawasan hutan oleh kementerian kehutanan tahun 2014.
Penegakan
hukum yang cenderung pandangbulu, membuat perusahaan tidak bertanggung jawab
terhadap wilayah penguasaannya. Perusahaan yang mengalami kebakaran tahun 2015
merupakan perusahaan perusahaan yang mengalami kebakaran ditahun tahun sebelumnya.
Penerbitan izin yang tanpa pertimbangan keberlanjutan lingkungan ditambah peran
tanggung jawab kontrol pemerintah yang lemah, menjadikan proses hukum sebagai
tumpuan harapan terakhir bagi rakyat untuk merasakan keadilan. (selesai)
Jakarta,
28 Desember 2015
Contact Person
1.
Zenzi Suhadi, Manager Kampanye Hutan dan
Perkebunan Skala Besar Eksekutif Nasional WALHI di 081289850005
2.
Hadi Jatmiko, Direktur WALHI Sumatera Selatan
di 08127312042
3.
Aidil Fitri, Direktur Hutan Kita Institute di
08127110385
0 komentar:
Posting Komentar