PALEMBANG -- Rencana Gubernur Bengkulu, Agusrin M Nadjamuddin, membuka jalur rel kereta api batu bara dari Tanjung Enim di Sumatra Selatan (Sumsel) ke Linau, Bintuhan, di Bengkulu, mendapat penolakan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel. Pasalnya, lokasi rel kereta api yang akan dibangun itu merambah dan melewati kawasan hutan lindung Bukit Nanti Ulu Ogan dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
''Walhi secara tegas menolak rencana pembangunan jaringan rel kereta api dari Tanjung Enim menuju Linau untuk angkutan batu bara. Jika pembangunan tersebut tetap terus dilakukan, hal itu akan merusak lingkungan hidup dan melanggar Undang-Undang Nomor 5/2004 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Perppu Nomor 19/2004 tentang Kehutanan,'' kata Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, kepada wartawan di Palembang, Selasa (14/4).
Dari investigasi ke kawasan hutan lindung Bukit Nanti Ulu Ogan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Walhi menemukan pekerja sedang memasang patok-patok dalam areal hutan lindung. Saat ditanya, para pekerja mengaku berasal dari Bengkulu. ''Mereka bukan warga yang tinggal di sekitar hutan lindung,'' kata Anwar.
Walhi mengingatkan, hutan lindung merupakan tempat hidup satwa-satwa langka Sumatra, seperti harimau, serta banyak jenis tanaman langka. ''Jika pembangunan tetap diteruskan, habitat satwa tersebut akan terancam. Walhi tidak akan tinggal diam dan akan mengampanyekan penolakan ini secara nasional dan internasional,'' ancam Anwar.
Membantu ekspor
Sebelumnya, pada 25 Februari 2009, Gubernur Agusrin menemui Gubernur Sumsel Alex Noerdin di Palembang. Ia menyampaikan rencana pembangunan rel sepanjang 160 kilometer yang menghubungkan dua provinsi, yaitu Bengkulu dan Sumsel.
''Pembangunan jaringan rel ini ditarget bisa selesai tahun 2010 dengan investasi awal sebesar Rp 10 triliun dan kini sudah memasuki tahap konstruksi. Selesainya pembangunan rel baru tersebut akan bisa mengangkut batu bara dari Sumsel antara 5 juta sampai 10 juta ton per tahun,'' tutur Agusrin.
Dengan pembangunan rel kereta api tersebut, Agusrin menjelaskan bahwa batu bara dari Sumsel bisa diekspor melalui Pelabuhan Linau atau Pelabuhan Pulau Baai. ''Konstruksi pembangunan pelabuhan kini sedang dalam pengerjaan. Jika sudah selesai, bisa melakukan ekspor batu bara ke negara-negara Eropa Timur,'' ujarnya. oed
http://republika.co.id/koran/0/44037/Proyek_Rel_Batu_Bara_Bengkulu_Sumsel_Ditolak_Walhi
''Walhi secara tegas menolak rencana pembangunan jaringan rel kereta api dari Tanjung Enim menuju Linau untuk angkutan batu bara. Jika pembangunan tersebut tetap terus dilakukan, hal itu akan merusak lingkungan hidup dan melanggar Undang-Undang Nomor 5/2004 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Perppu Nomor 19/2004 tentang Kehutanan,'' kata Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, kepada wartawan di Palembang, Selasa (14/4).
Dari investigasi ke kawasan hutan lindung Bukit Nanti Ulu Ogan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Walhi menemukan pekerja sedang memasang patok-patok dalam areal hutan lindung. Saat ditanya, para pekerja mengaku berasal dari Bengkulu. ''Mereka bukan warga yang tinggal di sekitar hutan lindung,'' kata Anwar.
Walhi mengingatkan, hutan lindung merupakan tempat hidup satwa-satwa langka Sumatra, seperti harimau, serta banyak jenis tanaman langka. ''Jika pembangunan tetap diteruskan, habitat satwa tersebut akan terancam. Walhi tidak akan tinggal diam dan akan mengampanyekan penolakan ini secara nasional dan internasional,'' ancam Anwar.
Membantu ekspor
Sebelumnya, pada 25 Februari 2009, Gubernur Agusrin menemui Gubernur Sumsel Alex Noerdin di Palembang. Ia menyampaikan rencana pembangunan rel sepanjang 160 kilometer yang menghubungkan dua provinsi, yaitu Bengkulu dan Sumsel.
''Pembangunan jaringan rel ini ditarget bisa selesai tahun 2010 dengan investasi awal sebesar Rp 10 triliun dan kini sudah memasuki tahap konstruksi. Selesainya pembangunan rel baru tersebut akan bisa mengangkut batu bara dari Sumsel antara 5 juta sampai 10 juta ton per tahun,'' tutur Agusrin.
Dengan pembangunan rel kereta api tersebut, Agusrin menjelaskan bahwa batu bara dari Sumsel bisa diekspor melalui Pelabuhan Linau atau Pelabuhan Pulau Baai. ''Konstruksi pembangunan pelabuhan kini sedang dalam pengerjaan. Jika sudah selesai, bisa melakukan ekspor batu bara ke negara-negara Eropa Timur,'' ujarnya. oed
http://republika.co.id/koran/0/44037/Proyek_Rel_Batu_Bara_Bengkulu_Sumsel_Ditolak_Walhi
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar