Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang SDA (Sumber Daya Alam) tetap diwajibkan untuk menganggarkan dana TSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) sesuai dengan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74.
Hal ini disampaikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud M.D. saat membacakan putusan sidang pengujian UU No.40, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (15/4/2009).
Dalam sidang ini, Kadin, HIPMI dan IWAPI mengajukan pengujian Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 mengenai TSL atau biasa disebut CSR (Corporate Social Responsibility).
Ketiga pemohon ini merasa pemberlakuan kewajiban CSR kepada perusahaan yang bergerak di bidang SDA merugikan, karena selain dipungut pajak, perusahaan juga dibebani kewajiban CSR.
Tapi dalam putusannya, MK mengatakan ketentuan ini dibuat agar perusahaan yang berkaitan atau bergerak di bidang SDA harus ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya.
Investor asing yang berinvestasi juga harus menjalankan prinsip ini agar mereka tidak mencari keuntungan tanpa mengorbankan orang lain.
"Kerusakan SDA Indonesia sudah pada tingkat yang menglhawatirkan, pemerintah berusaha agar lingkungan terjaga, karena itu aturan ini dibuat," ujar putusan tersebut.
Ketua HIPMI Erwin Aksa menyatakan kekecewaannya dan akan segera bertemu dengan Kadin untuk membahas keputusan MK ini. Erwin menilai kewajiban CSR ini akan mempengaruhi investasi asing karena mereka harus menganggarkan CSR.
"Kita berharap CSR ini bukan mandatori atau kewajiban. Masak perusahaan cuma punya kantor kecil, pegawainya dikit mereka dipaksa CSR, itu kan memberatkan mereka. Nggak bener itu. Dan lagi, kewajiban CSR ini hanya ada di Indonesia," katanya.
Hal ini disampaikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud M.D. saat membacakan putusan sidang pengujian UU No.40, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (15/4/2009).
Dalam sidang ini, Kadin, HIPMI dan IWAPI mengajukan pengujian Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 mengenai TSL atau biasa disebut CSR (Corporate Social Responsibility).
Ketiga pemohon ini merasa pemberlakuan kewajiban CSR kepada perusahaan yang bergerak di bidang SDA merugikan, karena selain dipungut pajak, perusahaan juga dibebani kewajiban CSR.
Tapi dalam putusannya, MK mengatakan ketentuan ini dibuat agar perusahaan yang berkaitan atau bergerak di bidang SDA harus ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya.
Investor asing yang berinvestasi juga harus menjalankan prinsip ini agar mereka tidak mencari keuntungan tanpa mengorbankan orang lain.
"Kerusakan SDA Indonesia sudah pada tingkat yang menglhawatirkan, pemerintah berusaha agar lingkungan terjaga, karena itu aturan ini dibuat," ujar putusan tersebut.
Ketua HIPMI Erwin Aksa menyatakan kekecewaannya dan akan segera bertemu dengan Kadin untuk membahas keputusan MK ini. Erwin menilai kewajiban CSR ini akan mempengaruhi investasi asing karena mereka harus menganggarkan CSR.
"Kita berharap CSR ini bukan mandatori atau kewajiban. Masak perusahaan cuma punya kantor kecil, pegawainya dikit mereka dipaksa CSR, itu kan memberatkan mereka. Nggak bener itu. Dan lagi, kewajiban CSR ini hanya ada di Indonesia," katanya.
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar