Palembang - Konflik Sumber Daya Alam (SDA) berdimensi struktural di sektor
kehutanan dan perkebunan di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang
terjadi dari tahun 1989 hingga 2011, telah mencapai 268 kasus.
Menurut Masrun Jawawi, peneliti dari Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) Sumsel, di Palembang, Sabtu, sejak 1989 hingga saat
ini setidaknya ada 268 konflik SDA di daerah ini.
Umumnya konflik SDA itu, hingga kini belum mendapatkan penyelesaian
secara permanen dan sewaktu-waktu dapat terpicu hingga menimbulkan
bentrokan fisik, kata dia.
Secara khusus peneliti Walhi Sumsel itu membeberkan hasil kajiannya
dalam konsultasi publik yang diselenggarakan Walhi dengan tema "Studi
Pemahaman dan Praktek ADR/Alternative Dispute Resolution, Konflik Sumber
Daya Alam di Provinsi Sumsel, di Hotel Bumi Asih Palembang, Jumat
(25/11).
"Konflik SDA itu melibatkan masyarakat dan petani, perusahaan
perkebunan swasta, PTPN VII, dan perusahaan HTI yang menimbulkan korban
jiwa dan kekerasan fisik," ujar dia.
Dia menyebutkan, kasus SDA itu, di antaranya adalah kasus di Desa
Riding, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Desa Suka Damai, Kabupaten
Musi Banyuasin, Desa Gersik Belido, Kabupaten Musi Banyuasin, serta Desa
Pulau Kabal, Kabupaten Ogan Ilir.
Salah satu konflik yang sampai saat ini belum ada penyelesaiannya
adalah di Desa Pulau Kabal yang merupakan konflik tapal batas dengan
Desa Kayuara Batu, Kabupaten Muaraenim.
"Konflik di sini terjadi sejak 2005 lalu, dan sampai saat ini belum ada penyelesaiannya," kata dia.
Perlu ada negosiasi yang benar dengan mekanisme ADR, untuk menyelesaikan masalah ini, ujar dia lagi.
Dalam konsultasi publik itu, Syahril, Kepala Bidang Pengkajian dan
Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN Sumsel, mengatakan banyak
kasus sengketa tanah ini dikarenakan adanya undang-undang yang tumpang
tindih.
"Misalnya pelaksanaan UU No 60 Tahun 1960 tentang Agraria banyak
tumpang tindih dengan UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU BPN, dan
lainnya," kata dia.
Mengenai penanganan konflik menggunakan mekasnisme ADR, pihaknya sangat sependapat.
Karena itu, saat ini BPN juga bertindak sebagai mediator konflik, kata dia lagi.
Sumber : antaranewa.com
Artikel Terkait:
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar